Artikel

Film “Penyalin Cahaya” Akan World Premiere dan Masuk Kompetisi Utama Busan International Film Festival (BIFF) 2021

Dari siaran pers

Jakarta, 2 September 2021 – Kabar baik datang dari perhelatan Busan International Film Festival (BIFF) ke-26 di Korea Selatan untuk film “Penyalin Cahaya” garapan sutradara Wregas Bhanuteja. Film yang dibintangi aktris muda bertalenta Shenina Cinnamon ini terpilih masuk dalam program kompetisi utama New Currents dan melakukan World Premiere di salah satu festival film terbesar di Asia tersebut. New Currents sendiri juga merupakan satu-satunya program kompetisi internasional film panjang di BIFF yang akan digelar pada 6 hingga 15 Oktober 2021.

Di kompetisi utama BIFF tersebut, film “Penyalin Cahaya” (judul internasional: “Photocopier”) produksi Rekata Studio dan Kaninga Pictures ini akan bersaing dengan sepuluh film dari delapan negara lain untuk memperebutkan empat penghargaan bergengsi, yakni New Currents Award, New Currents Audience Award, NETPAC Award, dan FIPRESCI Award. Selama 25 tahun terakhir, para sutradara yang filmnya telah berkompetisi di program New Currents BIFF sukses menjejakkan diri di panggung sinema global dan membuka jalan bagi sinema baru Asia.

“Film adalah medium komunikasi. Makin banyak orang mendengar kita berkomunikasi, maka argumen yang ingin disampaikan melalui film akan semakin disimak dan direnungkan. Festival film berfungsi untuk memperbesar gaung komunikasi itu. Dengan bertemu penonton internasional, peluang film ‘Penyalin Cahaya’ ini untuk didistribusikan ke negara lain pun semakin terbuka lebar. Artinya, masyarakat dunia juga dapat mendengar argumen film ini. Dan, karena perlawanan terhadap kekerasan seksual adalah sebuah concern bagi Indonesia dan dunia, maka festival film menjadi ruang untuk memperluas gaung perlawanan itu,” jelas Wregas Bhanuteja.

Film “Penyalin Cahaya” lahir dari pengamatan Wregas Bhanuteja atas realitas tentang banyak penyintas kekerasan seksual yang tidak mendapat ketidakadilan. Berbagai macam stigma, ketiadaan sistem pendukung, sedikitnya ruang aman, minimnya pengetahuan masyarakat akan kekerasan seksual menjadi penyebab para penyintas untuk memendam pengalaman kekerasan yang mereka alami. “Film ini adalah suara untuk melawan ketidakadilan yang terjadi di masyarakat kita hari ini,” ucap Wregas, yang juga turut menulis skenario film “Penyalin Cahaya”.

Cerita film “Penyalin Cahaya” mengenai SUR yang harus kehilangan beasiswanya karena dianggap mencemarkan nama baik fakultas usai swafotonya dalam keadaan mabuk beredar. Sur tidak mengingat apapun yang terjadi pada dirinya tadi malam. Ini adalah kali pertama Sur datang ke pesta kemenangan komunitas teater di kampusnya, dan mendapati dirinya tidak sadarkan diri. Sur meminta bantuan AMIN, teman masa kecilnya, seorang tukang fotokopi yang tinggal dan bekerja di kampus, untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada dirinya di malam pesta.

Menurut Shenina, pemeran Sur, film “Penyalin Cahaya” telah menyuguhkan cerita yang belum pernah didengarnya. Ia merasa film ini dapat menjadi salah satu cara untuk menyuarakan topik tentang kekerasan seksual. Bagi aktris berusia 22 tahun itu, memerankan karakter Sur merupakan tanggung jawab besar agar nilai-nilai yang hendak disuarakan lewat kisah “Penyalin Cahaya” bisa sampai ke penonton dan masyarakat.

Para pemeran Penyalin Cahaya dari kiri ke kanan: Dea Panendra, Jerome Kurnia, Shenina Chinnamon (depan), Mian Tiara (belakang), dan Lutesha

Dengan diterimanya “Penyalin Cahaya” untuk berkompetisi di BIFF, Shenina merasa bersyukur. “Saya sangat bangga bisa berkontribusi lewat berakting dalam film ini. Apalagi, ‘Penyalin Cahaya’ adalah film panjang pertama saya sebagai pemeran utama dan bisa masuk kompetisi di BIFF. Ada perasaan tidak menyangka juga pastinya. Saya juga berharap dengan film ‘Penyalin Cahaya’, kita bisa mengharumkan nama Indonesia di kompetisi festival film internasional ini,” ujar Shenina, yang sebelumnya pernah berakting dalam “Ratu Ilmu Hitam” (2019).

Selain Shenina, film ini pun diperkuat para aktor muda bertalenta, yakni Chicco Kurniawan (“Posesif”, “Detektif Soleh”), Lutesha (“My Generation”, “Ambu”), Jerome Kurnia (“Bumi Manusia”, “Dilan 1991”), Dea Panenda (“Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak”, “Toko Barang Mantan”), dan Giulio Parengkuan (“Dilan 1990”, “Ratu Ilmu Hitam”). Film “Penyalin Cahaya” merupakan produksi film panjang pertama dari Rekata Studio yang berkolaborasi dengan Kaninga Pictures. Bersama Wregas, Rekata Studio sendiri sebelumnya melahirkan film pendek “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” yang juga masuk kompetisi Wide Angle: Asian Short Film Competition dan lakukan World Premiere di Busan International Film Festival (BIFF) 2019.

“Program kompetisi utama New Currents di BIFF banyak melahirkan sutradara-sutradara besar Indonesia dan Asia. Dalam program ini, film-film feature pertama mereka diputar untuk pertama kalinya. Dengan masuknya film “Penyalin Cahaya” di program New Currents tentunya akan membuka peluang yang lebih besar bagi film ini untuk dapat dilihat oleh para stakeholder industri film di dunia, khususnya Asia. Dengan demikian, harapannya pencapaian “Penyalin Cahaya” di BIFF ini dapat semakin meningkatkan kualitas film-film yg akan diproduksi Rekata Studio berikutnya,” kata Adi Ekatama, produser “Penyalin Cahaya” dari Rekata Studio.

Dalam membuat film “Penyalin Cahaya”, produser Adi Ekatama dan Ajish Dibyo dari Rekata Studio berkolaborasi dengan Willawati, produser eksekutif dari Kaninga Pictures, yang pernah memproduksi film “Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak” (2017). Menurut Willawati, ajang akbar seperti BIFF mampu memberikan dampak signifikan bagi film “Penyalin Cahaya” dan juga bagi perfilman Indonesia secara umum. “Dengan melakukan World Premiere dan berkompetisi di program kompetisi utama New Currents di BIFF, semoga membuat film ‘Penyalin Cahaya’ ini dapat diterima oleh market internasional dan juga tentunya market di Indonesia,” ujar Willawati.

Pada tahun 2021 ini, Busan International Film Festival (BIFF) telah memasuki usia penyelenggaraan ke-26. Setiap tahunnya, dalam kondisi nonpandemi, BIFF bisa dihadiri lebih dari 190 ribu orang dan memutar lebih dari 300 film dari berbagai negara. Pada BIFF tahun ini, selain “Penyalin Cahaya”, sepuluh film lain yang turut berkompetisi dalam program kompetisi New Currents, yaitu “The Absent Director” (Iran), “The Apartment with Two Women” (Korea), “Asteroid” (Iran), “Farewell”, “My Hometown” (China), “House of Time” (India), “Memoryland” (Vietnam, Jerman), “Missing” (Jepang, Korea), “Pedro” (India), “Red Pomegranate” (Kazakhstan), dan “Seire” (Korea).

“Penyalin Cahaya” merupakan debut film panjang Wregas Bhanuteja. Sebelumnya, Wregas sudah melahirkan film-film pendek yang berhasil masuk kompetisi festival film internasional. Antara lain, “Lemantun” (pemenang Film Pendek Terbaik di XXI Short Film Festival 2015), “Lembusura” (berkompetisi di Berlin International Film Festival 2015), “Prenjak” (pemenang Film Pendek Terbaik di Semaine de la Critique-Cannes Film Festival 2016 dan Piala Citra FFI 2016), serta “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” (pemenang Piala Citra FFI 2019 dan berkompetisi di Sundance Film Festival 2020).

Film “Penyalin Cahaya” diperkuat oleh jajaran aktor-aktris muda maupun senior, serta para kru berpengalaman dalam industri film Indonesia. Di tengah lesunya perfilman Indonesia akibat kondisi pandemi, Rekata Studio dan Kaninga Pictures tetap terus berkarya melakukan proses produksi film “Penyalin Cahaya” dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Secara berkala, film “Penyalin Cahaya” bakal terus mengumumkan jajaran pemain lainnya dan sejumlah informasi menarik.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top