Tulisan merupakan keikutsertaan dalam sayembara yang diumumkan saat Forum Riungan Infoscreening.
Sebagai kegiatan yang melibatkan banyak orang, tidak dapat dipungkiri bahwa pembuat film harus memiliki banyak koneksi. Tidak hanya dari daerah sendiri, tapi juga dengan daerah lain se-Indonesia. Berbeda dengan acara film seperti screening dan apresiasi film, Temu Komunitas Film Indonesia (TKFI) adalah acara yang diciptakan sebagai wadah untuk para anggota komunitas film berdinamika. Acara yang diselenggarakan tanggal 23-25 Maret 2018 ini menyediakan sarana untuk anggota komunitas mengenal anggota dari komunitas lain.
Bertempat di Gedung Seribu Cahaya Sukabumi, TKFI mengusung tema “Berjejaring, Berbagi, dan Bekerjasama”. Sesuai dengan temanya, TKFI memang bertujuan untuk mengenalkan komunitas dengan komunitas lain. Tidak hanya itu, TKFI juga mengadakan kegiatan edukatif seperti Kelas Tematik, Forum Pengayaan, dan Forum Riungan.
Kelas Tematik adalah kelas yang hanya bisa diikuti oleh 30 orang yang diseleksi terlebih dahulu. Kelas ini terbagi menjadi 4 yaitu Kelas Pengelolaan Festival Film, Kelas Pengelolaan Produksi Film, Kelas Promosi dan Publikasi Kegiatan Komunitas, dan Kelas Kuratorial Film: Menonton Penonton.
Kelas Pengelolaan Festival Film hadir karena adanya keresahan mengenai penyelenggaraan festival. Pengetahuan mendasar mengenai festival dan bagaimana cara mengemasnya merupakan hal yang sangat fundamental dan menjadi tolak ukur keberhasilan festival. Beberapa narasumber yang diundang adalah para ahli di bidang festival.
Kelas Pengelolaan Produksi Film adalah kelas yang akan menjelaskan mengenai seluk beluk produksi film profesional di bagian manajerial. Tanpa adanya dukungan manajerial yang baik, sebuah film tidak akan dihasilkan dengan maksimal. Banyak kemungkinan buruk yang bisa terjadi seperti jadwal shooting yang berantakan, budgeting yang tidak sesuai apa yang terjadi di lapangan, dan bisa juga mempengaruhi mood setiap departemen yang bekerja di lapangan. Dengan adanya kelas ini para pegiat film komunitas bisa belajar mengenai bagaimana mengatur produksi film dengan cermat dan terukur.
Kelas Promosi dan Publikasi Kegiatan Komunitas mengajarkan tentang bagaimana suatu komunitas bisa dikenal oleh masyarakat tanpa melupakan kewajiban mereka untuk terus aktif. Prakteknya yang terjadi selama ini adalah tidak sedikit komunitas yang aktif namun tidak banyak orang yang mengenal mereka. Dengan narasumber yang sudah mahir di bidangnya, kelas ini diharap membantu komunitas untuk bisa show-off di depan publik dengan kegiatan yang menarik.
Kelas Kuratorial Film: Menonton Penonton mengajak anggota komunitas terutama para penyelenggara festival film untuk bisa memilah film-film yang akan ditayangkan kepada publik. Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan matang-matang karena film yang bagus untuk seseorang belum tentu baik untuk orang yang lain.
Lalu, di Forum Pengayaan semua peserta TKFI bisa ikut serta dan mendengarkan para narasumber berbicara. Ada 4 forum pada TKFI tahun ini yakni Presentasi Tentang Skema Perfilman Nasional Terkini, Badan Perfilman Indonesia: Presentasi Sertifikasi Profesi Perfilman, Badan Perfilman Indonesia: Komisi Film Daerah, dan BEKRAF: Distribusi/Konsumsi.
Presentasi Tentang Skema Perfilman Nasional Terkini dibawakan oleh Perdana Kartawiyudha sebagai moderator dengan 2 tokoh sebagai pembicara yakni Adrian Jonathan Pasaribu dari Badan Perfilman Indonesia (BPI) dan Arturo GP dari Lembaga Sensor Film (LSF). Presentasi ini menjelaskan mengenai bagaimana kondisi perfilman Indonesia saat ini. Hasilnya, menurut survey penonton Indonesia selalu berkembang pesat dari tahun ke tahun. Ini merupakan berita baik mengingat kejadian di masa lalu yang pernah menyebabkan banyak bioskop di Indonesia tutup.
Menurut Adrian, banyak film Indonesia yang mengangkat isu lokal tidak diangkat di film komersil. Lalu bagaimana cara filmmakernya menghasilkan uang dari film tersebut? Filmmaker membuat layar alternatif baik di wilayah yang memiliki bioskop di daerahnya maupun yang tidak. Komunitas-komunitas film yang menjadi sasaran penontonnya karena filmmakernya tahu bahwa komunitas pasti akan mengapresiasi film-film semacam itu.
Tidak ada pertanyaan yang ditujukan untuk Adrian. Pertanyaan justru datang kepada Arturo selaku perwakilan LSF yang sering dianggap sebagai “setan” para pembuat film. Memang sensor yang diberikan LSF terkadang mengurangi makna dari sebuah film. Namun kembali lagi dalam keterangan Arturo, tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat Indonesia dari dunia digital yang liar. Dengan adanya program literasi media LSF hendak mengedukasi masyarakat agar berhati-hati menggunakan media.
Sedangkan dari Badan Perfilman Indonesia: Presentasi Sertifikasi Profesi Perfilman, yang dibicarakan adalah mengenai kegunaan dari sertifikasi profesi perfilman bagi filmmaker. Ke depannya sertifikasi ini bisa menjadi tolak ukur seorang filmmaker layak dianggap sebagai filmmaker.
Badan Perfilman Indonesia: Komisi Film Daerah yang disampaikan oleh Arief Ash-Shiddiq dan Lalu Roisamri selaku Ketua bidang Promosi Lokasi BPI berbicara tentang manfaat dibentuknya Komisi Film Daerah bagi komunitas film di daerah. KFD ingin komunitas terlibat secara aktif dalam pembuatan film yang mengambil tempat di daerah. Ibaratnya, jika sebuah PH ingin membuat film di daerah, komunitas sudah siap membantu dalam bentuk apapun terutama mengenai lokasi shooting. Kenapa komunitas yang menjadi sasarannya? Karena dalam pembuatan film daerah yang paling mengetahui daerah tersebut adalah anggota komunitas. Mulai dari izin daerah, survey lokasi, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di sana, serta fasilitas di tempat tersebut bisa dikerjakan oleh komunitas. Dengan begitu anggota komunitas pun bisa mendapatkan pengalaman bekerja langsung bersama filmmaker terkenal dan menambah portofolio serta pendapatan mereka.
Pada forum BEKRAF: Distribusi/Konsumsi, yang dibahas adalah mengenai apa yang harus dilakukan setelah film selesai dibuat. Sayangnya, filmmaker komunitas kebanyakan hanya menyimpan film-filmnya di hardisk. Tidak banyak yang mengadakan apresiasi film berupa screening. Padahal hal itu perlu karena dengan adanya distribusi dan konsumsi film kita dapat mengetahui nilai ekonomi dari film tersebut.
Salah satu pembicaranya adalah Tjandra Wibowo dari Stockshot ID, website yang menjual video footage dan video pendek dari kreator untuk dibeli dan digunakan di dalam film oleh pembeli yang juga merupakan kreator film.
Di forum riungan, para anggota komunitas bisa belajar mengenai banyak aspek dari perfilman Indonesia, mulai dari Forum Riungan Viddsee, Forum Riungan Popcon Asia, Forum Riungan Studio Antelope, Forum Riungan Infoscreening, dan Forum Riungan Wahana Kreator.
Viddsee adalah sebuah website yang menyediakan film-film pendek sedunia termasuk Indonesia agar bisa dinikmati oleh banyak orang. Forum ini menjelaskan bagaimana Viddsee memilih film yang ditayangkan dan memasarkannya.
Forum Riungan Popcon Asia menjelaskan tentang Popcon Asia,acara budaya pop utama oleh Popcon Inc yang didedikasikan untuk menciptakan kesadaran dan apresiasi untuk bentuk-bentuk seni kreatif dan populer. Acara yang akan diselenggarakan di ICE BSD pada 22 dan 23 Agustus 2018 mendatang ini merupakan tempat para pembuat konten dari semua aspek seni populer, kurator, dan penggemar berkumpul untuk merayakan konten terbaru dari komik, game, TV, film, mainan, musik, dan teknologi.
Forum Riungan Studio Antelope memaparkan tentang potensi film pendek di era digital. Saat ini, film pendek dinilai akan banyak dicermati oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, Studio Antelope berbagi pengalaman dan tips peluang kewirausahaan dalam film pendek.
Forum Riungan Infoscreening merupakan forum diskusi terbuka mengenai apa itu infoscreening dan bidang apa yang mereka tekuni. Selain itu forum ini juga berbagi ilmu dasar penulisan liputan dan jurnalisme.
Forum Riungan Wahana Kreator diisi oleh Wahana Kreator Nusantara, perusahaan yang menghasilkan cerita dengan konten yang berkualitas. WKN membahas tentang bagaimana cara membuat naskah yang ideal, berisi, dan dekat dengan masyarakat serta menjelaskan tentang industri film Indonesia pada saat ini.
Pada puncak acara, diadakan forum yang sangat unik yakni Forum MILO. Dari forum inilah antar anggota komunitas bisa terbuka dan saling mengenal satu sama lain secara dekat. Para anggota komunitas melupakan semua beban pikiran produksi mereka dan hanya berfokus untuk bersenang-senang. Itulah tujuan dari diselenggarakannya TKFI. Dengan adanya semua rangkaian acara ini, komunitas diharapkan bisa saling berbagi pengetahuan, referensi film, mengenal satu sama lain, bahkan bisa berencana untuk membuat film bersama.
Overall, TKFI 2018 sukses!