Festival film Docdays yang diselenggarakan oleh Badan Otonom Economica Facultas Ekonomi Universitas Indonesia telah usai. Selama tiga hari dari tanggal 24 sampai 26 November, festival film ini telah memutar film-film dokumenter pilihan dari mulai hasil submisi, maupun film-film yang diminta langsung untuk dapat tayang dalam pemutaran khusus yang kesemuanya dibagi di dua venue yaitu Screening in di Pusat Studi Jepang, dan Screening out di XXI Taman Ismail Marzuki.
Baca juga: Mempelajari Indonesia lewat Dokumenter dalam 10th Docdays
Ditanyai mengenai harapan ke depan, Rahma Indira Marino selaku Ketua Panitia 10th Docdays melihat belakangan animo penonton Docdays dari gelar ke-6 sampai sekarang sangat menurun. Ia berharap ke depannya penikmat film dokumenter bisa semakin banyak lagi, terutama dengan adanya beberapa film dokumenter yang muncul dan ia lihat menarik perhatian di tahun ini.
Tosa dari Nol Derajat Universitas Brawijaya Malang yang berkesempatan hadir mengantarkan filmnya, menyambut hangat dengan diadakannya Docdays, terlebih dokumenternya, Macan Kombas, dapat menjangkau penonton yang lebih jauh melalui ruang-ruang seperti ini. Terlebih lagi menurutnya, film-film documenter kurang mendapat tempat. “Kalau film-film yang masuk Docdays ini sangat menarik ya, karena membawa konten dari daerahnya masing-masing dan jarang diekspos oleh media, seperti sengketa lahan dan lain-lain. Namun sayang ya tidak ada diskusinya, sayangnya itu aja sih.” terang Tosa.
Diwarnai pembatalan pemutaran film Jihad Selfie dan Jakarta Unfair
Sore menjelang berangkatnya penulis ke Taman Ismail Marzuki untuk meliput hari terakhir penyelenggaraan Docdays 10, media sosial diramaikan dengan beberapa akun yang menyebarkan rilis resmi penyelenggara mengenai batal tayangnya dua film documenter yang terbilang paling banyak dinantikan dalam gelar ini yaitu Jakarta Unfair dan Jihad Selfie.
Penjelasan penyelenggara nobar JAKARTA UNFAIR atas pembatalan pertunjukan di Cinema XXI, Taman Ismail Marzuki yg sedianya diputar malam ini. pic.twitter.com/QVYISnEpRQ
— Dandhy Laksono (@Dandhy_Laksono) November 26, 2016
“Saat kita mau nayangin ini, kami kan mau pasang baliho nih, pihak dari Taman Ismail Marzuki-nya meragukan keamanan penayangan film-film ini. Sebenarnya mereka gak ngelarang sama sekali, sih, cuma mereka memberi tanggung jawab penuh pada kami kalau ada apa-apa yang terjadi. Nah karena kami mahasiswa dan masih bernaung di bawah Universitas Indonesia dan Fakultas Ekonomi, kami memutuskan untuk tidak menayangkan film tersebut.” Terang Rahma saat ditanyai di lokasi usai berakhirnya Docdays.
Lebih lanjut mengenai pembatalan ini, Rahma mengaku mendapat keterangan bahwa pihak XXI mendapat telpon dari dua orang yang diyakini oleh pihak XXI bahwa adalah dari pihak kepolisian “jadinya ya udahlah, kami gak berani lagi”. Rencananya pihak penyelenggara akan mencari tempat lain dan waktu yang lain untuk menayangkan kedua film.
Ditanyai pendapatnya mengenai pembatalan dua film tersebut, Tosa merasa aneh di jaman keterbukaan seperti sekarang, masih ada kejadian seperti ini “Kita (toh) bisa melihat sendiri bagaimana film itu, menurut saya kembali ke jaman-jaman dahulu yang agak keras.” lanjut Tosan.