Oleh: Juli Sastrawan, Fotografer: Vifick dari Saya Bercerita
Tak ada rotan akar pun jadi. Sepertinya itu adalah pepatah yang paling pas untuk menggambarkan salah satu program pop up cinema (layar tancap) yang digelar oleh Minikino dalam serangkaian 3rdMFW (Minikino Film Week) di tahun ini. Bagaimana tidak, lokasi pemutaran yang seharusnya terletak di Desa Duda, Selat, Karangasem yang mana masyarakatnya mengungsi karena status Gunung Agung yang naik ke level awas, dipindahkan ke Gedung Serbaguna Banjar Mangsul, Desa Tista, Kecamatan Abang, Karangasem.
Meskipun pemutaran film harus dipindah, tapi itu tak menyurutkan semangat relawan 3rdMFW untuk menggelar layar tancap. Beruntung apa yang dilakukan relawan membuahkan senyum puas penonton. Pop up cinema yang digelar pada hari Selasa (9/10) berlangsung lancar dan penuh antusias.
Sambil menunggu acara pemutaran film dimulai, secara spontan relawan 3rdMFW melakukan beberapa permainan bersama anak-anak. Ada 50an anak saat itu, dan mereka sangat senang mendapat kakak-kakak baru yang mengajak mereka bermain.
Pukul 18:00 WITA acara dimulai. Penonton yang berjumlah 284 orang begitu antuasias saat menonton. Terlebih saat menonton beberapa film yang menggunakan bahasa daerah dari program Indonesia Raja 2017 Bali.
Bagi sebagian relawan Minikino, ini adalah pengalaman pertama berkegiatan di posko pengungsian, bermain bersama anak-anak, dan mengenalkan film pendek sejak dini kepada anak-anak. Ada begitu banyak cara untuk berbagi. Bahkan melalui film pendek sekalipun. Kita bisa menghibur banyak orang, mengurangi rasa kekhawatiran sejenak akan apa yang terjadi, terlebih yang dirasakan oleh anak-anak di posko pengungsian.
Tak jarang film pendek menjadi medium pertemuan segala usia, untuk bertemu, mengenal satu sama lain dan bercerita tentang bagian mana yang disukai dalam adegan beberapa menit yang sudah terlewati. Terlepas dari itu semua, menonton film pendek bersama-sama mampu menghadirkan nuansa baru, dan lebih mengakrabkan kita dengan sesama.
