JAKARTA – Infoscreening menghadirkan film pendek berjudul Like Fish Living on Land (2021) karya Salas Anggobil. Film pendek yang menggambarkan dampak banjir rob terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat lokal di Demak itu kini tayang di kanal YouTube Infoscreening sejak 13 Januari 2023. Film produksi Ruangwaktu Films ini akan menjadi film pertama karya sineas lokal, dari banyak film yang diharapkan bisa ditayangkan ke depannya di Infoscreening.
Panji Mukadis, produser eksekutif dari Like Fish Living on Land sekaligus founder dan pengelola Infoscreening, menceritakan bahwa awalnya ide untuk merilis film karya sineas lokal di medianya muncul saat periode awal pandemi Covid-19 di 2020. Kendati kondisi tidak biasa melanda dalam dan luar negeri, Panji menilai sudah waktunya untuk membuat suatu gebrakan. Apalagi, saat itu Infoscreening tengah mendekati umur satu dekade.
Menurut Panji, film pendek menjadi medium yang paling cocok untuk bisa ditayangkan di Infoscreening. Apalagi saat itu sudah banyak kanal-kanal media alternatif yang sudah mengamplifikasi karya-karya film dokumenter. Akan tetapi, dia tidak menutup kemungkinan untuk ke depannya bisa memberikan kesempatan kepada selain film pendek. Dengan semakin menggeliatnya kegiatan masyarakat paska pandemi, Panji berharap agar film-film tersebut bisa juga diputar dan ditonton bersama-sama dengan audiens secara langsung.
“Aku kepikiran ada [film-film] yang stay di kanal kita [Infoscreening], atau kita bikin screening temporer. Ada film-film yang kita pilih terus akan tayang beberapa bulan di Infoscreening,” jelasnya, beberapa waktu lalu setelah rilis perdana Like Fish Living on Land di kanal YouTube Infoscreening.
Baca juga: Film Dari Kota Palu Tentang Hubungan Manusia dan Buaya Terbang ke Jerman
Saat ini, lanjut Panji, belum ada kepastian mengenai bentuk pemutaran seperti apa yang akan dilakukan ke depannya. Namun, yang pasti, dia menyebut bakal mencari bentuk pemutaran yang bisa menguntungkan kedua belah pihak.
“Apakah mereka maunya kita galang dana publik, terus film-filmya ditampilin,” tawar Panji.
Terkait dengan film-film yang ingin dirilis, Panji mengaku sampai dengan saat ini masih lebih tertarik dengan film-film fiksi dari sineas lokal, yang memiliki narasi khas. Hal itu yang membuat dirinya memilih Like Fish Living on Land, yang dinilai mempunyai narasi yang kuat yakni mengenai irisan antara isu lingkungan, budaya, dan kesejahteraan masyarakat.
“Sebisa mungkin kita ingin menyaring bakat-bakat baru, mungkin yang filmnya bagus tetapi belum banyak terdengar luas,” tutur Panji.
Sementara itu, Panji mengaku bahwa sudah lama mengetahui adanya film tersebut lantaran mengenal tim produksinya. Garis besar cerita film yang menggambarkan kondisi ekologis di Demak membuat Panji tertarik untuk bisa bekerja sama dengan tim di belakang layar film tersebut.
Adapun, bagi sineas Like Fish Living on Land, YouTube Infoscreening bukan tempat pertama diputar. Sebelumnya, film yang menyoroti isu lingkungan itu sempat malang melintang di beberapa festival atau pemutaran film, sebelum berlabuh di Infoscreening.
Rina Dian, produser dari Like Fish Living on Land, juga mengakui bahwa visi dari sang sutradara, Salas Anggobil, yang membuatnya tertarik untuk bisa terlibat dalam produksi film tersebut. Salas, yang dekat dan mengetahui kondisi asli warga Demak memilih untuk memberikan mereka suara melalui media film.
Permasalahan di daerah pesisir Demak, Jawa Tengah, yang hampir tenggelam setiap musim hujan akibat abrasi merupakan permasalahan yang tak kunjung teratasi. Terutama, Desa Bedono, yang kerap mengalami banjir rob. Keterlibatan Rina, termasuk Panji sebagai produser eksekutif, awalnya berkat koneksi keduanya sebagai mahasiswa dan dosen.
“Awal saya terlibat dalam produksi film ini yaitu sebenarnya film ini diproduksi untuk tugas akhir kuliah, yang mana kala itu saya dipercaya oleh sutradara untuk memproduseri proyek film ini. Dari situ mulailah kami mencari partner – partner untuk produksi film ini dan kemudian kami bertemu mas Panji yang kebetulan sebelumnya pernah menjadi dosen di program studi kami,” kata Rina.
Setelah menawarkan kolaborasi dengan Infoscreening, eksekusi produksi film langsung dilakukan di Desa Bedono.
“Jadi kami benar – benar bisa merasakan apa yang mereka rasakan selama ini ketika air masuk ke dalam rumah mereka bahkan saat mereka sedang terlelap tidur. Hingga akhirnya jadilah film Like Fish Living on Land ini, yang mana kami berharap nyawa dari film ini bisa sampai ke penontonnya,” ucapnya.
Seperti halnya sineas-sineas lain, Rina berharap agar nantinya Like Fish Living on Land bisa dijangkau lebih banyak orang sehingga isu lingkungan seperti desa yang hampir tenggelam karena adanya abrasi itu bisa mendapatkan perhatian dari masyarakat terlebih pemerintah.[]