Berita

Film Musik Makan 2018: Gagasan, Peristiwa dan Sajian Lengkap

Menonton film saja memang cukup menjadi hiburan. Namun alangkah asyiknya jika dilengkapi pula dengan pentas musik dan santapan yang menarik di sela acara. Itulah yang disajikan oleh Film Musik Makan (FFM) sepanjang penyelenggaraannya yang sudah berlangsung sebanyak lima kali. Di tahun kelimanya ini pun, FFM 2018 semakin memantapkan langkahnya menjadi acara tahunan yang lengkap. Juga dilaksanakan di dua tempat: Jakarta (10 Maret) dan Bandung (11 Maret).

Baca juga: Film Musik Makan 2018 akan diselenggarakan di Jakarta dan Bandung

Sajian utama FFM kali ini adalah film panjang terbaru Ismail Basbeth berjudul “Mobil Bekas dan Kisah-kisah dalam Putaran”, juga beberapa film pendek antara lain Joko (Suryo Wiyogo), Happy Family (Eden Junjung), Elegi Melodi (Jason Iskandar), Waung (Wregas Bhanuteja), Madonna (Sinung Winahyoko), serta sebuah film panjang dari Thailand berjudul Malila: The Farewell Flower (Anucha Boonyawatana). Daftar film di atas juga akan ditayangkan di Bandung, minus “Malila” yang diganti oleh Balada Bala Sinema (Yuda Kurniawan). Dari sisi musik, kali ini FFM menggaet proyek kolaborasi akustik Rental Video yang dibentuk oleh Adrian Yunan, Harlan dan Andri Boer. Lalu dilengkapi oleh makanan-makanan Lapak Makan Sineas seperti Kedai Medan (Tia Hasibuan), Nasi Pedes Cipete (Lola Amaria), Panggang Bro (Batara Goempar), dan Kata Kopi (Joshua Dwi).

Di Jakarta, FFM diadakan kembali di Goethe Institut, Pada jam satu siang dibuka dengan pemutaran serangkaian peristiwa dalam film-film pendek, diikuti dengan diskusi yang dihadiri oleh para sutradaranya langsung, antara lain Eden Junjung, Wregas Bhanuteja, Sinung Winahyoko dan Jason Iskandar bersama Dayu Wijanto (yang bermain di Elegi Melodi). Film “Joko” menjadikan toko bangunan menjadi kompleks dengan politik dan preferensi seksual. Film “Elegi Melodi” erat dengan perempuan dan permasalahannya. Film ini juga membuat kita mengingat mimpi lama kita yang mungkin belum tercapai hingga sekarang. Film “Happy Family” membuat kita mengikuti perjalanan pencarian ‘kebahagiaan’ dan ‘harapan’ yang hilang. “Waung” menghidupkan mimpi dan obsesi. Sementara “Madonna” bercerita tentang kehidupan Bagan yang tidak pernah kita banyangkan sebelumnya. Jam empat sore acara dilanjutkan dengan pemutaran film karya Anucha Boonyawatana yang berjudul Malila: The Farewell Flower. Sebuah film yang begitu detil menggambarkan tentang hasrat dan kehidupan awal seorang biksu. Tak lupa sepanjang waktu rehat antara acara bisa mencicipi kerang dan roti jala dari Kedai Medan, Mie ayam kecombrang dan Mie cumi hitam dari Nasi Pedes Cipete, Babi panggang dari Panggang Bro, dan menyeruput kopi di Kata Kopi.

Filmmaker pendek Sinung Winahyoko, Wregas Bhanuteja, Jason Iskandar didampingi Dayu Wijanto, Eden Junjung. (foto Rohmani/Infoscreening)

Jam tujuh malam, Rental Video tampil di atas pentas dengan lagu-lagu seputar film di era rental video yang begitu mereka ingat sekali. Penonton juga dibuat sumringah mengenang masa-masa tersebut dimana lagu-lagu tentang Arie Hanggara, Satu Mawar Tiga Duri, Koboi Cengeng, Srimulat (Untung Ada Saya), Warkop dan lainnya didendangkan dengan irama folk, sesekali menghentak dengan gaya “Blur”. Setelah itu, film “Mobil Bekas dan Kisah-kisah dalam Putaran” langsung diputar.

Pemutaran film diikuti dengan sesi diskusi bersama Ismail Basbeth (Sutradara), Cornelio Sunny (Produser dan Pemain), Panji Prasetyo (Produser Eksekutif) dan Charlie Meliala (Penata Suara dan Musik). Film ini menggunakan cara crowdfunding untuk mendapatkan dananya. Sebab itu kita bisa melihat nama-nama mulai dari Iman Kurniadi, Yan Widjaya hingga Robert Ronny di daftar co-producer. Basbeth menyatakan kalau ia sendiri tidak bisa memberikan timbal balik apapun kepada para pemberi dana tersebut, selain karya itu sendiri. Sisa dana yang ada digunakan untuk melegalkan sebuah wadah seniman “Bosan Berisik Lab” dan membantu sineas lain untuk mewujudkan karyanya. Sementara Charlie sendiri menegaskan kalau yang mereka telah lakukan bukan murni crowdfunding, melainkan sistem donasi. Panji Prasetyo sendiri berkomitmen tinggi untuk membantu film ini atas dasar gagasan yang ditawarkan. Hal tersebut ditanggapi oleh Basbeth, bahwa seorang pembuat film harus pintar-pintar “menjual” gagasan yang mereka punya pada para pemberi dana.

Bagi Basbeth, “Mobil Bekas” adalah cita-cita lamanya untuk membuat film omnibus yang akhirnya tercapai. Film ini merupakan refleksinya terhadap isu-isu yang terjadi di Indonesia saat ini: politik, ekonomi, seni dan budaya, masyarakat, hukum, dan sejarah yang masih berupa tanda tanya. Isu-isu tersebut diceritakan melalui kisah-kisah yang saling mempengaruhi dan diikat dengan dua permasalahan yang tak kunjung tuntas: militerisme dan agraria. Banyak peristiwa di negara ini dimana militer punya andil besar, ujar Basbeth, kita tahu itu, tapi selalu lolos dari media dan tidak pernah ada bukti jelas untuk mengungkapnya.

Setelah acara selesai, dari karya-karya tersebut, ada banyak hal yang semakin membuat penasaran dan didiskusikan lebih lanjut. Ada gagasan-gagasan baru yang mungkin ditemukan dan karya-karya baru yang siap dihasilkan. Jika proses kreatif tersendat, mari sejenak dengarkan musik dan menikmati hidangan.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top