Artikel
Catatan Mengikuti Gemar Film Pendek #4 & #5 : Melihat Sejarah dalam Realitas
Tulisan ini dibuat dalam rangka keikutsertaan Program Open Call: Mengalami Kineforum yang diinisiasi oleh Infoscreening.
Infoscreening.co – Bulan Maret merupakan salah satu bulan yang sangat spesial untuk Perfilman Indonesia. Pada bulan ini juga Kineforum ikut mengapresiasinya melalui program “Sejarah adalah Sekarang ke-9”, dengan mengapresiasi sineas Indonesia. Selain kompilasi 20 film panjang, 2 sesi diskusi, Gemar Film Pendek (GFP) hadir tidak hanya sekali. Menampilkan kompilasi film pendek (bekerja sama dengan Boemboe) , sesuai dengan tema Kineforum bulan ini. GFP #4 dan GFP #5 berlangsung pada tanggal 11 Maret 2018 dan 18 Maret 2018.
Gemar Film Pendek #4
Kompilasi film pendek dalam kesempatan GFP#4 kali ini mengambil latar belakang keluarga. Sesuai dengan tema kineforum yang berbicara tentang sejarah, film-film pendek ini hadir untuk melihat bahwa dalam setiap keluarga pasti ada masa lalu, sekarang, dan masa depan yang akan datang. Bagaimana sebagai sebuah keluarga kita mengingat itu? Atau banyak hal-hal yang terpecah dan terlupakan. 4 film pendek tersebut adalah Akar (Amelia Hapsari), Ketok (Tintin Wulia),Kisah di Hari Minggu ( Adi Marsono), dan Ngabedahkeun ( Luthfan Nur Rochman).
Tidak ada yang lebih indah dari menghimpun kenangan-kenangan sejak kecil bersama orang tua. Amelia Hapsari berbicara lewat film yang rilis pada tahun 2013 itu. Akar menjadi salah satu contoh kehidupan keluarga Tionghoa yang membuat kita berkaca dan melihat dalam keluarga kita, bagaimana kebudayaan yang kita terapkan. Berbeda dengan seperti biasa orang menceritakan genre drama keluarga dengan tema fiksi, film pendek ini merupakan dokumenter dan penceritaan secara eksplisit dengan apa adanya bersama sudut pandang Amelia sebagai tokoh utama.
Diskusi berlangsung dan banyak yang bertanya kisah hidup dan yang melatarbelakangi film pendek tersebut. Amelia Hapsari bercerita,film pendek ini merupakan film perealisasian untuk kehidupan, bahwa banyak perbedaan antara dirinya dan orang tua, berbicara soal mimpi dan lain-lain.
Saat diskusi berlangsung masing- masing Sineas bercerita mengenai bagaimana latar belakang film tersebut. Luthfan NurRochman membuat film ini melalui fasilitasi program CGV movie project. Ia mengaku menceritakan soal film ini terinspirasi oleh judul-judul Koran yang sensasional. Ngabedahkeun yang artinya menguras kolam. Misteri, misteri, dan misteri. Seperti lapisan bawang, yang tidak habis terkelupas. Menurut saya ini genre yang unik, bukan hanya drama tetapi kriminal dan misteri. Menggelitik moral dalam kehidupan, mempertanyakan kebenaran, dan mengangkat konflik keluarga yang dalam keadaan berantakan. Bersinergi memberikan pencerahan yang menjembatani antara cinta dan keadilan yang berdiri pada garis yang sama.
Hal-hal lucu pelengkap Keluarga
Ketok (Tintin Wulia) yang menghadirkan kisah lucu lewat animasi dengan konsep yang berbeda lewat beberapa efek stop motion juga mewarnai kompilasi kali ini. Mengingat bahwa bukan hanya misteri, luka atau apapun dalam sebuah sejarah tapi juga segelak cerita-cerita lucu yang tak terlewatkan. Mengambil penceritaan dokumenter dengan cara animasi, film ini merebut gelak dan hati semua penonton.
Selanjutnya Adi Marsono yang membawa Kisah di Hari Minggu menjadi sesuatu yang sangat menarik. Penonton diajak berpikir lewat dialog yang minim dan ekspresi wajah aktor dan aktrisnya. Pada saat diskusi Adi Marsono sebenarnya lewat film pendek ini hanya ingin menyampaikan soal seorang Ibu yang hidup dalam keluarga menengah kebawah lupa bahwa hari itu adalah hari minggu. Yang menarik adalah banyak dari yang datang tidak sadar bahwa latar belakang cerita tersebut adalah hari minggu. Berangkat dari teater itulah yang membekali Adi Marsono sampai dalam dunia perfilman. “Sederhana”, menurut saya kata itu menggambarkan keseluruhan film ini. Pemilihan adegan mencucipiring bersama, pada akhir film benar-benarmemberikan intrepetasi berbeda yang bisa kita rasakan ketika menonton.
Gemar Film Pendek #5
Hadir pada hari Minggu,18 Maret 2018 kompilasi ini terdiri dari 5 film pendek. Fenomena dalam suatu dekade atau realitas maupun kebudayaan dalam kehidupan. Cermin (Sarah Adilah), Salah Gaul (Abdul Razzaq & Sahree Ramadhan), The Chosen Generation (Ariel Victor), Ali Ali Setan (Putri Purnamasari), dan Errorist of Seasons (Rein Maychaeleson). Yang menarik dari setiap film ini adalah durasi yang sangat minim setiap apalagi ditambah keberagaman genre dari fiksi, dokumenter, dan animasi.
Diskusi yang berlangsung setelah menonton,mendatangkan Sarah Adilah dari film Cermin, Abdul Razzaq film Salah Gaul, dan Ariel Victor The Choosen Generation. Ketiganya mempunyai latar belakang masing-masing ketika membuat film-film tersebut. Sarah yang saat itu masih SMA bersama kedua temannya yang berada di Palu menciptakan Cermin sebagai bagian dari revolusi mental dalam bidang pendidikan. Film tanpa dialog dan berdurasi 3 menit ini berada dari sudut pandang anak sekolah, Sarah dan temannya berpikir salah satu reflektivitas pendidikan Indonesia bukan hanya salah pada pemerintah tetapi juga pada siswa yang masih tidak mengerti nilai dari pendidikan. Film ini masuk dalam nominasi AFI dan dipilih dalam program New Order Singapore Film Festival.
Generasi Baru = Generasi Seru
Abdul Razzaq sutradara dari film Salah Gaul memulai melihat realitas kesenjangan sosial antara kaum ‘alay’ dan kaum yang merasa ‘tidak alay’. Bertanya, mengeksplorasi, dan mengidentifikasi setiap kondisi sosial di Surabaya. Film pendek dokumenter ini lahir pada tahun 2011, yang akhirnya terealisasikan pada tahun 2012. Abdul Razzaq yang biasa disapa Aboe berkata,banyak sekali hal-hal yang berubah dan keluar dari pemikirannya. Eksplorasi adalah kunci dari dokumenter. Setelah mewawancarai orang yang secara langsung ternyata menyatukan pemikiran tersebut dan menyatukannya secara runut dan rapi.
Ariel Victor memilih the chosen generation sebagai judul karena generasi milenial yang menjadi sebuah generasi yang tumbuh dengan hal yang spesial yaitu, internet. Banyaknya perubahan dan pergerakan teknologi tanpa sadar menaungi setiap insane melakukan hal-hal yang tidak bisa terbayangkan akan terjadi. Munculnya komedi-komedi satire membawa film pendek animasi ini ke level yang berbeda.
Fenomenal yang lebih dari terkenal
Kegilaan suatu hal membawa perubahan sosial dalam lingkungan. Tren batu cincin pada tahun 2015 lampau saat berita PNS Purbalingga wajib memakai batu cincin. Nostalgia menyadarkan kita lewat cerita ini. Tren dan kehidupan seperti gelang power balance atau barang-barang hype beast di era millennial. Eksitensi dan pekerjaan , harapan dan kegelisahan. Semua berdempetan sampai bersiap untuk melihat secara progresif , Errorist of Seasons secara eksplisit menerjang badai kehidupan seorang bapak dalam mempertahankan harga dirinya dan menjadi sesosok bapak bagi anaknya yang baik. Fenomenal banjir yang akan selalu datang memberikan peluang bagi 2 sosok pria yang baru di PHK. Seperti layaknya film keluarga, Errorist of Seasons mengemasnya dengan manis dan berirama.
Baca juga tulisan lain dalam program Mengalami Kineforum di website kami, dan tulisan-tulisan lain dari Kevina G. Dris