Programa

April 2018, Kineforum Putarkan Film-film ASEAN dalam Program Rumput Tetangga

Infoscreening.co – Kawasan Asia Tenggara adalah kawasan yang unik dan punya kekayaan budaya sendiri. Sejak beberapa tahun terakhir, dunia internasional pun mulai penasaran terhadap film produksi Asia Tenggara sebagai produk budaya dari kawasan tersendiri ini. Sepanjang 6-26 April 2018, kineforum menawarkan kesempatan langka untuk mengintip para negara tetangga kita dalam program yang diberi tajuk Rumput Tetangga.

Program Rumput Tetangga hadir dalam enam segmen yang diampu oleh juru program yang telah berpengalaman di berbagai festival film dan ruang pemutaran alternatif seperti Ifan A. Ismail untuk segmen Indonesia, Nauval Yazid untuk segmen Singapura, Jonathan Manullang untuk segmen Malaysia, Prima Rusdi untuk Segmen Thailand, Lisabona Rahman untuk segmen Filipina, Lulu Ratna untuk segmen Indocina. Tidak ketinggalan tiga kompilasi film pendek hasil kurasi Organisasi boemboe kembali mengisi bulan April dengan program kompilasi film pendek Indonesia-nya —Gemar Film Pendek, dan dua kompilasi film pendek lintas Asia Tenggara —Shorts from Across the SEA.

Berikut cuplikan pengantar program dari masing-masing segmen:

Indonesia: Bicara Asia Tenggara, Indonesia sepatutnya menjadi raksasa yang masuk dalam aneka wacana, nyatanya Indonesia Indonesia malah dikenal sebagai “raksasa tak tampak”. Lima film dalam segmen Indonesia menampilkan hal itu melalui Banda, Para Perintis Kemerdekaan, Ziarah, dan Semua Sudah Dimaafkan Sebab Kita Pernah Bahagia.

Singapura: Seperti apakah wajah Singapura sebenarnya merupakan pertanyaan yang tidak pernah habis, mengingat keunikan negara ini yang tak dimiliki tetangganya. Empat film yang ditampilkan yaitu Apprentice, A Yellow Bird, Singapore Minstrel, dan 03-Flats akan mengajak kita kembali bertanya wajah Singapura yang sebenarnya.

Malaysia: Membicarakan kondisi sosial Malaysia kontemporer sebetulnya tak jauh-jauh dari hal yang sering kita temui di Indonesia: perihal realita logis dengan pengalaman surealis/mistis, serta sentimen terhadap Tionghoa dan isu anti komunis. Tiga film dalam segmen ini, Bunohan, The Big Durian, dan The Last Communist membungkus isu tadi dengan kemasan estetis yang mumpuni.

Thailand: Menampilkan tiga film karya Rattana Pestonji (1930-1970) yaitu Country Hotel, Dark Heaven, Black Silk. Karya-karya Pestonji banyak memperlihatkan ketegangan yang timbul akibat banyaknya perbedaan yang dipicu kemiskinan, tradisi, dan juga keyakinan.

Filipina: “In the Philippines, people make films in spite of everything”. Film-film dari segmen ini akan memberi contoh daya hidup sinema yang luar biasa dari negara ini melalui Will Your Heart Beat Faster?, Sleepless, serta satu film eksperimental materi temuan, People Power Bombshell: The Diary of Vietnam Rose (John Torres, 2016).

Indocina: Langkanya film produksi Indocina selain Thailand mendorong Lulu menyusun segmen unik ini. Ms. Tu Hau adalah film klasik yang sering dianggap sebagai adikarya sinema Vietnam. Eleven Men (Vietnam) dan Behind the Screen (Myanmar) disusun dari potongan film lama untuk menyampaikan narasi baru. Sedangkan lewat Golden Slumbers (Kamboja), Love in Cinema (Myanmar) dan Getting Lao’d (Laos), para pembuat film berusaha menjabarkan sejarah dan pergerakan film di negara mereka masing-masing.

Program diskusi dalam Rumput Tetangga bertajuk “Sehijau Apa Rumput Tetanggaku?” akan menampilkan dua pembicara : John Badalu (Delegasi Berlinale untuk Asia Tenggara), dan Yosef Djakababa (Direktur Pusat Studi Asia Tenggara). Diskusi program ini akan mengulik tentang seberapa banyak kita paham akan Asia Tenggara, dan seberapa besar juga film dapat diandalkan sebagai teropong.

Untuk program guide Rumput Tetangga.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top