Siaran Pers
“’Mama paste (petugas), buka…buka…!’ teriak beberapa anak kecil sambil mendorong-dorong jeruji pintu sel penjara.”
Invisible Hopes adalah film dokumenter yang mengungkap kehidupan nyata anak-anak yang lahir dari ibu narapidana. Mereka terpaksa hidup sebagai korban terselubung di balik jeruji penjara. Film Invisible Hopes baru menggelar premier pada Sabtu, 3 April 2021 lalu di XXI Plaza Senayan, Jakarta.
Menurut sutradara yang sekaligus produser film ini, Lamtiar Simorangkir, Invisible Hopes dibuat untuk memberikan informasi baru dan membuka ruang diskusi. “Kami membuat film ini atas dasar keterpanggilan, untuk melakukan sesuatu bagi ibu hamil dan anak mereka yang lahir di dalam penjara. Bukan untuk agenda lain, apalagi untuk menyalahkan dan mempermalukan pihak-pihak tertentu,” ungkap Lamtiar.
Ucapan Apresiasi
Pemutaran Invisible Hopes ini dihadiri oleh Duta Besar Switzerland untuk Indonesia, perwakilan dari Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia, perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta perwakilan Pemda Tapanuli Utara. Invisible Hopes mendapatkan dukungan pendanaan (funding) dari Kedutaan Besar Switzerland dan Kedutaan Besar Norwegia. Setelah pemutaran film, keempat perwakilan lembaga yang diundang beserta sutradara film menandatangani poster film Invisible Hopes. Penandatanganan ini sebagai simbol, mereka siap bekerja sama untuk melakukan sesuatu demi perubahan yang lebih baik bagi ibu hamil, terutama bagi anak yang lahir dan dibesarkan di penjara.
Para undangan yang hadir merespons dengan baik film Invisible Hopes. “Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat kepada Lamtiar Simorangkir dan semua tim produksi Invisible Hopes. Saya tahu bahwa ini adalah perjalanan yang panjang dan melelahkan. Saya senang merayakan premier hari ini bersama Anda. Hasilnya sangat mengesankan. Kita semua masih merasakan kesan yang kuat dari film ini. Apa yang terjadi di penjara biasanya tertutup untuk masyarakat. Sebagian besar dari kita mungkin tidak menyadari, bahwa ada perempuan yang melahirkan di penjara dan beberapa anak menghabiskan tahun-tahun pertama mereka di balik jeruji besi. (Film ini) menunjukkan kepada kita kenyataan, ini adalah salah satu pencapaian Invisible Hopes,” ungkap H.E Kurt Kunz, Duta Besar Switzerland di Indonesia pada kata sambutannya setelah menonton Invisible Hopes.
“Kami berharap Invisible Hopes dapat membuka mata para pengambil keputusan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Kami berharap ini akan membantu kami lebih memahami realitas kompleks dan kontradiktif dari sistem penjara kami,“ sambung H.E Kurt Kunz.
Perwakilan dari Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia di Jakarta, Bjørnar Dahl, juga menyampaikan apresiasinya. “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada saudari Lamtiar Simorangkir dan tim Lam Horas Film yang telah membuat film ini. Serta kasih sayang Anda kepada mereka yang beruntung, benar-benar menginspirasi kita semua. Dan film semacam ini, tidak meninggalkan Anda sendirian, dalam arti memaksa Anda untuk menghadapi kenyataan pahit sendirian. Kenyataan yang tidak Anda lihat dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah fakta bahwa beberapa perempuan dan anak-anak hidup bersama setiap hari di penjara.”
Bjørnar Dahl juga berharap Invisible Hopes dapat dipakai sebagai alat bersama untuk memperbaiki kondisi ibu dan anak di dalam penjara “Saya pikir kita harus berhati-hati untuk tidak menggunakan film sebagai dasar untuk melabeli dan mempermalukan institusi tertentu. Tetapi kita harus bekerja sama dengan institusi terkait untuk meningkatkan kondisi kehidupan para narapidana dan anak-anak. Film ini menurut saya mengandung beberapa pesan kunci, kita perlu memastikan bahwa ibu hamil dan anaknya di lapas memiliki akses terhadap makanan bergizi, pelayanan kesehatan, dan kondisi hidup yang layak,” sambungnya.
Puisi dan Ungkapan Perasaan
Pada kesempatan itu juga, sutradara Lamtiar Simorangkir memperkenalkan kru yang terlibat dalam pembuatan film tersebut, serta membacakan puisi yang juga director statement-nya. Director statement ini merupakan ungkapan perasaan Lamtiar selama pembuatan film Invisible Hopes. Pembacaan puisi dengan judul “Apakah Cintaku Terlalu Besar?” menggambarkan pergulatan emosi yang dialami Lamtiar selama proses pembuatan film. Perasaan marah dan sedih atas keadaan yang dia lihat dalam penjara, serta cinta yang tumbuh untuk para ibu hamil, terutama anak-anak yang lahir di dalam penjara.
Film ini akan dipakai sebagai alat advokasi dan untuk menumbuhkan kepedulian publik. Invisible Hopes adalah film pertama di Indonesia yang mengungkapkan secara lebih dekat kehidupan para narapidana hamil dan anak-anak mereka yang lahir dan hidup di penjara. Film produksi Lam Horas Film ini direncanakan akan tayang di bioskop pada bulan Mei 2021.
Baca juga: Perjuangkan Hak Anak yang Lahir di Penjara Melalui Film “Invisible Hopes”
Selain keempat perwakilan lembaga yang telah disebutkan di atas, premier film ini juga dihadiri oleh perwakilan NGO, ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights, Ombudsman, Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia dan berbagai pihak yang telah membantu proses pembuatan Invisible Hopes.
“Setiap anak berhak untuk hidup di dunia yang bebas, sehat, terlindungi, dan bahagia.”
