Berita

Asosiasi Sineas Medan Dideklarasikan, Sebagai Bagian dari Gerakan Sinergi Perfilman Kota Medan

Medan – Sineas Medan mendeklarasikan Asosiasi Sineas Medan pada Sabtu (22/1) di Literacy Coffee Medan.  Asosiasi profesi perfilman ini diinisiasi dan dideklarasikan oleh Djenni Buteto, Sri RM Simanungkalit, Avena Matondang, Bahana Damayana, dan Kiki Nasution. Djenni Buteto sebagai ketua terpilih Asosiasi Sineas Medan menyebutkan bahwa kehadiran asosiasi ini adalah upaya membangun ekosistem perfilman di kota Medan yang baik dan maksimal.

“Apa yang kita lakukan  ini adalah momentum praktik atas manifesto yang turut serta menjadi bagian dari deklarasi. Diharapkan organisasi ini menjadi kekuatan bagi gerakan yang bersinergi bersama para sineas dan stakeholder perfilman di Medan,” ujar Djenni.

Avena Matondang,  yang terpilih menjadi sekretaris menambahkan bahwa manifesto Asosiasi Sineas Medan mencakup beberapa hal utama; mendukung ekosistem sinema yang sehat dan berkelanjutan, membangun jaringan sinema yang kuat dan menyeluruh, dan keterbukaan serta aksesibilitas sinema.  Terakhir, menghasilkan karya sinema dengan identitas kota Medan.

Baca juga: Dua Puluh Film Jepang Tayang Daring di Japanese Film Festival Online 2022

“Saat ini film Indonesia semakin menarik dan berprestasi di festival-festival film internasional. Ini memicu kami untuk menggalang kekuatan sineas Medan untuk turut membuat flm yang bagus dan berprestasi, mengingat sejarah mencatat perfilman di kota kita tercinta ini pernah menjadi barometer perfilman nasional di era 70-80-an,” ujar Avena.

Dalam waktu dekat, Asosiasi Sineas Medan akan menggelar rapat strategic planning untuk menentukan program kerja jangka pendek, menengah, dan panjang. Program kerja ini akan mencakup tiga program utama, yakni pelatihan untuk peningkatan kapasitas sineas, kajian atau analisis, serta eksibisi film.

“Kami membuka pintu lebar-lebar bagi sineas Medan untuk bergabung. Mari kita majukan perfilman di Medan, bersama-sama membuat film bagus, menikmati film bagus, serta menjual film bagus karya anak Medan,” ujar Djenni.

Perfilman Medan Harus Bangkit

Acara deklarasi juga diisi dengan diskusi bertema “Film Medan dari Masa Ke Masa”.  Tiga pembicara yang mengisi diskusi, antara lain Yondik Tanto, Andi Hutagalung dan dr. Daniel Irawan yang menjelaskan secara rinci perjalanan perfilman di Kota Medan beserta kompleksitas yang melingkupinya. Yondik Tanto menuturkan bahwa Medan pernah menjadi tuan rumah bagi insan perfilman secara tempatan dan nasional melalui karya film yang mumpuni.  Sutradara Bachtiar Siagian misalnya, dengan berbagai film yang ditayangkan di bioskop nasional adalah salah satu sineas kebanggaan Sumatera Utara pada zamannya. Munculnya sejumlah rumah produksi besar di Medan memicu tumbuhnya bioskop di setiap kecamatan, “lebih dari satu bioskop bahkan”, tutur Yondik.

Sementara itu Andi Hutagalung, sutradara film dokumenter asal Medan membahas persoalan yang menjadi jaring kusut perfilman di kota Medan. Penjelasan tersebut disambut oleh pandangan mengenai kualitas film secara teknis oleh dr.Daniel. Ia mengatakan bahwa perfilman Medan sedikit ketinggalan jika dibandingkan di masa lalu. “Bahkan Makasar, Aceh, dan Padang lebih bergairah perfilmannya dibanding kota Medan saat ini”, tambahnya.

“Cerita yang bagus harus ditopang dengan teknis pembuatan yang bagus juga. Sebab bioskop punya standarisasi kualitas, baik visual maupun sound yang harus dipenuhi sineas agar bisa tayang di layar lebar. Kita perbaiki itu dulu!” jelas Daniel.

Baca juga: Unjuk Gigi Guerilla Filmmaking, The Boy with Moving Image Tayang di Bioskop Online

Acara yang berlangsung secara guyub dan hangat ini turut dimeriahkan dengan kehadiran rekan-rekan seniman dan insan sineas kota Medan. Acara ini ditutup dengan pemutaran empat film pendek. Dimulai dengan film dokumenter arahan Djenni Buteto berjudul “Suara Dari Jalanan” yang bercerita tentang kriminalisasi aktivis kampus oleh kepolisian, dilanjutkan dengan film besutan  Hendri Norman berjudul  “Medan Hardcore” yang menyoroti skena musik hardcore dan dinamikanya di Medan. Kemudian dilanjutkan dengan pemutaran  film bergenre komedi karya Andi Hutagalung berjudul “Sotoy”. Terakhir ada film karya Ori Semloko berjudul “Anak Danau” yang diputar perdana pada malam itu. Film yang diproduksi Rumah Karya Indonesia ini merupakan salah satu film yang lolos seleksi untuk program AKSILARASI dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2021. Film ini bercerita tentang seorang anak perempuan yang tinggal di desa kawasan Danau Toba. Ia merindukan ibunya yang telah tiada. (*)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top