Artikel

Memutar Turang di Bioskop Kampus, Liga Film Mahasiswa Bersama Bahasinema Hadirkan Peneliti dan Seniman

Posted on

Menjadi dua dari banyak komunitas yang menyambut ajakan Bunga Siagian, Liga Film Mahasiswa ITB (LFM) dan Bahasinema adakan Bioskop Kampus dengan memutar film Turang (1957). Turang merupakan film yang sempat memenangkan gelaran festival film Indonesia dan menjadi highlight pada Festival Film Asia Afrika yang diselenggarakan oleh Lekra. Film ini sempat menghilang lama akibat pemusnahan karya seniman-seniman kiri pasca geger ’65. Film ini akhirnya kembali ke tanah air setelah ditemukan beberapa tahun lalu di Rusia. Turang juga telah mengalami proses subtitle yang kompleks dan detail. Film ini bahkan sempat ditayangkan di tanah Karo dan Rotterdam yang disambut dengan penuh kehangatan.

Dalam penayangannya di Bioskop Kampus, pihak LFM menghadirkan Radhni Thiedman sebagai peneliti dan juga Wanggi Hoed, seorang seniman pantomim dari Bandung. Menanggapi film ini, Wanggi memaparkaan tentang pentingnya kesenian, termasuk dengan menonton film-film seperti Turang, di tengah masyarakat yang “rusak” akibat algoritma. Sementara, Radhni sebagai peneliti dan aktivis lebih membahas tentang sejarah perbudakan di Nusantara.

Film ini disambut dengan antusias oleh para penonton. Hal ini terlihat dalam sesi diskusi yang dinamis. Para peserta yang berlatar belakang mahasiswa, pencinta film dan budaya Bandung menanggapi dan memberi komentar. Salah satu peserta dari Sumatera Utara mengaku, melalui film Turang ia kembali menemukan konteks dari cerita-cerita yang ia dengar semasa kecil. Ia pun sempat turut membantu menjelaskan makna kata turang sebagai sapaan multimakna, tergantung konteks yang melingkupinya. Selain itu, seorang mahasiswa pascasarjana berbagi pengalamannya tentang bagaimana ia melihat dalam kacamata kontemporer tentang betapa nasionalisnya film Turang.

Menonton film Turang untuk kedua kalinya memberi pengalaman tersendiri bagi penulis sendiri. Berdasarkan pengalaman menontonnya, penulis berkesempatan melihat Turang dari hal-hal yang sebelumnya sempat terlewat. Tentang bagaimana film ini dibangun dengan alur cerita yang detail, serta potongan-potongan kunci yang mengalir sehingga semua kejadian di dalamnya bisa dipahami. Berbagai jukstaposisi penting serta ragam aktivitas keseharian masyarakat Karo menjadi penting dihayati kembali sesuai konteks sosial masa kini.

Namun, kita Kembali dihadapkan pada situasi dimana algoritma dan kecerdasan buatan mengubah manusia jadi terbiasa dengan konten-konten instan. Hal menarik lainnya adalah bagaimana Bachtiar berusaha mengarahkan manusia-manusia di dalamnya untuk berakting. Kembalinya film-film Bachtiar Siagian di tengah-tengah kita mengingatkan kita pada pengakuan yang pernah diterimanya di kancah perfilman nasional dan internasional sebagai sutradara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

Copyright © 2016 Infoscreening.

Exit mobile version