Indonesia memiliki banyak festival film, yang diadakan oleh pemerintah, komunitas film, universitas, dan sebagainya. Usianya ada yang sudah di atas 10 tahun, yang dibawah 10 tahun, yang baru diinisiasi atau yang sudah tidak ada lagi sampai yang hanya muncul sekali. Perkembangan kegiatan perfilman, terutama festival film menarik untuk diikuti, karena ia bagian dari ekosistem film dimana penonton terlibat.
Pada 29 April 2022, berdasarkan SK Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia, No: I-101/IV-2022/KETUM. BPI, Vivian Idris ditetapkan sebagai Ketua Bidang Festival dan Penyelenggara Kegiatan di BPI. Kami menghubungi Vivian melalui Whatsapp untuk mengajukan beberapa pertanyaan terkait rencana program berdasarkan apa yang sekarang menjadi jabatannya. Berikut ini cuplikan wawancara Infoscreening dengan Vivian Idris;
Bagaimana posisi Vivian di BPI bisa memberi kontribusi kepada perfilman Indonesia?
Fungsi BPI tertera dalam Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman. Pada kepengurusan BPI 2022-2026 ini kongres memilih Ketua Umum. Ketua Umum memilih para pengurus atas dasar kompetensi dan sinergitas. Pada pasal 68 dituliskan “Badan Perfilman Indonesia dibentuk untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam perfilman” dan beberapa tugas-tugas yang lebih spesifik.
Sebagai pengurus, saya terlebih dulu akan mengacu pada aturan-aturan di atas, lalu melihat apa yang dibutuhkan dan apa yang perlu dilakukan dalam cakupan kerja saya dalam bidang penyelenggaraan festival dan kegiatan perfilman. Selanjutnya tentu saja saya berusaha menjalankan program sebaik-baiknya dengan jaringan, pengalaman dan kapasitas yang saya miliki.
Apa saja program-program yang direncanakan ke depan?
BPI memiliki garis besar program, yang akan dijalankan oleh semua bidang dan program-program yang spesifik untuk masing-masing bidang. Berikut adalah garis besar program BPI; Menghubungkan simpul-simpul ekosistem perfilman di Indonesia, menciptakan hubungan industrial yang sehat, mendorong adanya pusat data perfilman Indonesia, meningkatkan kompetensi SDM Perfilman Indonesia, mendorong FFI menjadi festival film berskala internasional, penelitian pengembangan film nasional, mendorong adanya 5 kota film nasional dan ruang putar alternatif, mendorong perkembangan dan pemajuan festival film nasional, dan mendorong adanya RIPN dan perubahan UU.
Bagaimana Vivian melihat festival film yang berjalan selama ini?
Ada beragam Festival film di Indonesia. Yang usianya sudah di atas 10 tahun, yang dibawah 10 tahun, yang baru diinisiasi atau yang sudah tidak ada lagi atau yang hanya muncul sekali.
Melihat sejarahnya, festival film kan dimulai sebagai pasar tempat produsen film menjual filmnya. Di Indonesia ini malah belum terjadi. Sebagai mantan pekerja festival film dan sebagai penonton film, saya melihat ada fungsi edukasi yang signifikan yang dibawa oleh sebuah festival. Ada fungsi komunikasi dan pertukaran intens yang terjadi dalam pelaksanaan festival, dan juga tentunya perayaan dan apresiasi atas kerja-kerja para pelaku film di Indonesia. Ini semua meletakkan festival dalam posisi yang penting dari berbagai sudut pandang, baik budaya, ekonomi, sosial maupun politik.
Dibalik keberadaannya yang penting, seringkali penyelenggaraan festival terkendala oleh ketersediaan dana. Ada tugas pemerintah dalam mensupport pendanaan, tapi tentunya pemerintah tidak bisa mensupport pendanaan semua festival selamanya. Artinya at any point, penyelenggara festival perlu memikirkan sumber pendanaan lainnya, apakah lewat bisnis, atau skema-skema lainnya. Menurut saya perlu perlu ada support bagi para penyelenggara festival untuk bisa
kemampuan mengusahakan kemandirian finansial, baik dengan berbagai capacity building maupun membukakan akses kerjasama dengan berbagai pihak.
Berikutnya, masih ada festival-festival film yang belum memiliki USP (unique selling proposition). Festival memerlukan daya untuk menarik penonton, filmmaker dan pendukung dan USP adalah daya itu. Saya memperhatikan beberapa festival dalam kolaps karena 2 faktor di atas. Tentunya ada juga faktor faktor lain yang menentukan bertahan atau tidaknya sebuah festival
Apa yang mungkin dilakukan komunitas film untuk bisa mendapat bantuan dari BPI?
Kembali ke poin pertama di atas. Intinya semua pelaku film adalah stakeholder BPI, dan BPI mempunyai tugas untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam perfilman. Namun masih banyak pelaku film perorangan maupun kelompok yang belum mendaftarkan diri sebagai stakeholder BPI. Mengapa penting mendaftarkan diri? Agar BPI memiliki informasi tentang para pelaku perfilman, apa kebutuhan para pelaku perfilman ini. Sangat sulit untuk menentukan langkah apa yang harus diambil tanpa ada data yang valid.
Pemajuan perfilman Indonesia ini adalah kerja bersama, tidak bisa menjadi kerja salah satu pihak saja. Dalam kesempatan ini saya ingin mengajak para pelaku film untuk mendaftarkan asosiasi atau kelompoknya agar tercatat sebagai stakeholder BPI.
Bagaimana strategi BPI bidang Festival dan Penyelenggara Kegiatan untuk meningkatkan kemajuan perfilman Indonesia?
Banyak hal yang perlu dibenahi dalam ekosistem perfilman dan pada saat yang sama banyak kemajuan yang juga perlu diikuti. Hal ini tidak mungkin diselesaikan sendiri oleh BPI, untuk itu strategi kami adalah bersinergi dengan semua pemangku kepentingan dalam ekosistem perfilman Indonesia baik pemerintah, swasta, stakeholder BPI, kampus dan lainnya. Dan BPI sebagai institusi memiliki prinsip kerja terstruktur, terukur dan telusur, tiga hal ini diadopsi dalam semua program BPI untuk mendapatkan hasil yang efektif, efisien dan tepat guna.[]
Baca juga: Storyteller yang Jatuh Cinta pada Film : Sebuah Wawancara dengan Monica Vanesa Tedja