Berita

Keluarga dan Seks(ualitas) di Tengah Pandemi

Tulisan merupakan bagian dari program apprenticeship Infoscreening

Pandemi corona telah membawa perubahan besar dalam aktivitas rutin semua orang. Dengan imbauan #dirumahsaja membuat sentral kehidupan berpindah di rumah. Ini bisa menjadi sesuatu yang baik atau malah buruk.

Jika kamu tinggal di keluarga yang toxic, aktivitas di rumah saja menjadi tantangan tersendiri, tetapi jika hubunganmu dengan keluarga “baik-baik” saja, #dirumahsaja hanya soal adaptasi karena jadi lebih sering bertemu.

Selain relasi dengan keluarga, hal lain yang terdampak karena pandemi ini adalah seksualitas. Baik hubungan hetero maupun gay. Sejatinya benang merah inilah yang menjadi tema dalam pemutaran film yang diadakan oleh SineCovi 23–25 April 2020 lalu.

Pada pemutaran perdana, dua film A Dinner with Astronout karya sutradara Rein Maychaelson dan Kisah di Hari Minggu karya Adi Marsono ditayangkan via YouTube live. “Pandemi corona membuat kita menjadi lebih dekat dengan keluarga karena di rumah aja. Kedua film ini diputar  untuk mengangkat tema yang dekat dengan kita yaitu keluarga,” kata Faisal Hafizh, kurator untuk pemutaran film di hari pertama.

Tidak hanya mengangkat tema keluarga, sebenarnya kedua film ini juga berfokus pada konstruksi gender yang memisahkan peran ayah (laki-laki) dan ibu (perempuan) di dalam keluarga. Serta, bagaimana akibat pembagian ini memberikan dampak akan sikap anak terhadap orangtuanya.

Di pemutaran hari kedua dan ketiga, empat film yang diputar mengangkat tema LGBTQ. Bias karya Fachri Al Jupri, 50:50 karya Rofie Nur Fauzie, serta The Game Kiss dan The Last Time karya sutradara Paul Agusta.

Baca juga: Ray Laki-laki dan Dia Diperkosa, Ada yang Salah dengan Ray?

Dalam film Bias, sutradara Fachri ingin melakukan hal yang berbeda dengan mengambil sudut pandang seorang santri terhadap keberadaan transpuan. “Selama ini pandangan masyarakat seringkali negatif terhadap keberadaan transpuan, padahal kalau kita mau coba mengenal, setidaknya dapat mengurangi prasangka,” jelasnya.

Sebagai film dokumenter yang menceritakan kisah hidup waria, 50:50 membawa penonton pada sudut pandang baru kehidupan waria setelah lanjut usia. Pandangan mereka terhadap ketuhanan, hubungan percintaan, dan cara mereka bertahan hidup di sisa-sisa usia.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top