Uncategorized

In The Claws of a Century Wanting: Manila dan Masyarakat Miskin Kota

Infoscreening.co – Kontainer yang lalu-lalang di pelabuhan jadi hal yang lazim bagi warga Tondo, Filipina. Kargo yang berdatangan dari luar negeri menghiasi pemandangan mereka sehari-hari. Namun, berbeda dengan kemewahan yang melekat pada muatan barang tersebut, masyarakat Tondo justru mesti bergulat dengan kemiskinan setiap waktu. Jauh dari akses kesehatan, pendidikan, serta tempat tinggal yang layak, mereka juga berhadapan dengan proyek pembangunan pemerintah.

Kesulitan serta usaha warga Tondo menjalani hidup disajikan film dokumenter In the Claws of a Century Wanting karya Jewel Maranan. Dalam diskusi “Earth on Screen” yang diadakan KOLEKTIF dan Raoul Wallenberg Institute pada Jumat (22/10), Jewel mengatakan Tondo merupakan wilayah padat penduduk di Manila.

“Film ini berlatar di Tondo, ibu kota Filipina dan merupakan feature film kedua buatan saya yang selesai produksi tahun 2017. Film ini bercerita soal situasi masyarakat miskin kota di Filipina, kondisi tempat tinggal, juga tentang manifestasi globalisasi neo-liberal di negara tersebut,” ujarnya.

Jewel menjelaskan dirinya membuat film In the Claws of a Century Wanting selepas lulus sekolah film. Saat itu ia menjadi relawan pekerja sosial di organisasi yang berurusan dengan masyarakat miskin kota. Dari sana Jewel lalu berkenalan dengan masyarakat Tondo. Dua tahun berinteraksi dengan warga di sana, satu pertanyaan yang muncul di pikiran Jewel adalah apa yang bisa ia lakukan ketika ada banyak hal yang mesti dikerjakan di wilayah tersebut.

Baca juga: Rumput Tetangga: Mengintip Saling Sibuk Sendiri Sinema Asia Tenggara

“Tetapi ada satu momen spesifik yang sangat membekas. Saya sedang berbicara dengan bidan yang bertugas membantu perempuan hamil di Tondo yang ingin melahirkan dan tak punya akses ke rumah sakit. Ketika kami berbicara tentang warga di sana yang ditolak ketika pergi ke rumah sakit, terdapat jenazah yang tak kunjung dimakamkan di seberang jalan karena keluarganya tak memiliki uang untuk membeli tanah atau tempat untuk makam. Dan selama kami berbincang, kami terus-menerus disela oleh van kontainer yang lewat,” katanya.

Tulisan di van yang lewat, kata Jewel, berbunyi Italia, China, dll. Ia lantas melihat dua dimensi berbeda: van kontainer serta jejak industri pelabuhan yang mengelilingi masyarakat miskin kota di Tondo. Dalam hal ini, kemewahan pada kontainer yang lalu-lalang sangat kontras dengan kondisi warga di sana yang kesulitan bertahan hidup.

“Momen itu menyadarkan saya bahwa kemiskinan kerap kali diartikan sangat sederhana seperti kekurangan uang, pengaturan uang yang buruk, pengangguran, dll. Tentu saja hal-hal tersebut jadi bagian dari kemiskinan tapi saya menjadi sadar bahwa kemiskinan adalah sesuatu yang dialami orang sejak dirinya dilahirkan hingga dia meninggal. Ia hidup dalam sistem kemiskinan dan sedikit kontrol yang dapat mereka lakukan untuk bisa hidup secara berbeda. Hal inilah yang membuat saya ingin mendekonstruksi kemiskinan dari yang sederhana menjadi lebih kompleks serta sistemik,” jelasnya.

Trailer film In the Claws of a Century Wanting

Senada dengan Jewel, Puri Kencana Putri yang turut hadir dalam diskusi mengatakan persepsi orang terhadap kemiskinan terkadang lebih terkait dengan kesejahteraan dan gaya hidup. Hal ini terjadi pada masyarakat miskin kota di Filipina dan negara lain di Asia-Pasifik. Kemiskinan juga merupakan isu klasik yang tak jarang tertimbun dengan distraksi yang terjadi karena pembuatan kebijakan secara gegabah. Keadaan tersebut membuat keberadaan insan kreatif menjadi penting sebab mereka dapat memproduksi karya yang membuat masalah kemiskinan kembali dapat perhatian.

“Saya pikir kegigihan kelompok kreatif termasuk pembuat film yang mengangkat isu dengan cara pandang baru dalam rangka menyuarakan mereka yang tidak dapat bersuara harus dieksplorasi lebih di masa  mendatang. Kemiskinan bukan hanya soal kurangnya keinginan untuk tumbuh atau kekurangan uang tetapi hal itu menyangkut problem yang sistemik dan terdiri dari banyak lapisan,” ujar perempuan yang lama berkecimpung di bidang akivisme dan hak asasi manusia tersebut.

Dialog berarti yang tidak hanya menggunakan satu kategori sepanjang waktu dibutuhkan ketika bersinggungan dengan masyarakat miskin kota, terlebih saat pandemi seperti sekarang. Menurut Puri, film In the Claws of a Century Wanting perlu disaksikan oleh pemerintah dan lembaga penegak hukum.  

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top