Sebagaimana kita tahu, situasi pandemi ini memengaruhi hampir segala hal, termasuk bidang perekonomian. Para pekerja film termasuk orang-orang yang terkena dampak tersebut. Oleh sebab itu para sineas mulai bergerak dalam sejumlah kegiatan amal (charity) untuk membantu mereka.
Infoscreening dan Novy Astria bersama anggota tim yang terdiri dari Panji Mukadis, Emil Kusumo, Ridho Nugroho, dan Edin Renandi menginisiasi kegiatan menonton sambil berdonasi. Tercetuslah #KawanSinema yang pemutaran sesi pertamanya telah terlaksana Sabtu (2/05) lalu dengan memutar empat film pendek beragam genre. Empat film yang telah diputar secara live di saluran Youtube Infoscreening tersebut antara lain: TOS (Andra Fembriarto), #Blessed (Candra Aditya), Lukisan Di Dinding (Orizon Astonia) dan It Could Have Been A Perfect World (Adhyatmika Pandu). Program ini lantas dilanjutkan dengan diskusi bersama para sutradara yang dipandu oleh Panji Mukadis dari Infoscreening dan Novy Astria.
Film dan cerita di belakangnya
Keempat film pendek tersebut memiliki kesamaan dalam hal perasaan dan emosi dasar yang dimiliki oleh manusia. TOS berbicara tentang rasa sayang yang muncul dalam dinamika hubungan Ayah dan Anak. Dalam sesi diskusi Andra mengatakan film ini terinspirasi dari kehidupan pribadinya sendiri. Pencahayaan film ini menggunakan benda-benda keseharian dan direkam dengan menggunakan Sony A6000 yang baru ia punya kala itu.
#Blessed menunjukkan rasa bangga yang dimiliki oleh manusia dalam memiliki (atau pura-pura memiliki). Rasa bangga itu pun kemudian menular pada orang-orang yang melihatnya, walaupun mimpi mereka untuk memiliki hal yang sama adalah semu. Film ini merupakan bagian dari Anti-Corruption Film Festival (ACFFEST) 2018. Selain sedang sibuk mempromosikan novelnya, When Everything Feels Like Romcoms, Candra mengaku saat ini skenario yang ia buat sedang berkompetisi dalam program yang diselenggarakan oleh APROFI.
Baca juga: Images Festival: Pribumi, Teknologi, dan Pandemi
Lukisan Di Dinding menebar rasa takut lewat situasi yang tidak sesuai rencana. Ozon mengatakan kalau film ini terinspirasi dari Theory of Chaos di mana sesuatu yang harusnya berjalan sesuai harapan tetapi berubah dengan adanya berbagai kejutan. Ozon yang membuat film pendek sejak tahun 2013 saat ini bekerja sebagai videografer.
Sementara It Could Have Been A Perfect World mengingatkan kita kembali pada berbagai rasa yang bisa kita alami dalam suatu hubungan. Film ini sebetulnya membicarakan tentang kerinduan, bukan kehilangan, ujar Mika. Film yang dibuat hampir sepuluh tahun lalu ini ia rasakan memiliki lebih banyak dampak ketika bisa beredar di media daring seperti saat ini. Film ini masuk nominasi Film Pendek Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2011.
Pandemi dan kegelisahan
Di balik berbagai macam perasaan yang bisa dialami manusia, seperti hidup dalam Theory of Chaos, di masa pandemi ini muncul pertanyaan, apa yang kamu takutkan saat ini?
Candra mengaku, ada ketakutan dalam memikirkan masa selanjutnya di mana dunia perfilman sedang tidak ada syuting. Andra juga terpaksa menunda keterlibatannya dalam proyek film dokumenter dan webseries. Hal yang sama dialami oleh Mika, di mana ia harus membatalkan syuting film pendek terbarunya. Saat ini saya lebih banyak kembali mempelajari lagi pengetahuan-pengetahuan tentang film, tambahnya. Novy bercerita, selama pandemi ini, banyak kru film yang mengalami kesusahan, mereka beralih profesi dan melakukan kerja serabutan. Ia berharap dengan adanya program #KawanSinema ini paling tidak bisa mengumpulkan donasi sebesar lima puluh juta rupiah untuk didistribusikan pada para pekerja film yang membutuhkan.
Baca juga: #KawanSinema: Berdonasi Saat Ramadan Melalui Streaming Film Pendek dan Diskusi
#KawanSinema tidak berhenti sampai di sini. Ke depannya akan ada pemutaran daring secara live lagi serta sharing dan diskusi. Yuk salurkan donasi Kawan semua melalui saweria.co/novyastria. Saluran donasi tersebut masih dibuka hingga 10 Mei nanti. Sebagai informasi, setelah pemutaran sesi pertama itu selesai donasi yang terkumpul sebesar Rp1.546.000,-.
Besok pagi, ketika kita bangun, akankah kita kembali merasa takut dengan ketidakpastian dan rindu yang hilang? Atau bisakah kita terbiasa dengan hal itu untuk kemudian mengubahnya menjadi rasa sayang dan bangga terhadap eksistensi diri kita sendiri?
