Berita

Minikino Film Week 5 Lanjutkan Perjalanan Dengan Workshop dan Layar Tancap di Lombok

Siaran Pers

Tim Penulis: I Made Suarbawa, Fransiska Prihadi, dan Rickdy Vanduwin S

Denpasar, 1 November 2019 –  Setelah kegembiraan festival film pendek selama sepekan penuh di pulau Bali, Minikino Film Week 5 dilanjutkan dengan mengadakan Pop Up Cinema Roadshow kembali ke pulau Lombok pada 31 Oktober-5 November 2019. Minikino kembali mengadakan Post Festival Pop-up Cinema ke Lombok, bekerja sama dengan Rotary Disaster Relief (RDR) D3420 dan Rotary Club Mataram, didukung oleh Pictures Purin, Yayasan Kino Media dan Program Anak-Anak Festival Film Pendek Clermont-Ferrand.

Roadshow Minikino Film Week 5 di Lombok dimulai pada hari Jumat, 1 November 2019. Para relawan berjumlah tujuh orang berangkat sehari sebelumnya dan menempuh perjalanan selama hampir tujuh jam dengan dua kendaraan membawa berbagai perlengkapan pemutaran layar tancap atau yang disebut pop-up cinema. Pagi hari dibuka dengan workshop visual story telling bersama remaja di Desa Karang Bajo, Lombok Utara. Peserta workshop sejumlah 8 orang dengan beragam profil. Ada dua orang peserta yang masih kuliah sambil menjadi guru TK, ada yang sekolah tingkat SMU, bahkan ada yang masih bersekolah dan memutuskan untuk menjadi Youtuber. Rata-rata para peserta workshop sudah kenal produksi video. Pengambilan gambar dilakukan dengan HP, mengedit, serta menyebarkan hasil videonya ke media sosial dan platform seperti Youtube.

Memvisualisasikan Diri

Fasilitator workshop I Made Suarbawa dan Edo Wulia memulai pelatihan dengan perkenalan diri, mulai dari seluruh tim kerja Minikino sampai peserta; dengan teknik visual storytelling. Keseluruhan peserta yang hadir diminta untuk melakukan visualisasi dirinya masing-masing ke dalam gambar. Ada yang membuat tiga gambar pada sehelai kertas, ada juga yang empat. Dari situlah mereka bercerita siapa mereka, apa yang mereka lakukan dan apa harapan mereka ke depan.

Sesi kedua workshop adalah membaca gambar. Ada dua teknik yang diterapkan pada lokakarya, yaitu deskripsi dan narasi. Teknik Deskripsi mengungkap apa yang ada dalam gambar. Sementara teknik narasi diarahkan membuat cerita apa yang mungkin terjadi di balik gambar. Langkah berikutnya adalah membangun narasi dari beberapa gambar. Sebenarnya bagian ini adalah pengenalan teknik editing. Dalam artian, susunan gambar ketika tiga buah gambar disusun menghasilkan cerita. Kemudian semua peserta diajak mencoba salah satu gambar digantikan dengan gambar lain. Para peserta menemukan cerita serta efek yang berbeda dari susunan gambar yang baru itu.

Bercerita Tentang Desa

Sesi ketiga adalah bagian di mana para fasilitator workshop memancing teman-teman remaja untuk menceritakan sesuatu tentang desa mereka. Ada beberapa usulan di sana; menceritakan Desa Adat Bayan, yang merupakan desa asal-usul dari masyarakat Karang Bajo. Para remaja menganggap desa tersebut sebagai asal-usul mereka. Mereka masih mengikuti upacara dan kegiatan di rumah adat serta masjid tua yang ada di sana. Ide lain saat workshop adalah menceritakan tentang kondisi desa mereka; tentang masjid, lapangan, ruang publik dan rumah mereka.

Keseluruhan workshop seharusnya selesai pada pukul 12, tapi karena para peserta masih antusias maka seluruh ide cerita tadi dicatat. Sesi workshop tetap dibubarkan sementara karena para peserta harus pergi ke masjid untuk sholat Jumat. Seusai sholat jumat, kami berkumpul lagi, dan akhirnya diputuskan untuk mengangkat ide cerita tentang masjid. Masijd desa saat gempa Lombok 2018 rusak dan banyak retak sehingga tak ada yang berani menggunakan. Akhirnya masjid tersebut diratakan dengan tanah dan menurut rencana akan dibangun. Saat ini mereka menggunakan masjid sementara, sebuah masjid darurat yang dibangun di atas lapangan yang semula merupakan lapangan voli.

Baca juga: Apa Pentingnya Menghadiri Festival Film?

Pada sesi setelah sholat Jumat, para remaja peserta workshop menceritakan masjid sebagai subjek ide cerita. Mereka bercerita bagaimana kondisi masjid sebelum gempa, setelah gempa, dan apa rencana untuk masjid itu ke depannya. Cerita mereka lengkap tentang renovasi sampai rencana pembangunan yang tahan gempa. Di sana tecermin harapan mereka dan desanya. Mereka juga menceritakan tentang trauma yang masih ada, dan bagaimana caranya mengatasi trauma tersebut.

Setelah para peserta workshop merekam suara dan cerita, mereka melanjutkan pengambilan gambar. Ada yang mengambil gambar puing-puing masjid, kemudian saat masjid darurat digunakan, serta lingkungan lapangan yang menjadi pasar sekaligus masjid. Saat gempa Lombok 2018, lapangan luas bernama Ancak tersebut menjadi titik pusat pengungsian, baik warga dari Karang Bajo sendiri, maupun luar Desa Karang Bajo.

Ada para peserta yang sangat aktif sekali selama workshop. Mereka bercerita dengan artikulatif dan memiliki pengetahuan yang baik tentang desa mereka. Baihaqi dan Febi, merupakan beberapa peserta yang memiliki channel Youtube dengan followers 20 ribuan. Mereka menciptakan karakter; seorang ibu yang mereka sebut sebagai ibu terkuat di Lombok. Uniknya, yang memerankan karakter ibu adalah Febi, seorang laki-laki remaja. Genrenya adalah komedi, kerap meliput berbagai kegiatan di seputaran Lombok, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan isu-isu kebersihan dan sampah.

Pemutaran Bersama

Tak terasa sore mulai menjelang dan sudah saatnya membangun layar untuk memutar film di pop-up cinema alias layar tancap malam pertama ini di Desa Karang Bajo. Pemutaran film malam itu diadakan di Lapangan Ancak, tepat di sebelah masjid darurat. Saat ini proses editing sedang berlangsung dan diputar pada akhir sesi layar tancap. Pemutaran baru bisa dilakukan setelah sholat Isha sekitar pukul 8 malam atau lewat 15 malam.

Film-film pendek yang diputar malam itu ialah program film pendek untuk semua umur, termasuk program film pendek untuk usia 7-10 tahun yang dipilih khusus oleh Festival Film Pendek Internasional Clermont-Ferrand untuk Minikino Film Week 5 yaitu Snejinka karya sutradara Natalia Chernysheva dari Rusia, Paniek! karya Joost Lieuwma & Daan Velsink dari Netherland, Le Lion Et Le Singe karya Benoit Feroumont dari Belgia, Dva Tramvaya karya Svetlana Andrianova dari Rusia, The Bird & The Whale karya Carol Freeman dari Irlandia, Vivat Musketeers! karya Anton Dyakov dari Russia, Le Renard Minuscule karya Aline Quertain & Sylwia Szkiladz dari Prancis, Belgia dan Switzerland serta Hors Piste karya sutradara Léo Brunel, Loris Cavalier, Camille Jalabert, Oscar Malet dari Prancis. Selain itu juga diputar empat film pendek dari Indonesia yaitu Ara Ngidaang Naanang karya sutradara Putu Yuli Supriyandana, Salah Tampi karya I Made Suisen, Fade Out karya Achmad Rezi Fahlevie, dan Pendekar Tafsir Mimpi karya sutradara Kevin Muhammad yang juga merupakan pemenang kompetisi pembuatan film pendek 34 Jam Begadang Filmmaking Competition 2019.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top