Untuk pertama kalinya setelah enam tahun terselenggara, Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) kini digelar secara virtual. Acara tahunan ini akan berlangsung dari tanggal 18 s.d. 27 Juni 2021, serta dapat diakses oleh para penikmat film Indonesia secara gratis. Sederet film Australia dan Indonesia dengan beragam genre akan ditayangkan pada tahun ini. Tak hanya itu, akan diselenggarakan pula tiga webinar masterclass tentang animasi, promosi film, serta sinematografi dokumenter dan drone, yang dapat diikuti oleh para penonton. Pada edisi kali ini, FSAI hadir sebagai perayaan berbagai cerita yang menyoroti sejarah, keragaman, dan kreativitas Australia.
Keberlanjutan festival ini merupakan angin segar yang membawa dampak positif bagi penikmat film tanah air. Situasi pandemi saat ini menjadi sebuah momentum bagi FSAI untuk dapat menjangkau lebih banyak penonton dari berbagai penjuru nusantara. Hal ini diamini oleh Wakil Duta Besar Australia untuk indonesia, Allaster Cox, dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara daring pada hari Jumat (4/6) lalu.
“Dengan menyelenggarakan festival secara virtual, kami dapat memastikan jumlah penonton yang lebih besar dari sebelumnya, memiliki kesempatan untuk mengakses film, dan seminar masterclass yang luar biasa ini, secara aman dan gratis,” ungkapnya.
Menjelajahi Sejarah Australia
Seperti tahun-tahun sebelumnya, sederet film Australia dan Indonesia akan disajikan selama festival sinema ini berlangsung. The Furnace dipilih menjadi film pembuka sekaligus menandai pemutaran perdananya di Indonesia. Film yang disutradari oleh Roderick MacKay ini mengangkat kisah tentang seorang penunggang unta asal Afghanistan dan seorang pencuri emas, yang sedang berada dalam pelarian dengan dua batang emas bertanda mahkota. Selama hampir dua jam, penonton diajak bertualang menuju tungku (furnace) rahasia yang dapat menghilangkan tanda mahkota pada emas, sekaligus menyelamatkan kedua tokoh tersebut.
The Furnace menjadi sajian yang menghibur dan membuka wawasan mengenai sejarah Australia. Dengan latar cerita di wilayah Australia Barat tahun 1897, film ini mengangkat cerita sejarah yang jarang didengar oleh orang awam, yakni tentang para penunggang unta (atau disebut juga Ghan) di Australia. Sebagian besar dari mereka merupakan kaum Muslim dan Sikh yang berasal dari India, Pakistan, hingga Persia. Lewat film ini, penonton seolah diberi tahu bahwa kelompok Ghan tak hanya melakukan perjalanan melintasi gurun pasir yang luas, tetapi juga memegang peranan tersendiri dalam sejarah Australia. Mereka membentuk ikatan yang kuat dengan orang-orang Aborigin, suku bangsa asli Australia. Bahkan jika ditarik lebih jauh, kelompok Ghan juga turut serta dalam pembangunan Australia pada tahun 1870 s.d. 1920 sehingga kontribusinya patut untuk diingat dalam catatan sejarah.
Selain The Furnace yang bertema petualangan-sejarah, terdapat juga sederet judul menarik yang bisa ditonton sesuai jadwal pada 18-27 Juni mendatang. Ada film-film yang cocok ditonton bersama keluarga seperti H for Happiness dan Combat Wombat, film berkisah drama romantis seperti Dirt Music, film bercerita horror misteri seperti Relic, hingga film dokumenter tentang sinematografer bawah air pertama di dunia dengan kondisi quadriplegia berjudul Jaimen Hudson: From Sky to Sea. Sementara itu, terdapat dua film Indonesia yang akan diputar pada FSAI tahun ini, yakni Pendekar Tongkat Emas dan Milly & Mamet. Kedua film yang diproduseri oleh Mira Lesmana—seorang alumni Australia—ini sekaligus menandakan kedekatan hubungan Australia dan Indonesia dalam sektor perfilman.
Belajar dan Berkolaborasi
Aktris sekaligus pembawa acara, Marissa Anita, turut hadir sebagai Sahabat FSAI pada konferensi pers Festival Sinema Australia Indonesia. Sempat mengenyam pendidikan di Australia selama setahun, ia berbagi cerita tentang Australia dan pengalamannya beberapa kali bergabung dalam pembuatan film di negara tersebut. Pada sesi ini, Marissa berpendapat bahwa kedua negara bisa saling belajar dari satu sama lain. Misalnya, Indonesia, yang memiliki kekayaan dari segi cerita, dapat bertukar pengetahuan dengan Australia, yang mempunyai keunggulan dalam cara bercerita. Selain itu, ia juga berharap akan adanya exchange of knowledge dalam bidang akting antara Indonesia dengan Australia.
Baca juga: Dibuka oleh “Annette”, Berikut Deretan Film yang Masuk dalam Festival Film Cannes 2021
Penyelenggaraan festival tahunan ini tidak hanya menjadi ajang perayaan perfilman Australia-Indonesia, tetapi juga menjadi momentum untuk mempelajari perfilman negara tetangga. Perhelatan dengan format virtual kali ini memberikan kesempatan bagi semua penikmat film Indonesia untuk dapat menikmati festival sinema dari rumah masing-masing. Tiket untuk semua film dan acara bisa didapat secara gratis melalui laman FSAI 2021.