Tulisan merupakan bagian dari program apprenticeship Infoscreening
Dalam rangka menyambut Film Musik Makan 2020 yang akan diadakan pada Minggu, 8 Maret 2020 di GoetheHaus Jakarta, Kolektif menyelenggarakan pemutaran khusus film The Adams: Masa-Masa pada tanggal 6 Februari 2020 lalu. Pemutaran ini diadakan di Kinosaurus Jakarta bagi para undangan. Secara sederhana, film dokumenter tersebut merupakan perwujudan pengalaman band The Adams sejak tahun 2014 dalam menggarap album terbaru mereka bertajuk Agterplaas. Album ini dirilis pada 2019 setelah The Adams absen selama 13 tahun semenjak kehadiran album kedua mereka pada 2006.
Pemutaran film ini kemudian dilanjutkan dengan diskusi santai bersama para narasumber, seperti sutradara film The Adams: Masa-Masa Cakti Prawirabhisma beserta para personel band The Adams, pembuat film Between the Devil and The Deep Blue Sea, pendiri Kolektif Meiske Taurisia dan juga Alexander Matius selaku wakil dari tim program Film Musik Makan 2020 sekaligus juru program Kinosaurus.
Menurut Saleh Husein selaku gitaris dan vokalis The Adams, film The Adams: Masa-Masa merupakan film dokumenter musik panjang pertama dari band The Adams yang dirangkum oleh Cakti dalam memperlihatkan ketidakpastian sekaligus proses kreatif mereka dalam melahirkan album Agterplaas. Cakti sendiri merupakan fotografer panggung musik yang setia mendokumentasikan perjalanan band The Adams sejak tahun 2013 silam, karenanya film ini dapat dilihat sebagai film debut penyutradaraannya.
Suguhan Film Musik Makan 2020
Berbeda dengan film The Adams: Masa-Masa yang memperlihatkan kerja keras kaum pria dalam melahirkan karya bersama, maka diskusi mengenai Between the Devil and The Deep Blue Sea fokus menceritakan pengalaman produksi Dian Herdiany, Prima Rusdi, dan Dwi Sujanti Nugraheni sebagai sutradara. Film dokumenter ini berkisah tentang Ona, perempuan muda dari Kaledupa, yang meskipun dianggap paling “liar” di kampungnya dikarenakan tidak mengenakan hijab serta bersikap berani, sesungguhnya Ona memiliki pengalaman yang begitu traumatis. Usaha Ona dalam menjadi perempuan independen dan percaya diri merupakan potret yang ingin disampaikan oleh para pembuatnya.
Dua film dokumenter panjang yang telah dibahas di atas akan ditayangkan pada acara Film Musik Makan 2020 bersama Mountain Song, karya film fiksi panjang debut dari sutradara Yusuf Radjamuda yang telah memenangkan penghargaan New Talent Award Best Scriptwriter di Shanghai International Film Festival pada 2019. Bagi Alexander, ketiga film panjang yang dipilih oleh tim program memiliki satu tema yang sama, yaitu perjuangan.
Penjaringan Karya Baru dan Segar
Memasuki tahun keenamnya, Film Musik Makan memfokuskan diri pada sejumlah karya baru dan segar milik sineas Indonesia dengan cara yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu melalui open submission bagi film pendek. Tercatat 126 film yang telah dikurasi, dengan 9 film pendek yang dipilih oleh tim Kolektif, serta 2 film pendek pilihan Alexander Matius dan Lisabona Rahman. Kedua film tersebut adalah Astral dari sutradara Piet Patrik dan Jemari yang Menari di Atas Luka-Luka dari sutradara Putri Sarah Amelia.
Baca juga: Kisah dan Tiga Lagu Dialita Tutup Film Musik Makan 2019
Selain itu, Acara Film Musik Makan 2020 pun akan menghadirkan dikusi bertajuk “Film, Mahasiswa dan Film Mahasiswa” yang membahas pentingnya mahasiswa dan film dalam ekosistem perfilman Indonesia, baik di ranah aktivisme maupun kreativitas produksi. Diskusi akan diisi oleh Ekky Imanjaya (Dosen studi film Universitas Bina Nusantara), Makbul Mubarak (Sutradara dan dosen program studi film Universitas Multimedia Nusantara) dengan moderator Lulu Ratna (Boemboe).
Meiske menambahkan bahwa kehadiran Film Musik Makan merupakan bentuk nyata akan keinginannya untuk mendekatkan teman-teman dari bidang film dan musik. Hal ini dikarenakan kedua cabang tersebut sesungguhnya saling bergantung satu sama lain, layaknya film yang membutuhkan musik dan juga sebaliknya. Kehadiran Lapak Makan Sineas pun akan menambah keseruan acara, seperti kehadiran Mamu & The Yellowhand, minuman herbal ala Indonesia, milik Dita Gambiro yang merupakan penata artistik dari film Galih & Ratna dan The Man of The Sea.
