Suatu hubungan terbangun bukan semata karena banyak persamaan yang dimiliki masing-masing pihak, tetapi juga berbagai perbedaan yang membentuk puzzle dan saling mengisi. Australia dan Indonesia seperti dua manusia yang memiliki keunikan masing-masing. Tapi keunikan tersebut tidak lantas membuat hubungan mereka yang tidak biasa dan terjalin hampir 80 (delapan puluh) tahun tersebut renggang dan hambar. Hal ini seperti tercermin dalam film-film yang tayang di Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2022, yang sepenuhnya telah diselenggarakan secara daring.
Dalam film pembuka yang berjudul Jasper Jones karya sutradara Rachel Perkins, kita menyaksikan kehidupan Charlie Bucktin, seorang remaja yang tumbuh di akhir tahun 60-an. Di tengah masyarakat Corrigin yang bersikap rasis, Charlie malah terlihat lebih dewasa. Ia bersahabat dengan Jasper Jones, seorang remaja keturunan Aborigin dan Jeffrey, putra dari pasangan imigran asal Vietnam. Hubungan mereka yang sangat tidak biasa ini berusaha untuk membuka pandangan orang-orang di sekitar kalau pada dasarnya mereka semua adalah sama.
Dalam film animasi 100% Wolf karya Alexs Stadermann, Freddy Lupin yang akan mewarisi tahta keluarga manusia serigala, berusaha untuk menemukan jawaban atas kondisinya yang berbeda. Ia pun bersahabat dengan Batty, sosok yang hidup di jalanan. Freddy yang terbiasa hidup nyaman pun mulai melakukan petualangan yang tidak pernah ia bayangkan di jalanan dan itu membuatnya menemukan dirinya sendiri.
Baca juga: Kinofest Tayangkan 12 Film Jerman di Delapan Negara Asia Tenggara
Dalam Paper Champions dari sutradara Jo-Anne Brechin, Rey – seorang pria biasa dengan karir yang biasa saja – berusaha untuk meninggalkan kenyamanannya. Dalam proses tersebut ia membangun interaksi unik dengan orang-orang yang hadir dalam kehidupannya, dari rekan kerja sampai pacar baru ibunya. Demikian juga film dokumenter River karya Joseph Nizeti dan Jen Peedom mengingatkan kita pada hubungan sejarah panjang manusia dengan sungai. Sungai-sungai di sekitar adalah pengasuh tumbuh-kembang manusia. Di masa tuanya saat ini, sudah sepatutnya kita sebagai anak-anak asuh mereka memberikan perlakuan yang sebaik-baiknya, bukan malah berlaku durhaka.
Sementara film Indonesia yang ditayangkan di FSAI 2022 – Mountain Song karya Yusuf Radjamuda – membawa kita mengikuti Gimba, seorang anak lelaki yang begitu akrab dengan Pegunungan Pipikoro, Sigi, Sulawesi Tengah. Dalam kesehariannya bercengkrama dengan Pipikoro, kita seolah menyaksikan mereka bercakap-cakap dengan bahasa unik yang mereka pahami. Kita pun dapat mendengar bunyi-bunyian organik Pipikoro yang dideskripsikan dalam film ini dengan cara yang kontemplatif dan puitis. Dalam film Kado, film pendek yang berjaya di banyak festival internasional, Aditya Ahmad mengenalkan kita pada Isfi, remaja berbeda yang mencoba membangun hubungan yang tidak biasa dengan cara yang biasa.
FSAI 2022 sukses menghadirkan 5 film Australia dan 2 film Indonesia dalam waktu 9 hari, dilengkapi dengan berbagai sesi Master Class dan Q&A dengan para pembuat film. Dalam kondisi dimana kita sama-sama mempunyai doa yang sama, Festival Sinema Australia Indonesia menjadi salah satu simbol bagi suatu hubungan unik yang terus berlanjut.[]