Berita

Sundance Film Festival Asia 2022: Film Sebagai Produk Ekspor

Dalam penyelenggaraannya yang kedua di Indonesia, akhirnya Sundance Film Festival Asia (SFFA) 2022 bisa dilaksanakan secara offline di Flix Cinema, ASHTA at District 8 dari 25 Agustus sampai 28 Agustus 2022. Singkat memang, tapi cukup efektif menghimpun berbagai acara dari pemutaran sampai workshop dimana para hadirin bisa menonton film-film pilihan, berdisuksi dengan beberapa pembuat film, hingga belajar hal-hal baru di dalam bincang-bincang dengan berbagai topik.

SFFA yang dibawa oleh IDN Media, Sundance Institute dan XRM Media memutar 7 film yang diimpor dari berbagai kategori di Sundance Film Festival, antara lain Fire Of Love (Jonathan Oppenheim Editing Award: U.S. Documentary), Leonor Will Never Die (World Cinema Dramatic Special Jury Award: Innovative Spirit), Midwives (World Cinema Documentary Special Jury Award: Excellence in Vérité Filmmaking), Brian and Charles (Grand Jury Prize, World Cinema – Dramatic nominee), Maika (Sundance Kids Program), Blood (U.S. Dramatic Special Jury Award: Uncompromising Artistic Vision), Riotsville, USA (NEXT Innovator Award nominee). Bagi Heidi Zwicker, Senior Programmer Sundance Film Festival, tidak ada tema khusus yang menyatukan film-film tersebut. Suara para pembuat filmlah tentang isu-isu yang mereka angkat yang menjadi petunjuk bagi Sundance untuk memilih mereka. Dengan begitu antusias Heidi menyatakan kesenangannya menemukan film-film independen yang memiliki orisinil dan gaya visual tersendiri untuk diputar di Sundance tiap tahunnya. Apalagi bisa berbincang-bincang dengan para pembuat filmnya.

Namun sayang sekali, sebagaimana dinyatakan oleh Joana Vicente (CEO Sundance Institute) dan Heidi Zwicker, dari 15.000 film yang mereka terima setiap tahunnya, film Indonesia yang dikirimkan ke Sundance masih sangat sedikit. Tidak tiap tahun film-film Indonesia diputar dan berkompetisi disana. Beberapa yang kita ingat antara lain The Raid (Gareth Evans), What They Don’t Talk About When They Talk About Love (Mouly Surya), Killers (Mo Brothers), Tak Ada Yang Gila Di Kota Ini (Wregas Bhanuteja), Perempuan Tanah Jahanam (Joko Anwar), Makassar is a City for Football Fans (Khozy Rizal) dan Kado (Aditya Ahmad). William Utomo (COO IDN Media) berpendapat, banyak pembuat film Indonesia yang segan dan takut kalah sama film-film dari Amerika, Jepang dan lainnya. Dengan demikian mereka tidak kirim film untuk berkompetisi. Jadi bagaimana mau menang kalau submit pun tidak.

Baca juga: Layar Gampong Film Dibentangkan, Aceh Film Festival 2022 Dimulai

Dengan optimis William menyatakan dukungannya untuk para sineas Indonesia dengan diadakannya SFFA ini. Kami ingin menambah jumlah film Indonesia yang berkompetisi di Sundance dan diterima secara global, tambahnya. Ia juga menyatakan kalau film haruslah menjadi produk ekspor seperti halnya barang-barang Indonesia lainnya yang sudah terkenal di mancanegara. Dengan keunggulan Indonesia yang memiliki banyak sineas muda berbakat, mempopulerkan film-film Indonesia ke mancanegara mustinya tidak sulit. William juga menyebut IDN Media yang aktif merilis sekitar empat sampai enam film tiap tahun dan siap menerima filmmakers muda untuk bergabung dan siap berkompetisi.

Dukungan terhadap sineas Indonesia juga disampaikan oleh Michael Chow yang merupakan Co-Founder dan Chief Instigator XRM Media. Ia mengatakan, SFFA bisa menjadi ajang untuk menunjukkan budaya Indonesia di dunia. Sundance memiliki platform yang bernama “Collab” yang memungkinkan terjadinya deep culture exchange. XRM Media juga konsisten untuk menemukan dan siap mendanai film-film dengan penceritaan yang unik dan tentunya budget wise. Mereka tidak perlu mendengarkan apa kata distributor dengan persyaratan yang bisa menekan kreatifitas, tegasnya. XRM Media sudah bekerjasama dengan Sundance selama 10 tahun dan mengenal cikal bakal IDN Media sejak 8 tahun lalu.

Dalam perhelatan SFFA tahun ini, dari 100 lebih submisi, film pendek karya Anggun Priambodo yang berjudul Evacuation Of Mama Emola berhasil meraih Jury Prize for Best Short Film. Penghargaan ini merupakan kolaborasi dengan platform ARGO. Menurut Heidi, film ini terpilih karena ambisi yang dimiliki, orisinalitas, serta visual style-nya. Sementara film Science Around Us karya Ariv juga dianugerahi Honorary Mention SFFA.

Sundance Film Festival Asia memberikan kita film-film impor dari berbagai negara, bahkan dari negara-negara tetangga. Ini menambah jumlah film-film impor yang rutin tayang di bioskop. Baiknya jumlah ini memang harus diimbangi dengan jumlah film ekspor kita. Salah satu caranya adalah dengan berani berkompetisi. Tapi kompetisi akan jadi semu kalau tidak memperbaiki mutu film sendiri.[]

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top