Artikel
Sekolah Film di Yogyakarta: Dari Biaya Sampai yang Dipelajari (Bagian 2)
Artikel ini merupakan lanjutan dari bagian pertamanya, dan baca bagian ketiganya di sini.
Selain ISI serta JFA, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) juga jadi tujuan belajar mahasiswa yang tertarik pada film. Di sana ada prodi yang menyediakan materi kuliah soal produksi siaran, yakni D3 Broadcasting R-TV dan Film.
Salah satu mahasiswa D3 Broadcasting R-TV dan Film STIKOM angkatan 2017, Ersan Mulya Rahmanda (24), mengatakan mata kuliah yang ada di antaranya dokumenter, penulisan naskah, manajemen siaran, jurnalistik TV, tata artistik, editing, serta tata fotografi elektronik. Selama kuliah, laki-laki berusia 24 tahun itu menjelaskan dirinya membuat empat sampai lima tugas praktik dan menghabiskan dana Rp 50 ribu hingga Rp 900 ribu.
“Tugas praktik dikerjakan berkelompok, terdiri 3 sampai 11 orang. Iuran mahasiswa tetap dibutuhkan meski kampus memberikan dana yang sumbernya termasuk dari uang praktikum yang dibayar Rp 1 juta per semester. Buat tugas akhir, saya ngerjain sendiri bikin film dokumenter. Saya hanya mengeluarkan uang buat makan. Alat-alatnya gratis karena dapat pinjaman,” katanya.
Selain biaya praktikum dan tugas, mahasiswa Prodi D3 Broadcasting R-TV mesti membayar SPP Tetap, SPP Variabel/SKS, serta SPA. Bagi yang masuk tahun akademik 2020/2021, SPP Tetap yang mesti disetor Rp 1,2 juta dan Rp 124 ribu/SKS untuk SPP Variabel per semester.
Besaran SPA berbeda tergantung jalur masuk. Jika mereka diterima di Gelombang Awal dan I maka SPA yang dibayarkan adalah Rp 6 juta serta Rp 7 juta. Sementara itu, jalur masuk Gelombang II dan III mensyaratkan mahasiswa harus mengeluarkan Rp 8 juta serta Rp 9 juta. Nominal Rp 9 juta buat SPA dibebankan pada mereka yang diterima di cara terakhir, yakni lewat Gelombang Khusus.
Serupa dengan STIKOM, Sekolah Tinggi Multi Media (MMTC) juga memiliki prodi yang menyediakan materi kuliah seputar produksi siaran, yaitu D4 Manajemen Produksi Siaran (Manaprodsi). Berdasarkan laman resminya, mahasiswa yang diterima di Prodi Manaprodsi tahun akademik 2020/2021 wajib membayar uang SPA dan biaya semester 1 yang terdiri dari SPP Tetap, SPP Variabel, dan Herregistrasi sebesar Rp 13,075 juta. Di semester selanjutnya, mahasiswa mesti mengeluarkan Rp 1,725 juta untuk SPP Tetap, SPP Variabel sejumlah Rp 100 ribu/SKS, serta Herregistrasi Rp 150 ribu.
Putri Maydi, mahasiswa Manaprodsi angkatan 2016, menjelaskan matkul seperti tata artistik, tata kamera, tata cahaya, penyutradaraan, penulisan naskah drama TV, video editing, dan makeup ia peroleh selama berkuliah.
Setelah kuliah tatap muka selesai, perempuan berusia 22 tahun tersebut menjelaskan mahasiswa diminta membuat tugas UAS dalam wujud produk siaran radio serta televisi. Dari semester 1 hingga 4, katanya, ia membuat program acara musik, feature radio, video kreatif buat TV, serta video klip secara kolektif.
Kegiatan menonton berbagai karya film dan mendiskusikannya dalam Parade Film MMTC, acaraa ekshibisi rutin yang diadakan UKM Forum Film. (sumber foto: alinea.mmtc.ac.id)
“Tugas program acara musik per anak iuran di bawah Rp 100 ribu. Untuk tugas feature radio dan video kreatif dikerjakan lima sampai enam orang satu kelompok dan ngeluarin uang 100 ribu per orang. Waktu itu aku dapat video klip buat video kreatif. Temanku ada yang dapat video dokumenter, ada yang tutorial,” ujarnya.
Untuk tugas video klip, Putri mengatakan para mahasiswa diwajibkan bekerja sama dengan band indie saat produksi. Jenis videonya ada yang berupa story telling, stop motion, dan dokumenter. Masing-masing anak di kelompoknya yang berjumlah 15 sampai 18 orang mesti mengeluarkan uang sebesar Rp 150 ribu.
Selain tugas di atas Putri menjelaskan ia dan teman lain membuat variety show dan drama TV bersama mahasiswa Prodi Manajemen Teknik Studio Produksi Siaran (Matekstosi) dalam kelompok beranggotakan 30 orang. Uang yang dikeluarkan masing-masing anak untuk dua project itu katanya sebesar Rp 150 ribu serta Rp 175 ribu.
“Setelah itu, kami anak Manaprodsi, Matekstosi, dan Manarita (pemberitaan) ada simulasi. Kami membuat stasiun yang memproduksi program televisi dan radio. Ini sebelum TA. Untuk itu masing-masing anak harus membayar Rp 1,5 juta,” katanya.
Putri menjelaskan kampus membolehkan mahasiswa membuat film fiksi pendek, dokumenter, feature, magazine show, atau music show untuk TA. Setelah TA dibuat, mereka wajib menganalisisnya dalam bentuk skripsi.
Ia menjelaskan dia dan seorang temannya berniat membuat magazine show, acara yang memuat hiburan dan kuliner tentang Cirebon. Anggaran yang mereka siapkan sebesar Rp 5 juta. Tapi karena pandemi, rencana tersebut tak jadi dilakukan sehingga ia hanya membuat skripsi. Menurutnya, mahasiswa yang membuat TA berupa film fiksi pendek dan music show memerlukan dana lebih banyak.
“Aku pernah bantuin yang film itu, dia niat sampai renovasi rumah. Itu per anak iuran Rp 10 juta. Satu kelompok ada bertiga atau berempat. Tapi TA tergantung idealisme dan kesepakatan kelompok,” jelasnya.
Kampus lainnya di Yogyakarta, yakni Universitas Amikom, mahasiswa juga diajak belajar film secara lebih mendalam. Dhea Velia (22), mahasiswa S1 Komunikasi Universitas Amikom angkatan 2017, mengatakan sejak semester 1 hingga 5 dirinya mendapat mata kuliah yang berkaitan dengan film meski mereka dituntut mempelajari ilmu lain seperti public relation dan marketing. Di semester 6, mahasiswa baru dibebaskan memilih peminatan yang terdiri dari marketing, penyiaran, desain visual, perfilman, public relation, serta jurnalistik. TA atau skripsi mereka pun mesti mengikuti konsentrasi yang dipilih di semester ini.
Dhea mengatakan ia memilih peminatan film sebab telah aktif di bidang ini sejak semester 2. Ia menjelaskan dirinya pernah membuat tugas praktik seperti film pendek, web series, dokumenter, serta film fiksi panjang selama kuliah secara berkelompok di semester 1 hingga 5. Untuk TA, ia memutuskan membuat film dokumenter.
Untuk tugas film pendek, Dhea mengaku dirinya tak mengeluarkan uang sama sekali karena ia mendapat pinjaman alat dari teman. Sementara kelompoknya membutuhkan dana sebesar Rp 200 ribu ketika membuat tugas dokumenter.
“Yang lumayan itu waktu bikin film panjang dan web series. Film panjang habis Rp 6 juta total, satu orang iuran Rp 20 ribu tiap hari selama satu semester. Kalau web series total anggaran Rp 1,050 juta. Satu orang iuran Rp 16 ribu tiap minggu selama dua bulan terus jualan makaroni buat nutupin kekurangannya. Satu kelompok ada 10 hingga 12 orang, jadi lumayan ringan buat dana,” jelasnya.
Baca juga: Jogja Movie Camp 2018: Workshop, Camping, Shooting!
Dhea mengatakan ia mematok dana untuk pembuatan TA tak lebih dari Rp 1 juta. Di Universitas Amikom, katanya, mahasiswa diperbolehkan membuat TA berupa karya atau skripsi. Apabila mereka memiliki project yang pernah menang penghargaan di perlombaan tingkat lokal atau nasional, karya tersebut pun bisa diajukan sebagai TA sehingga tak perlu membuat project baru.
Di samping dana buat tugas, mahasiswa S1 Komunikasi Universitas Amikom juga harus mengeluarkan uang untuk biaya kuliah. Berdasarkan informasi di laman resminya, biaya kuliah di semester 1 tahun akademik 2020/2021 di Universitas Amikom berbeda, tergantung jalur masuk. Mahasiswa yang diterima di gelombang khusus dan I, misalnya, mesti membayar biaya sarana, SPP Tetap, SPP Variabel 22 SKS, serta biaya pendukung sebesar Rp 22,815 juta.
Mereka yang masuk lewat gelombang II dan III harus mengeluarkan uang dengan jumlah berbeda. Menurut informasi di laman resminya, mahasiswa yang diterima di jalur II mesti membayar Rp 23,815 juta. Sementara itu, gelombang III mensyaratkan mahasiswa mengeluarkan Rp 24,815 juta buat biaya kuliah di semester 1.
Foto tampak depan merupakan kegiatan perkuliahan di Stikom Yogyakarta (Facebook Stikom Yogyakarta – Akindo)