Wawancara

Indigo Gabriel Zulkarnain: Segregasi Kelas Bisa Muncul di Manapun

Menyambangi Ucifest 2025, penulis berkesempatan menonton film menarik seputar kekristenan di program ini. Sang film maker, Indigo Gabriel Zulkarnain di dalam sesi tanya jawab, sempat memaparkan tentang bagaimana film ini erat kaitannya dengan pengalaman pribadinya saat salah satu anggota keluarganya jatuh sakit dan keluarganya kemudian menemui pendeta.

Pasca pemutaran, selepas sesi tanya jawab usai, penulis pun berkesempatan melakukan wawancara langsung dengan Indigo Gabriel Zulkarnain.

Panji (P): Boleh cerita sedikit tentang filmnya Menabur Angin Menuai Badai?

Indigo (IG): Ok. film saya berjudul Menabur Angin Menuai Badai, merupakan film yang bekerjasama dengan KPK dan ISI Yogyakarta. Dalam film ini saya menampilkan isu tentang kehidupan kultur mega church di Indonesia maupun di luar negeri, yang saya juga familiar dengan itu. Beberapa megachurch ini mengambil narasi tentang kekristenan, sebuah keilahian, dimana seorang pendeta mengambil keuntungan pribadi. Jadi, beberapa pendeta ini menggunakan megachurch-nya, kesetiaan loyalitas jemaatnya untuk memperoleh keuntungan yang lebih banyak

P: Ok, ngomong-ngomong (dalam tanya jawab) tadi kamu juga bilang film-film yang mengangkat kekristenan temanya itu-itu aja jadi kamu ingin mengangkat angle yang baru.

IG: Betul, sebenarnya concern saya sih. Saya punya pengalaman jadi programmer film gitu jadi memang cukup familiar dengan film-film pendek yang mana ada banyak film pendek tentang kehidupan orang Kristen, tapi yang dibahas itu dari segi toleransi. Jadi seakan-akan kami orang Kristen itu jadi token aja supaya temen-temen merasa feel good about themselves gitu karena toleransi tersebut. Seakan-akan kami orang Kristen nggak punya cerita sendiri. Itu sebenarnya concern untuk membawa kenapa film ini sangat Kristen banget gitu ya dengan estetika Kristen, dengan gereja Kristen, lalu dengan simbol Kristen yang cukup kuat, membahas semua karakternya Kristen. Sebenarnya itu sih karena, itu yang jadi bahan komunikasi saya dengan KPK ketika saya pitching, bahwa saya mau nih melihat cerita Kristen yang beneran Kristen, nggak cuma jadi token aja orang kristennya

P: Ok, tadi (saat sesi tanya jawab) kan kamu sempat menyinggung ada concern soal isu politik terkini (Talibanisasi KPK sehingga bisa jadi isu kalau KPK mengangkat cerita ini -red), KPK-nya sendiri ada masukan gimana gitu nggak sih?

IG: Sebenarnya KPK kemarin lebih menekankan bahwa ada beberapa titik yang saya cukup radikal dalam menyampaikan. Mereka tuh sebagai teman diskusi saya sih bagaimana pesan-pesan radikal itu kita haluskan lagi, sehingga tidak ada misinterpretasi yang membuat saya jatuh dan nama KPK juga jatuh. Sebenarnya itu juga yang membantu saya banget dalam membangun dunia yang bisa diterima semua orang.

P: Sebelumnya bikin film apa kah?

IG: Saya buat film judulnya Geger Perikoloso, film tugas akhir saya tentang ’65. Jadi ada anak laki yang ingin menari tapi gak boleh sama bapaknya karena dia keluarga NU dan kalau menari di zaman itu sangat diasosiasikan dengan Lekra

P: Sorry ya saya kudet

P: BTW kamu kan punya concern gini. Itu akan dilanjutin gak sih? maksudnya kamu akan banyak bikin film tentang kekristenan atau semacamnya

IG: Sebenarnya concern saya dalam membuat naskah adalah kelas sih. Jadi ketika saya melihat gereja ini ada sistem kelas yang tidak sengaja terbentuk karena sifat megachurch yang kapitalistik tadi. Jadi itu yang jadi concern saya, jadi gimana segregasi kelas ini bisa muncul di manapun, termasuk di megachurch gitu yang sangat kapitalistik. Jadi saya ingin bahas film tentang class-struggle

P: Ooh, soalnya saya lihat topik yang kamu angkat lumayan banyak juga. Karena Paus baru meninggal, dan ternyata ada orang-orang dari sekte yang berbeda terungkap nggak suka sama beliau. Kayanya menarik (kalau diangkat juga), ada Conclave juga kemarin.

IG: Iya bener, sebenarnya saya nggak memproyeksikan di tanggal-tanggal segitu karena saya nggak tahu kan masa depan seperti apa. Cuma kebetulan itu topik yang cukup dekat dengan saya, eeh pada saat itu dan saya hold dear banget saat saya shooting film ini. Kebetulan filmnya tayang saat apa saya juga kurang tahu kan.

P: Maksudnya itu mentrigger kamu untuk bikin lagi (dengan tema seperti ini) apa gimana? Tapi saya bukan mengarahkan ya

IG: Sebenarnya kalau ada kesempatan untuk bikin, saya mau bikin sih, karena sesuai yang saya bilang di awal harus mulai muncul film-film yang sifatnya dikerjakan temen-temen Kristen atau temen-temen minoritas lain atau kelompok marjinal dimana perspektifnya segar untuk penonton film-film pendek. Akhirnya itu yang mengangkat keberagaman sinema kita, kan? Itu film pendeknya.

Baca juga berbagai artikel wawancara lainnya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top