Siaran Pers
Nyanyian Akar Rumput adalah film dokumenter garapan sutradara Yuda Kurniawan. Film ini akan tayang serentak 16 Januari 2020 di sejumlah kota di Indonesia. Dalam temu media (09/01/2019) di kantor Amnesty International Indonesia, pemutaran film ini sekaligus menjadi bentuk tuntutan kepada janji Presiden Jokowi untuk mengungkap kasus penghilangan paksa aktivis di masa lalu. Judul film ini diambil dari sebuah puisi karya penyair Wiji Thukul yang hilang diculik menjelang reformasi sekitar bulan Maret 1998.
Nyanyian Akar Rumput adalah ekspresi kejiwaan dan kreativitas anak korban penghilangan paksa sebagai upaya pencarian akan sosok ayahnya Wiji Thukul. Dari sinilah muncul musikalisasi sejumlah puisi Wiji Thukul seperti Bunga dan Tembok yang banyak mendapat pujian dan menjadi lagu wajib dalam konser-konser anak Wiji Thukul, Fajar Merah.
Musik bagi Fajar Merah, menjadi medium mengekspresikan tuntutan dan kegelisahan anak muda secara musikal kepada dunia sekitarnya. Bila Wiji Thukul menggunakan puisi untuk menyatakan sikapnya, maka Fajar Merah menggunakan musik sebagai juru bicara.
Menurut novelis Leila S. Chudori di majalah Tempo (1 Februari 2019), film Nyanyian Akar Rumput ini “sangat perlu disaksikan generasi masa kini agar memahami betapa banyaknya persoalan hak asasi manusia yang masih harus dibenahi; bahwa untuk menuju Indonesia baru ini, begitu banyak yang harus melalui penyiksaan dan penghilangan paksa.“
Film Nyanyian Akar Rumput menjadi pemenang di berbagai festival film seperti pemenang Piala Citra untuk Dokumenter Panjang Terbaik Festival Film Indonesia 2018. Pemenang NETPAC Award di Jogja Netpac Asian Film Festival 2018. Pemenang Piala Maya sebagai Dokumenter Panjang Terpilih 2019. Pemenang Honorable Mention Award dalam Figueira Da Foz Int’I Film Festival, Portugal, 2019.
Film ini juga sudah menjadi soft diplomacy kepada publik internasional untuk mengenal Indonesia dan persoalan transisi demokrasi di sekitar penyelesaian kasus HAM yang rumit. Film ini sudah mengikuti berbagai festival film seperti di Busan (Korea Selatan), New Delhi (India), Kazan (Rusia), Dhaka (Bangladesh), Amsterdam (Belanda), Barcelona (Spanyol) , London (Inggris) dan Brisbane (Australia).
Pengingat Janji Presiden
Film Nyanyian Akar Rumput muncul tepat ketika Joko Widodo baru saja dilantik sebagai presiden untuk periode kedua. Presiden Jokowi menyatakan kenal dengan Wiji Thukul dan keluarganya. “Wiji Thukul itu, saya sangat kenal baik. Dia kan orang Solo. Anak istrinya saya kenal. Puisi-puisinya saya juga tahu,” ujarnya. Menurut Wahyu Susilo, adik kandung Wiji Thukul, salah satu puisi favorit Presiden Joko Widodo adalah puisi berjudul Peringatan.
Jokowi juga memiliki kedekatan dengan keluarga Wiji Thukul. Jokowi adalah pejabat publik pertama yang menemui Sipon, istri Wiji Thukul, ketika menjadi Wali kota Solo. Jokowi juga beberapa kali bertemu dengan Wani anak sulung Wiji Thukul seperti saat kampanye Pilpres 2014 dan Hari HAM sedunia 2014 di Yogyakarta. “Beliau juga datang ke pernikahan saya ketika masih jadi Wali Kota Solo,” kata Wani.
Ketika menjadi calon presiden dan pada masa kampanye Pilpres 2014, Jokowi pernah berjanji bahwa dalam kondisi apa pun, Wiji Thukul harus ditemukan. “Harus ditemukan. Harus jelas. Bisa ketemu hidup atau meninggal,” ujar Jokowi.
Lima tahun pertama pemerintahannya Jokowi yang berjanji akan menyelesaikan kasus Wiji Thukul belum membuktikan janjinya. Sekarang di periode kedua pemerintahannya film ini seperti pengingat akan janji Presiden Jokowi kepada keluarga Wiji Thukul.
Fajar Merah sudah mengingatkan Presiden Jokowi akan janjinya pada masa kampanye Pilpres 2014. “Saya cuma pingin ngomong sama Pak presiden itu karena saya yakin mata saya ini masih normal dan Pak presiden juga punya telinga sama seperti kita semua. Semoga ini disampaikan pada hati beliau. Jadilah presiden sebagaimana mestinya presiden itu, kalau dirasa punya janji ya ditepati,” ujar Fajar Merah.
Baca juga: Film Nyanyian Akar Rumput: Monumen Ingatan HAM di Tahun Politik
Putri Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani, hanya menuntut Presiden Jokowi menuntaskan janji yang diucapkan saat kampanye Pemilihan Presiden 2014. “Kami menuntut keadilan dan janji-janji yang diucapkan oleh presiden. Saya sudah lelah dengan harapan.”
Harapan Wani dan Fajar Merah juga menjadi harapan Sipon, istri Wiji Thukul. “Waktu Jokowi terpilih sebagai presiden, saya berharap semoga PR-PR (pekerjaan rumah) dari presiden sebelumnya bisa terselesaikan, terutama kasus penghilangan Thukul,” ujar Sipon.
Penantian yang tidak pasti keluarga Wiji Thukul adalah bagian kecil dari kisah keluarga korban kejahatan HAM Orde Baru. Meskipun reformasi sudah bergulir selama 21 tahun, hingga kini kasus penghilangan paksa Wiji Thukul dan aktivis 1997-1998 belum ada kemajuan dalam penuntasan. Mungkin selama 5 tahun lalu, presiden kelewat sibuk membangun infrastruktur dan menjalani berbagai tugas kenegaraan, sehingga mungkin lupa dan tidak sempat memikirkan kasus Wiji Thukul. Karena itu kami mengajak Presiden Jokowi untuk menonton film Nyanyian Akar Rumput untuk mengingatkan dan juga memenuhi janjinya kepada keluarga Wiji Thukul, menuntaskan kasus penghilangan paksa atas para aktivis 1997-1998.