Artikel

Ruang Aman dalam Pesantren dan Alteraksi

JAKARTA – Kamis 28 Oktober diselenggarakan Alteraksi Pesantren di Metrocinema Kemang. Pesantren merupakan film dokumenter panjang karya Shalahuddin Siregar yang mengangkat kehidupan di pesantren Pondok Kebon Jambu, sebuah pesantren yang dipimpin oleh seorang perempuan. Alteraksi adalah sebuah program dari organisasi Besiberani yang menggabungkan kegiatan menonton film dan kegiatan diskusi interaktif antara para penontonnya.

Dalam film dokumenter bergaya observasional ini ditunjukan hal-hal yang mungkin berbeda dengan pandangan masyarakat tentang seperti apa pendidikan di pesantren. Para santri sehari-hari mengaji dan mengkaji berbagai kitab, berdiskusi di dalam dan di luar kelas tentang banyak hal tanpa harus merasa sungkan atau takut dengan bagaimana pertanyaan atau tanggapan mereka akan ditanggapi nantinya karena guru-guru yang siap sedia menanggapi dan menengahi diskusi di kelas dengan baik. Topik bahasan yang diangkat sangat beragam dan bisa disebut liberal, beberapa guru malah dapat membahas seputar peran gender, atau kajian hukum Islam yang bisa didiskusikan kembali dalam konteks masa kini dan lokasi yang berbeda.

Baca juga: Shalahuddin Siregar: Nila Setitik Tidak Seharusnya Merusak Susu Sebelangga

Usai pemutaran, program ini kemudian dilanjutkan dengan sebuah kegiatan diskusi yang dinamai “Tukar Pandang”, dipandu oleh Rival Ahmad selaku fasilitator. Sebagaimana program-program Alteraksi sebelumnya, kegiatan ini tidak hanya mengajak pesertanya untuk membahas film yang diputar, namun juga membahas berbagai isu yang muncul dan dirasakan oleh tiap penonton tanpa dituntun oleh pihak pembuat film.

Di era ketika masyarakat terpolarisasi dan tidak saling melihat, di mana sedikit saja orang terlihat mengikuti syariat Islam atau bahkan sekadar terlihat memiliki pandangan yang berbeda dengan status quo maka akan mendapat label tertentu (contoh: kadrun) film Pesantren ikut membuka mata penontonnya tentang seperti apa pendidikan Islam. Terlihat salah satu peserta menyampaikan bahwa usai menonton film ini, ia mempertimbangkan untuk menjadikan institusi keagamaan sebagai salah satu alternatif pendidikan untuk anaknya kelak. 

Salah satu dari banyak hal yang menarik menurut saya ketika melihat para pendidik dengan bijaksana dapat melihat perubahan sosial yang mengakibatkan berubahnya tipe anak-anak yang baru datang ke pesantren (banyak yang belum dapat membaca Qur’an) dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk memberi pengajaran. Khusus tentang “Tukar Pandang” di mana kita dapat saling tatap dan bicara satu sama lain membicarakan memori dan sedikit berbagi pandangan termasuk cita-cita, sesi ini ternyata merupakan hal yang saya butuhkan, apalagi setelah hampir dua tahun pandemi.

Distribusi Pesantren dan Impact Campaign Melalui Alteraksi

Ditanyai seputar distribusi dan ekshibisi film “Pesantren”, Suryani Liauw selaku salah satu inisiator program Alteraksi dan juga produser dari film bercerita bahwa ia diajak oleh sutradara Shalahuddin Siregar untuk menjadi Impact Producer, supaya film ini bisa menjalankan impact distribution. Jalur impact distribution film “Pesantren” dimulai dengan keikutsertaannya dalam Good Pitch Indonesia 2019 yang diselenggarakan oleh In-Docs. Suryani menjelaskan, selain dalam bentuk kegiatan Alteraksi, film Pesantren juga direncanakan untuk tayang dalam beberapa festival dan terbuka untuk pemutaran komunitas. Termasuk nantinya juga direncanakan tayang pada jaringan bioskop komersial.

Baca juga: Good Pitch 2019: Mari Membicarakan Dampak Sosial Film Dokumenter

Lanjut Suryani bercerita bahwa embrio dari program Alteraksi bermula saat ia menjadi manajer program Kineforum (2017-2018) dan menerapkan program diskusi yang sedikit berbeda dari biasanya. Ia mengaku merasa jenuh dengan program diskusi film yang alurnya biiasanya lebih tertebak, dan memilih untuk lebih membicarakan isu yang diangkat melalui film-film yang ditayangkan.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top