Uncategorized

Reportase – Malam Penghargaan Tutup Rangkaian Acara dalam Malang Film Festival

Rangkaian  Malang Film Festival (Mafi Fest) 2016 yang dibuka sejak  Rabu 6 April lalu berakhir hari Sabtu( 9/4). Sengkaling Kuliner (SEKUL) menjadi tempat penutupan acara Apresiasi Film ini. Festival yang dibuka dengan berbagai sambutan termasuk sambutan khusus dari Walikota Malang Mochamad Anton dan dilanjutkan dengan film pembuka “Ilalang Ingin Hilang Waktu Siang” karya Loeloe Hendra, pada penutupan kali ini diputar film pendek pilihan yaitu “Semalam Anak Kita Pulang” karya Adi Marsono.

walikota malang memberi sambutan di malang film festival 2016

Diisi oleh Pemutaran Official Selection serta Beragam Sesi Khusus

Selain pemutaran film-film Official Selection, selama lebih dari empat hari kegiatan Mafi diisi oleh berbagai sesi khusus seperti klinik kritik oleh Adrian Jonathan, Kelas Publicist Film oleh Novi Hanabi, dan beberapa sesi khusus sesi khusus mengenai Distribusi Film Pendek dari Raketti Film, Sesi Nawak Ngalam yang menampilkan film-film pemenang Festival Film Malang, pemutaran dari Eagle Institute Films, Special Screening Focus on Jason Iskandar, Public Lecture Anak Muda dan Film Dokumenter, pemutaran khusus film Wasis. Malam tanggal 7 dan 8 April, di Mafi tidak ketinggalan diadakan temu komunitas film membahas mengenai distribusi film antar komunitas serta juga sharing dari beberapa pihak yang telah lama menyelami aktivisme berbasis komunitas film.

Baca juga: Sesi Focus on Jason Iskandar dalam Mafi Fest 2016

Hari terakhir penyelenggaraan Mafi sendiri dialokasikan khusus untuk mengapresiasi perkembangan film lokal malang seperti Sesi Malangan, Gala Premier Malang Sinau Dokumenter, dan Gala Premier film produksi bersama Kine Klub UMM “Story a Pair of Lover in a Presure” yang dilakukan sebelum Awarding Night.

Baca juga: Pemutaran Tiga Film dalam Malang Sinau Dokumenter

Mendengar hasil pengumuman dan menonton sajian film

Para tamu dan penonton dihangatkan dengan sajian pembuka dengan penampilan Band dari IKABAMA Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) “Hypnotize”. Sekitar 30 menit penonton dimanjakan oleh lagu-lagu dari IKABAMA, acara Awarding Night dilanjutkan dengan acara pembacaan pemenang Malang Film Festival 2016 oleh MC. Dari 278 film dan 43 Official Selection, terdapat 4 pemenang untuk 4 kategori. Pemenang tersebut adalah Jawara Fiksi Pelajar yaitu “Sepeda Naga” karya Farhan Arvyan, Jawara Fiksi Mahasiswa  yaitu “Palang Pintu” karya Qausar Harta Yudana, Jawara Dokumenter Pelajar yaitu “Sang Kolektor Muda” karya M. Hendri & M. Rezky Hardi Wibowo dan Jawara Dokumenter Mahasiswa yaitu “Biasa Tapi Luar Biasa” karya karya Rahmat Setiawan dan Agussalim Bireun. Film-film jawara tersebut diputar kembali usai pengumuman pemenang dan berhasil menghangatkan suasana di SEKUL, khususnya film terakhir yang diputar, “Palang Pintu”, dengan balutan humor mengangkat tradisi suku Betawi.

“Ini diluar espektasi. Sebagai mentor, Saya merasa bangga. Seperti yang kita tahu, Aceh berbeda dengan kota-kota lain. Disana mereka terbiasa membaca al-quran dan sebagainya. Namun dengan penghargaan ini, mereka membuktikan meskipun mereka tidak ada dasar film tapi mereka tetap bisa menghasilkan karya.” Ucap  Diwai Nugroho, Pemenang Film Dokumenter Pelajar dan Film Dokumenter Mahasiswa.

Biasa Tapi Luar Biasa - Mafi Fest

Juri dan peserta mengenai film-film dan festival Mafi

Ditanyai usai malam penghargaan, Akbar Yumni selaku salah satu juri dokumenter melihat film-film dokumenter yang muncul masih belum keluar dari pakem jurnalistik. “Sepertinya harus ganti kurikulum, namun susah. Mungkin pendidikan seperti ini bisa masuk melalui festival-festival seperti Mafi”.

Mengenai festivalnya sendiri, Akbar yang juga mengurus pemrograman dalam festival Arkipel, mengaku salut dengan militansi panitia, terlebih mendengar bahwa masing-masing panitia menyisihkan uang jajannya secara berkala demi berlangsungnya festival. “Mafi Fest sendiri merupakan festival mahasiswa yang tua dan masih bertahan” lanjut Akbar. Namun begitu Akbar memberi sedikit catatan bahwa sebagai festival universitas, festival ini harusnya dapat membuka ruang-ruang akademik berdasarkan ilmu film dan dapat diperluas menjelajahi tema-tema sosial dan politik. “Misalnya, karena kampus Muhammadiyah, mungkin bisa membuat kajian mengenai filmmaker muslim seperti Abbas Kiarostami atau yang lainnya”. Melihat dari keseluruhan festival, khususnya sesi kuliah umum, Akbar berpendapat bahwa kepekaan kampus akan fungsi festival (sebagai bahan kajian akademis) belum ada.

Mengenai film pendek fiksi, Adrian Jonathan selaku salah satu juri untuk kategori fiksi melihat film-film fiksi yang muncul dalam Mafi Fest memperlihatkan daya tawar serta keberagaman walau tidak ada yang benar-benar menonjol. “Kebanyakan masih seperti film panjang yang dipendekan” lanjut Adrian.

juri - mafi fest 2016

Sebagian juri yang hadir pada malam penghargaan. (dok Infoscreening)

Menurut komentar beberapa peserta yang hadir, Gilang, salah satu finalis melihat belum maksimal dan belum hidupnya sesi diskusi yang diadakan. Sementara Soraya dan Aqila dari SMA 60 lebih mengomentari mengenai pengelolaan festival yang menurut mereka masih perlu ditingkatkan.

M. Afidz selaku Direktur Festival tidak ketinggalan memberi kesan dan harapan bagi Mafi Fest. Afidz mengaku bahagia karena penyelenggaraan Mafi Fest tahun ini di sambut baik oleh pemerintah dan masyarakat luas dengan jangkauan film yang masuk serta komunitas yang hadir juga semakin luas.

Memahami bahwa masih ada kekurangan yang perlu dibenahi untuk ke depannya, Afidz berharap MAFI Fest tetap hadir di perfilman pendek Indonesia, dapat memberikan sumbangsih kepada perfilman pendek nasional serta terus mencetak sineas-sineas yang kreatif dan menjadi rumah yang nyaman kemana filmaker harus pulang.

Most Popular

To Top