Oleh Adi Rosidi Pandega
Klub DIY Menonton (KDM) adalah program pemutaran dan diskusi yang dilaksanakan pertama kali pada Maret 2016. KDM memosisikan diri sebagai program pemutaran dan diskusi yang berlangsung secara berkesinambungan, selaras dengan slogan dan seruan KDM: “Durabilty! Sustanbility! Long Live Alternate Screening!”. Tahun 2017 merupakan tahun kedua KDM menyelenggarakan program pemutaran dan diskusi film. Tahun ini KDM kembali didukung oleh Seksi Perfilman Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta serta dikelola secara kolaboratif oleh SAAP – Think & Create, Paguyuban Filmmaker Jogja, dan Yuk Nonton!!!
Tema besar yang menjadi payung program pemutaran KDM tahun 2017 adalah “Sinema & Konteksnya”. Tema tersebut dipilih karena relatif fleksibel untuk mengelola dan membaca dinamika sinema dalam topik yang luas dan beragam, misalnya: sinema dan politik, sinema dan sejarah, sinema dan gender, sinema dan kota, dan lain sebagainya.
***
Setelah KDM berkolaborasi dengan ICPSFF di edisi ke-22, pada edisi ini KDM melakukan kerjasama dengan festival film pendek dari Australia, ReelOzInd!. Pemutaran kali ini sedikit berbeda dari segi tempat pemutaran dan acara. KDM #23 X ReelOzInd! diselenggarakan di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) yang bertempat di Jl. Sagan 3, Yogyakarta. Jam penyelenggaraan acara pun dimulai lebih awal, yakni pukul 13.30 WIB sampai pukul 21.00 WIB. Yang menarik dari pemutaran edisi ke-23 ini, KDM dipercaya oleh ReelOzInd! untuk mengadakan premier atau pemutaran perdana untuk film-film pendek pilihan ReelOzInd! di Indonesia, tepatnya di Yogyakarta. Pada mulanya KDM #23 X ReelOzInd! dijadwalkan untuk memutar 17 film yang seluruhnya dirangkum dalam tema ‘Water and Waterproof’. Namun, dikarenakan ada permasalahan teknis di salah satu film, Seorang Kambing karya Tunggul Banjaransari, sebanyak 16 film diputar hari itu dengan rincian 14 film pendek yang merupakan bagian dari ReelozInd! dan KDM memutar 2 film lainnya. Tercatat sebanyak 258 penonton hadir dalam rangkaian pemutaran KDM #23 X ReelOzInd!.
Eugene Sebastian, Direktur AIC, dalam suratnya menyatakan bahwa AIC (Australia- Indonesia Centre) berkomitmen untuk lebih mendekatkan kedua negara melalui kolaborasi penelitian ilmiah, inisiatif-inisiatif diplomasi bilateral, serta pertukaran budaya. Dengan penjurian oleh jajaran tokoh industri film dan akademisi, ia berharap ReelOzInd! dapat terus menceritakan kisah-kisah dari tetangga dekat serta dapat membangun pemahaman untuk tahun-tahun mendatang.
Tema pemutaran ReelOzInd! adalah Water. Dalam pengantaranya, Jemma Purdey, penyelenggara ReelOzInd!, menyatakan bahwa “tema ReelOzInd! Australia Indonesia Short Film Competition 2017 adalah Water. Sebagai negara kepulauan dan saling bertetangga, warga Australia dan Indonesia memiliki hubungan khusus dengan laut dan perairan yang mengelilingi tanah mereka.” Suluh Pamuji sebagai programer KDM menyatakan bahwa KDM ingin menjadi kolaborator program dan mempertajam tema ReelOzInd! 2017 yang secara perdana diselenggarakan di Yogyakarta, Indonesia. “Waterproof adalah respon kreatif dan kuratif kami atas tema yang diusung ReelOzInd! tahun ini: Water. Dalam program pemutaran dan diskusi yang kami dedikasikan sebagai Pra-Opening Premiere ReelOzInd! 2017, kami ingin menyodorkan keberadaan air dari sudut yang berbeda,” demikian jelas Suluh.
Pemutaran Slot 1
- Living In Rob
Banjir yang diakibatkan oleh pasang air laut (rob) dapat memengaruhi kehidupan warga setempat yang terkena dampak, misalnya sejumlah warga di Pekalongan. Mereka merespon banjir tersebut dengan menyampaikan keluh kesah mereka hidup di daerah banjir dan bagaimana cara mereka beradaptasi dengan keadaan.
- Anak Koin
Pelabuhan Bakauheni adalah salah satu pelabuhan yang termasuk sibuk dalam menjalankan aktivitas jasa penyeberangan, membuat banyak profesi yang sebenarnya tidak diakui legalitasnya semakin marak. Anak Koin contohnya. Beberapa anak di bawah umur yang tinggal di sekitar pelabuhan menggantungkan hidup mereka pada profesi tersebut. Agus akan membawa kita untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kehidupan anak koin ini.
Penonton yang datang di Slot 1 tidak terlalu banyak, hanya berkisar 38 orang. Hujan yang turun mendekati jam pemutaran kemungkinan mengakibatkan menurunnya animo penonton untuk datang ke tempat pemutaran. Meski demikian, pemutaran tetap berlangsung dengan nyaman dan lancar tanpa kendala apapun.
Diskusi Slot 1
Diskusi Slot 1 dimoderatori langsung oleh Suluh Pamuji. Narasumber yang hadir pada diskusi Slot 1 adalah Fuad Hilmi, sutradara Living in Rob. Pendekatan film dokumenter yang dilakukan Fuad dan bagaimana Fuad memilih isu sebagaimana ditampilkan dalam film menjadi pertanyaan pembuka Suluh untuk memulai diskusi siang itu. “Ide cerita berawal dari ketika saya sekolah SMK. Saya magang di salah satu ISP (Internet Service Provider) di Pekalongan. Salah satu pelanggan saya ketika itu tinggal di daerah rob. Dari situ, saya dan teman-teman terjun ke lapangan, mendekati warga-warga disana, dan berlanjut ke proses pembuatan film Living in Rob yang berkisar selama 6 bulan,” jawab Fuad.
Suluh kemudian bertanya, “Sebenarnya apa yang ingin kamu nyatakan di film Living in Rob dan bagaimana dinamikanya?”
“Awal mula logline film ini, kita ingin mengangkat potret masyarakat Pekalongan yang terkena dampak rob. Sebenarnya yang ingin kami presentasikan dari film ini adalah agar penonton bisa merasakan juga apa yang dialami masyarakat yang terkena dampak rob, contohnya dari shot-shot kotoran, anak kecil yang kebanjiran ketika berangkat sekolah, dll,” ungkap Fuad.
Pemutaran Slot 2
Bersamaan dengan hujan yang mulai reda, penonton mulai berdatangan. Tercatat pemutaran Slot 2 dipenuhi sekitar 75 penonton yang memadati LIP Yogyakarta. Film yang dijadwalkan untuk diputar di Slot 2 cukup banyak, terdapat 9 film kompetisi dari ReelOzInd!, antara lain:
- Entangled karya Jenae Hall
Seorang gadis kecil dalam balutan pakaian renang yang lusuh berdiri di pantai berpasir menyaksikan ombak yang menyapu lembut kakinya. Ia masuk ke dalam laut dan menyelam. Suasana di sekitarnya awalnya tampak tenang dan pelan kemudian berubah menjadi kacau dan tidak terkendali.
- Lost (Hilang) karya Rose Clynes dan Jonathan Soerjoko
Seorang gadis kembali ke Indonesia dan menemukan dirinya menjadi orang yang sama sekali asing di negaranya sendiri. Merasa hilang arah, ia pun pergi ke pantai dan bertemu seorang perempuan lainnya. Mereka berbicara tentang keluarga, rumah, dan kekuasaan yang dimiliki laut untuk memisahkan seseorang dengan orang-orang yang dicintainya. Mereka pun sadar bahwa mereka sama-sama memiliki hubungan yang lebih dalam daripada yang disadari sebelumnya.
- Somersault Pike karya Kate Lefoe
Seorang penyelam yang kompetitif menghadapi ketakutan dalam dirinya.
- Water karya Sherrene Chua
Air selalu bergerak, selalu mengalir. Sebuah persembahan untuk air, elemen yang membuat kita tetap hidup tapi sekaligus dapat menjadi ancaman.
- Mukhtar’s Story karya Tim Barretto
Mukhtar adalah korban selamat dari tsunami tahun 2004. Dalam dokumentasi pendek ini, ia membagi kisah perjuangannya yang luar biasa dan menyentuh hati. Kecakapan yang dimiliknya menyelamatkan hidupnya.
- A Gentle Giant karya Mark Pearce
Lobster raksasa Tasmania adalah yang terbesar di antara jenis lobster di dunia. Namun habitatnya kini hancur akibat tergerusnya sedimen sungai sebagai dampak dari penebangan hutan. Todd Walsh, sang penyelamat lobster, tumbuh besar dengan binatang laut yang hidup di sungai-sungai wilayah utara di pulau paling selatan Australia ini. Ini adalah aksinya untuk melindungi.
- Tour On Mud (Ojek Lusi) karya Winner Wijaya
Pada 29 Mei 2006, terjadi bencana lumpur panas di lokasi pengeboran gas milik PT Lapindo Brantas di Sidoarjo. Semburan lumpur panas ini telah menenggelamkan sedikitnya 16 desa. Hingga tahun 2017, ganti rugi bagi rumah penduduk belum juga diselesaikan. Sejumlah korban lumpur Lapindo kini menjual DVD berisi dokumenter tentang bencana itu dan menyiapkan tur dengan ojek motor di lokasi bencana lumpur.
- Water For Grandpa Jan karya Abimanyu Kaeng
Anak kembar, Aldo dan Aldi, membantu tetangga kesayangan mereka menemukan sesuatu yang sangat berharga.
- The Fisherman karya Gracey Criss
Persahabatan yang tumbuh di tepi sungai.
Pemutaran berlangsung seru. Film-film yang disajikan membuat para penonton tertawa terbahak, seperti film Water For Granpda Jan dan Ojek Lusi. Film A Gentle Giant membuat penonton fokus dan terdiam karena memang film tersebut mengetengahkan urgensi tentang hewan yang harus dilindungi.
Diskusi Slot 2
Diskusi Slot 2 menghadirkan narasumber sutradara dari Lost (Hilang), Rose Clynes dan Jonathan Soerjoko, serta dimoderatori oleh Bambang “Ipoenk” KM. Ipunk membuka pertanyaan untuk Jon dan Rose tentang bagaimana director statement beserta fungsinya di Lost (Hilang).
Rose dan Jonathan menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai basic skill di film. Mereka sama-sama bertemu di Yogyakarta karena pertukaran pelajar. Mereka berdua berinisiatif membuat film untuk pertama kalinya dengan tema culture shock dan jarak yang jauh antara Indonesia dan Australia.
Diskusi berjalan seru. Jon dan Rose yang notabene dari Australia sangat fasih berbahasa Indonesia. Beberapa penoton juga merespon dengan bertanya ke Jonathan dan Rose. Seperti Moyes dari Montase yang bertanya tentang apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh film Lost (Hilang) ini. Menurut Jonathan, pesan film ini ke penonton adalah tentang refleksi identitas, karena di manapun kita berada, kita harus membawa identitas daerah tersebut bersama kita.
Lalu Lidia dari Paguyuban Filmmaker Jogja juga bertanya kepada Jonathan dan Rose tentang mengapa di film ini harus mengambil set di Yogyakarta. Jonathan dan Rose mengungkapkan kenapa bisa shooting di Yogyakarta. Saat itu Jonathan dan Rose sama-sama bertemu di Yogyakarta, Jonathan mengambil pertukaran pelajar, sedangkan Rose mendapat beasiswa di kota yang sama. Selain menetap untuk sementara di Yogyakarta, bagi Jonathan dan Rose, Yogyakarta juga memiliki budaya yang menarik dan tempat-tempat yang indah, seperti misalnya pantai-pantai di pesisir Yogyakarta.
Sekitar pukul 17.30 WIB, pemutaran Slot 2 pun diakhiri dengan tepuk tangan yang meriah. Pada saat break menunggu pemutaran Slot 3, penonton menikmati suasana LIP Yogyakarta sembari menikmati Kopi Jo dan cemilan yang disediakan panitia.
Pemutaran Film Slot 3 dan Awarding Night
Pemutaran Slot 3 lebih meriah dibanding dua slot sebelumnya. Sebanyak 145 penonton memadati Aula LIP Yogyakarta. Beberapa narasumber dan perwakilan dari ReelOzInd! juga telah hadir untuk menyaksikan lima film terakhir dan mengikuti acara Awarding Night. Narasumber yang hadir untuk diskusi Slot 3 antara lain Eugene Sebastian (Direktur AIC), Khrisna Sen (Juri Utama), Geildyan Dwiputra (Youth Jury), Dery Prananda (sutradara Arohaui), dan Rifki Oktaviano (perwakilan Bocor/Leak). Eugene Sebastian menyatakan dalam sambutannya bahwa ia sangat bangga dengan acara ini. Acara ini merupakan kolaborasi dari dua negara, Indonesia dan Australia. Eugene juga mengungkapkan rasa terima kasihnya pada para juri dan seluruh pihak yang turut membantu terselenggaranya ReelOzInd! di tahun kedua ini.
Dalam pemutaran slot 3 terdapat lima film yang diputar. Film-film tersebut antara lain :
- Bocor (Leak) karya Alif Abrar, Rifqi Athallah, dan Dito Ramadhan
Sebuah musibah yang dianggap kecil namun dampaknya besar bagi masyarakat.
- Sonet 88 karya Kristian Lupinski dan Nick De Gabriele
Seorang laki-laki berkendara menyusuri hutan. Di bak belakang mobilnya terdapat sebuah tong sampah yang tertutup rapat. Ia mengingat kembali pertengkaran yang baru terjadi bersama kekasihnya. Kemarahannya kali ini dapat mendorongnya melakukan hal yang tak terpikirkan sama sekali.
- The Hotel’s Water karya Roufy Nasution
Seorang petugas kebersihan hotel membersihkan salah satu kamar hotel. Saat ia membersihkan kamar itu, ia mengalami suatu peristiwa yang belum pernah dialami sebelumnya.
- Arohuai karya Dery Prananda
Kisah tentang hidup, perjuangan, dan kerinduan.
- Aquiesence karya Fierrany Halita
Saksikan perubahan dunia melalui sepasang mata milik sebatang pohon. Fig adalah sebatang pohon beringin ajaib yang selamat dari tragedi yang menghancurkan ekosistem tempat tinggalnya. Ia berusaha beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Namun perubahan tidak pernah berhenti, seperti sebuah siklus yang tiada akhirnya. Fig menjadi saksi bagi setiap perjumpaan dan perpisahan atas perubahan ini.
Film The Hotel’s Water berhasil menuai gelak tawa penonton karena ceritanya yang menggelitik. Film Arohuai membuat penonton kagum, dibuktikan dengan tepuk tangan meriah yang berlangsung dalam beberapa saat.
Diskusi Slot 3
Diskusi Slot 3 dimoderatori oleh perwakilan ReelOzInd!, Dr. Gaston Soehadi. Gaston memberikan pertanyaan kepada juri utama, Khrisna Sen, berkaitan dengan tanggapan Khrisna tentang film yang masuk dalam kompetisi ReelOzInd!. “Film pendek tidak harus sempurna tapi yang penting film pendek harus mempunyai bahasa yang lirikal, contohnya seperti 2 film terakhir di slot 3 ada semacam puisi di film tersebut,” ungkap Khirsna Sen.
Dila dari Festival Film Fisipol UGM menanyakan, “Karena ini adalah festival film bilateral antara Indonesia dan Australia, apakah film-film kompetisi ReelOzInd! ini menghubungkan relasi antara Indonesia dan Australia dan apakah inti dari film-film ini juga perlu mengaitkan antara kedua negara tersebut?”
“Festival film ReelOzInd! berasal dari funding pemerintah Australia lewat Monash University. Program ini tidak bisa kita anggap sebagai hubungan yang terlalu dekat antara pemerintah Australia dan Indonesia. Kita harus menganggapnya sebagai pertukaran kultur antara komunitas Indonesia dan Australia. Tiap film di kompetisi ReelOzInd! tidak harus mendekati tentang Australia dan Indonesia karena tiap tahun sudah ada tema yang ditentukan, seperti tahun kemarin temanya adalah ‘Tetangga’ dan tahun ini ‘Air’,” jawab Khrisna Sen.
Diskusi berlangsung seru dan hangat, beberapa penonton menyimak diskusi dengan khidmat, tetapi ada juga beberapa penonton yang sudah mulai meninggalkan ruangan.
Galuh dari Pascasarjana ISI Surakarta bertanya pada Dery, sutradara film Arohuai, berkaitan dengan kesensitifan film tersebut―karena film tersebut bercerita tentang buronan politik yang pergi mencari suaka di Australia―dan bagaimana pro dan kontra tentang film Arohuai. Dery mengungkapkan, “Saya sebenarnya tidak tahu film ini sensitif atau tidak. Itu yang menentukan adalah penonton yang melihat film ini dan yang paling penting adalah bagaimana saya dan Tika (produser film Aruhoi) bercerita lewat film ini.” Lalu ditengah jawaban Dery, Khrisna Sen menyeletuk, “Lebih sensitif lagi adalah film yang terakhir,” yang kemudian diikuti tawa penonton. Diskusi Slot 3 diakhiri dengan tepuk tangan meriah lalu dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada pemenang dari kompetisi film pendek ReelOzInd!.
Lidia dari Paguyuban Filmmaker Jogja mengatakan bahwa dia sudah menonton kompilasi ReelOzInd! dua kali, tahun lalu dan tahun ini. Ia berpendapat bahwa film ReelOzInd! tahun ini lebih berkualitas dari tahun lalu dan ragam genre yang disajikan juga banyak.
Dega dari Avikom berpendapat bahwa pemutaran ReelOzInd! merupakan acara yang seru baginya. Dega mengatakan bahwa air yang membuat Indonesia dan Australia terpisah tapi film yang membuat kedua negara tersebut menyatu.
Awarding Night
Film Arohuai karya Dery Prananda memenangkan tiga penghargaan sekaligus untuk kategori Best Collaboration, Best Film, dan Best Documentary. Rose Clynes dan Jonathan Seorjoko memenangkan penghargaan untuk filmnya Lost (Hilang) dalam kategori Best Fiction.
Selanjutnya, yang mendapat penghargaan namun pembuat film tidak bisa hadir antara lain film Water For Grandpa Jan karya Michael Abimanyu Kaeng yang memenangkan kategori Best Youth dan film Aquiscene karya Fierrany Halita yang memenangkan kategori Best Film dan Best Animation.
Acara secara keseluruhan berakhir sekitar pukul 21.30 WIB yang ditutup dengan foto bersama. Hujan yang kembali turun dengan lebat membuat penonton saling mengakrabkan diri satu sama lain sembari menunggu hujan reda.