Berita
Gunawan Paggaru Terpilih Sebagai Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia 2022-2026
JAKARTA – Setelah tertunda dua tahun, Badan Perfilman Indonesia (BPI) akhirnya menggelar kongres pada tahun ini. Berbagai urusan teknis sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) BPI dibahas; pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas, perubahan dan penetapan anggaran dasar dan/atau perubahan dan penetapan anggaran rumah tangga, penyusunan tata kelola organisasi, dan penyusunan dan penetapan program kerja BPI.
Mengenai pemilihan Ketua Umum BPI, Ketua Steering Committee Kongres BPI 2022 Berhard Uluan Sirait menjelaskan bahwa pemilihan bakal calon ketua umum dilakukan sebelum pelaksanaan kongres. Hasilnya, terdapat empat nama calon ketua umum yang akan menggantikan produser Chand Parwez Servia, yakni sutradara Adisurya Abdy, aktor Gusti Randa, produser Fauzan Zidni, dan sutradara Gunawan Paggaru.
Dari empat nama tersebut, Gunawan Paggaru terpilih sebagai ketua umum BPI periode 2022 s.d. 2026. Proses pemilihan ketua umum BPI dari empat calon kandidat tersebut dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2022 di hotel Pullman Central Park, Jakarta.
Berhard juga mengatakan pihaknya terus mendorong upaya menyediakan BPI sebagai wadah untuk seluruh pelaku perfilman di tanah air. Dia menegaskan pentingnya penguatan infrastruktur dan superstruktur guna mendukung perfilman nasional.
Dukungan Negara Melalui Kongres Badan Perfilman Indonesia 2022
Dalam kongres, pelaku industri dan seluruh elemen dalam ekosistem perfilman membahas langkah ke depan film tanah air setelah cukup terpuruk selama pandemi Covid-19.
Perwakilan dari pemerintah yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) menegaskan komitmennya dalam mendukung kemajuan dan penguatan ekosistem perfilman Indonesia. Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemdikbudristek, Ahmad Mahendra mengatakan bahwa hal tersebut menjadi salah satu fokus dari kementeriannya.
“Bahkan kebijakan dan program strategis kementerian pun ditujukan untuk pemajuan perfilman dan penguatan ekosistem perfilman,” jelas Mahendra yang turut hadir dalam acara Kongres Badan Perfilman Indonesia (BPI) 2022, di Jakarta, Jumat (25/3/2022).
Baca juga: Subtitle dan Perannya Terhadap Perkembangan Industri Film Indonesia
Mahendra menyebut telah menyiapkan dukungan anggaran pada tahun 2023 untuk penguatan ekosistem perfilman mulai dari bidang pendidikan hingga apresiasi. Kendati demikian, dia tidak menyebut berapa anggaran yang disiapkan untuk tahun depan. Anggaran tersebut, lanjut Mahendra, diharapkan bisa ikut dikelola oleh BPI.
Selain itu, terdapat dana abadi kebudayaan yang diluncurkan oleh Menristekdikbud, Nadiem Makarim dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani untuk mendukung berbagai kegiatan perfilman mulai dari event, microcinema dan lain-lain. Dari total dana yang diinvestasikan yakni sebesar Rp 3 triliun, bunganya akan digunakan untuk kegiatan seni budaya. Artinya, dana yang dialokasikan untuk pelaku budaya itu tidak hanya ditujukan untuk perfilman.
“Yang bisa dipakai Rp 185 miliar untuk pelaku budaya” terang Mahendra.
Direktur Akses Pembiayaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Hanifah Makarim menilai jumlah dana tersebut tidak akan pernah memadai apalagi industri perfilman sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Di sisi lain, banyak sektor dan subsektor lain juga yang membutuhkan dukungan dan bantuan dari pemerintah.
“Kalau ditanya memadai apa enggak ya pasti kurang terus. Bantuan pemerintah apapun itu pasti dirasa kurang cukup karena hampir semua subsektor itu berdarah-darah, semua butuh bantuan,” jelasnya pada kesempatan yang sama.
Kendati demikian, Hanifah menegaskan bahwa Rp 185 miliar tersebut harus betul-betul dimanfaatkan dengan baik dan alokasinya tepat sasaran.
Sineas Arturo Gunapriatna juga menuturkan harapannya agar industri perfilman kembali bangkit setelah dua tahun pandemi. Tidak hanya pulih dari krisis, namun juga diharapkan bisa terus berekspansi ke seluruh Indonesia agar kegiatan perfilman tidak hanya berpusat di ibu kota saja.
“Apalagi sekarang era digital, semua dimudahkan. Saya tahu Yogyakarta itu sudah bagus, Makassar juga. Saya karena di LSF jadi nonton semua film. Film itu bahasa masa depan” ujarnya.
Dia tidak ingin kegiatan perfilman hanya berputar di DKI Jakarta saja, namun juga bisa sampai ke Papua. Dia ingin negara untuk memberikan ruang bagi masyarakat Papua juga untuk ikut berpartisipasi dan berkarya di industri film nasional.[]