Sabtu, 1 Mei 2021, Klub Kineus mengadakan diskusi dan pemutaran sejumlah film pendek yang dihelat secara daring melalui platform Zoom. Klub Kineus merupakan sebuah pemutaran alternatif yang dibentuk oleh mahasiswa Film dan Televisi Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Program pemutaran ini ditujukan sebagai ruang untuk berdiskusi dan membahas suatu isu secara terbuka. Dalam pemutaran daring perdananya ini, Klub Kineus mengadakan dua program pemutaran film sekaligus dalam satu hari, yaitu program “Sinemagis” serta program “Ingat & Lupa.” Masing-masing program ditutup dengan diskusi terbuka bersama para filmmakers. Film-film yang diputar dalam kedua program tersebut mengusung tema seiras, yakni perjuangan manusia dalam menghadapi sebuah bencana.
Sinemagis
Sesi pemutaran yang pertama ini dibuka dengan pemutaran film pendek karya Rachmat Hidayat Mustamin berjudul “Blue Side on the Blue Sky”. Film ini bercerita tentang seorang anak perempuan yang sedang menderita sakit. Ia dirawat oleh sang ibu yang setiap hari menyuapinya makan, sebab sang anak dipasung di tempat tidur menggunakan sarung. Seperti yang diakui oleh sutradara melalui sesi diskusi, film ini banyak menampilkan budaya Bugis Makassar. Misalnya, penggunaan sarung dalam berbagai aktivitas masyarakat, termasuk sebagai alat untuk memasung. Adapun arsitektur rumah Bugis yang sarat makna diperlihatkan melalui berbagai shot dan adegan.
Film pendek kedua yang diputar dalam program “Sinemagis” berjudul “Sosak.” Film ini disutradarai oleh Ahmad Syafiq, yang sekaligus merupakan Ketua Komisi Film Riau. Dalam filmnya, ia bercerita tentang kesulitan seorang perempuan bernama Maryam, yang sedang berusaha menyembuhkan anaknya dari penyakit tidur yang berbahaya. Tinggal di sebuah rumah yang terisolasi oleh ribuan hektar tanah subur, penyakit yang diderita sang anak sangatlah berbahaya, sebab ia bisa membakar hutan di dalam tidurnya. Penyakit aneh itu merupakan kekuatan yang telah diturunkan ke generasi laki-laki dalam keluarga mereka. Maryam akhirnya bertemu dengan pemilik tanah, satu-satunya orang yang mengetahui cara menghilangkan penyakit tersebut. Ternyata penyakit itu tidak bisa disembuhkan, tetapi harus diwariskan. Lewat karyanya, sutradara mencoba menyampaikan apa yang dirasakan oleh masyarakat Riau di setiap tahunnya, sekitar bulan Agustus sampai akhir tahun. Keresahan itu berupa bencana asap kebakaran hutan akibat ulah tangan-tangan jahat tak bertanggung jawab.
Selain menggambarkan bencana besar seperti dalam “Sosak”, kedua film yang diputarkan pada program “Sinemagis” ini juga tak luput menggambarkan bencana yang menimpa manusia dalam tataran keluarga, yakni penyakit. Dalam “Blue Side on the Blue Sky” dan “Sosak”, fokus narasi berada pada karakter utama yang menderita karena sakit, dan perjuangan masing-masing keluarga untuk mempertahankan mereka. Bencana “kecil” seperti penyakit ini kerap dipandang sebagai masalah pribadi semata, padahal hal tersebut juga perlu ditilik dari segi kualitas hidup masyarakat di desa, serta akses terhadap layanan kesehatan.
Ingat & Lupa
Program “Ingat & Lupa” dibuka dengan pemutaran film pendek karya Jaka Wiradinata yang berjudul “Pekak”. Film ini bercerita tentang aktivitas rutin Rieke, seorang buruh pabrik yang setiap paginya menyiapkan sarapan bagi anak dan suaminya. Pada suatu pagi yang tampak biasa-biasa saja, kesabaran Rieke diuji oleh anak bungsunya yang menangis keras, anak sulung yang selalu menuntut, dan suaminya yang tak acuh. Kemudian, seakan belum cukup, tekanan dari serikatnya membuat Rieke terpaksa ikut turun berdemonstrasi. Kesempatan tersebut pun ia manfaatkan untuk berteriak sekencang-kencangnya untuk sekadar didengar. Diputar pada Hari Buruh, film “Pekak” seakan-akan mencoba mengingatkan kita, bahwa bencana yang dihadapi kaum pekerja setiap harinya bukan hanya bencana berskala pandemik seperti yang sedang kita hadapi hari ini. Kehidupan sehari-hari sebagai buruh pun sudah penuh dengan banyak “bencana”.
Film kedua yang diputar pada program ini berjudul “Sepiring Bersama”, karya Muhammad Heri Fadli, seorang sutradara kelahiran Lombok Tengah. Berlatar tempat di sebuah bukit di ujung timur Nusa Tenggara Barat, film ini menceritakan tentang seorang gadis kecil bernama Hilwa, yang tinggal bersama dengan paman dan kakeknya. Dirawat oleh kakeknya sejak lahir, Hilwa telah lama ditinggal pergi ibunya ke Malaysia untuk menjadi pekerja imigran, sementara sosok ayahnya tidak pernah diketahui. Paman Hilwa, Ucup, yang bekerja sebagai rekrutan di bidang penebangan kayu, merupakan satu-satunya orang yang bekerja dengan penuh kesabaran dan dalam penderitaan untuk menghidupi keluarga kecil ini.
Film yang menjadi penutup dari sesi pemutaran program ini adalah “Errorist of Season” karya Rein Maychaelson, seorang sutradara yang memenangkan penghargaan Rising Filmmaker di Popcon Asian 2018. Film pendek ini bertutur tentang Pulung dan kawannya yang baru saja dipecat dari pekerjaan dan memanfaatkan uang pesangon mereka untuk memulai bisnis baru: penyewaan perahu karet. Namun, setelah segala persiapan telah selesai, ternyata hujan pun tak kunjung turun.
Baca juga: Indonesia Raja 2021 Resmi Diluncurkan untuk Distribusi Nasional
Rangkaian bencana yang terjadi di Indonesia, baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun non-alam, terus mengganggu dan mengancam kehidupan manusia. Program “Ingat & Lupa” bertujuan untuk memperlihatkan dampak-dampak dari bencana serta perjuangan dalam menghadapinya. Film-film yang diputarkan mengajak penonton untuk lebih peka dengan beragam bentuk bencana, juga kritis dalam melihat penyebab-penyebabnya.