Sebagai orang yang sudah familiar dengan UKM Sinematografi UI, tentu rasanya sayang sekali jika melewatkan UI Film Festival. UI Film Festival merupakan program tahunan UKM Sinematografi UI berskala nasional yang diselenggarakan sebagai bentuk apresiasi terhadap mahasiswa-mahasiswa penggiat film. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang bernuansa hitam putih, di tahun kelimanya UI Film Festival tampil lebih berwarna dengan nuansa merah muda.
FANTA5I: BEBAS BICARA, BEBAS BERKARYA
“Dari awal pembentukan panitia (akhir tahun 2017) tema kami adalah isu-isu sosial yang harus dikritisi mahasiswa. Kalau tahun kemarin kami membawakan tema Candramawa: Hitam-Putih Berinteraksi, Mahasiswa Beraksi Dalam Sinema di mana tidak ada yang benar dan salah maka tahun ini kami membawa tema Fanta5i: Bebas Bicara, Bebas Berkarya”
“Tema ini dipilih karena kami masih ingin tahu sebenarnya sampai sejauh mana kebebasan itu, apalagi dalam membuat film. Jika ada sebuah lembaga yang bernama Lembaga Sensor Film lantas bagaimana pandangan sutradara akan suatu hal yang dikaitkan dengan kebebasan,” ujar Imam Maulana selaku Festival Director UI Film Festival 2018.
Baca juga: Merayakan Romantisme Hujan
Berdiskusi dan Menjadi Juri
Masih seperti tahun-tahun sebelumnya, secara keseluruhan UI Film Festival 2018 menampilkan empat program yaitu kompetisi film fiksi pendek, Mahasiswa Bicara Film, pemutaran film, dan diskusi. Dalam kompetisi film fiksi pendek, tahun ini, UI Film Festival berhasil mengumpulkan 179 peserta dengan masing-masing karyanya. Dari karya-karya yang terkumpul terdapat lima belas film yang dipilih melalui proses kurasi. Kelima belas film ini akan ditayangkan selama UI Film Festival berlangsung.
Baca juga: Keberagaman Dalam 100% Manusia Film Festival 2018
Bersamaan dengan itu pula, diadakan program Mahasiswa Bicara Film. Program ini merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mendiskusikan dan membaca film lalu menjadikan mereka sebagai juri dalam Anugerah Makara Emas. Terdapat lima mahasiswa terpilih yang berasal dari Universitas Andalas, Telkom University, Universitas Lambung Mangkurat, dan Universitas Indonesia.
Program dan Diskusi
Pemutaran film UI Film Festival dihadirkan dalam enam segmen diantaranya adalah sebagai berikut.
- Shorties A: UI Punya Cerita
- Shorties B: Mau Tapi Malu
- Shorties C: Mitologika
- Shorties D: Suara Nusantara
- Special Screening: Balada Bala Sinema
- Sinema Kaki Lima: In Memoriam Sisworo Gautama Putra
Program berbentuk diskusi yang mengangkat isu-isu sosial yang berkaitan dengan perfilman juga turut diadakan. Kali ini, UIFF 2018 hadir dengan tema Sinema Jaman Now: Redefinisi Kebebasan dalam Film. Turut hadir sebagai pembicara Olin Monteiro (aktivis, produser, dan penerbit); Tommy F. Awuy (Dosen Filsafat UI); Rommy Fibri Herdiyanto M.I.KOM (Komisioner Lembaga Sensor Film) dan Luthfan Nur Rochman (Filmmaker, Programmer UI Film Festival 2015)
AWARDING NIGHT
Di penghujung festival, UI Film Festival menutup acaranya dengan merayakan awarding night. Selain untuk mengapresiasi kelima belas film yang terpilih, awarding night juga menjadi momen untuk saling mengakrabkan diri dengan berbagai filmmaker.
Pada malam penghargaan ini pula, tiga film pemenang penghargaan turut diputar kembali. Ketiga film tersebut adalah Hitlove (dari Universitas Muhammadiyah Nusantara) sebagai trailer favorit pilihan netizen, Otok-Otok Mengalir sampai Nirwana (dari Institut Kesenian Jakarta) sebagai peraih Makara Emas pilihan Mahasiswa Bicara Film, dan Kertas Merah (dari Institut Kesenian Jakarta) sebagai peraih Anugerah Angsa Emas pilihan juri.
KERTAS MERAH, ANUGERAH ANGSA EMAS PILIHAN JURI UIFF 2018
Kertas Merah terpilih sebagai pemenang Anugerah Angsa Emas. Dari segi tema sendiri, Kertas Merah menceritakan tradisi pernikahan keluarga Tionghoa yang menempelkan kertas merah berbentuk bulan sabit ke dahi mempelai wanita. Kertas merah yang tidak menempel ke dahi menandakan mempelai wanita sudah tidak perawan lagi.
Selepas awarding night, saya menemui Tamara, penulis skenario Kertas Merah. Perihal ide cerita filmnya, ia memberikan tanggapan “Keluargaku beberapa tahun yang lalu masih memakai budaya ini. Nah ketika aku ketemu sama sutradaranya ketika sedang syuting, aku ajak ngobrol tentang tradisi kertas merah.”
Ia melanjutkan, “Selain itu, aku dari Lentera Sintas Indonesia, ibuku pernah menolong korban KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), jadi memang sudah berhubungan dengan kesehatan mental ataupun isu-isu jenis seperti ini.”
Ketika ditanya tentang bagaimana kelanjutan Kertas Merah, Tamara menjawab singkat “Sejauh ini Kertas Merah sudah pernah berpartisipasi di Toraja Film Festival, Cannes Film Festival, untuk yang terdekat mudah-mudahan kami bisa masuk di Macau International Film Festival.”