Film adalah media yang bisa dimasukkan ke mana saja dan ditonton siapa saja. Film merupakan media efektif untuk mengampanyekan antikorupsi di masyarakat. Kurang lebih begitulah apa yang disampaikan oleh Pimpinan KPK, Bapak Saut Situmorang, pada peluncuran Anti-Corruption Film Festival (ACFFest 2019) di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, 28 Mei lalu. Hal ini sejalan mengingat dalam sejarahnya film digunakan oleh berbagai pihak sebagai alat untuk menyampaikan suatu pesan. Apalagi di era digital ini, sudah banyak perusahaan yang berlomba membuat film pendek yang tujuan utamanya adalah mempromosikan produk mereka. Di antaranya dibintangi oleh pemain film terkenal dan sukses diterima oleh masyarakat.
Sekilas tentang ACFFest
ACFFest sendiri telah diselenggarakan oleh KPK sejak 2014 (sempat vakum di tahun 2016 dan 2017). Pada penyelenggaraan tahun lalu telah terpilih 7 proposal ide cerita yang mendapatkan bantuan dana dari KPK. Cerita-cerita tersebut antara lain: #Blessed (Candra Aditya), One Second (Jody Surendra), Sekeping Tanggung Jawab (Fitto E. Arunfieldo), Subur Itu Jujur (Gelora Yudhaswara), Kurang 2 Ons (Haris Supiandi), Baskara ke Wukir (Latifah Fauziyyah R.) dan Jimpitan (Wiwid Septiyardi). Tahun ini KPK menambah kuota menjadi 10 proposal ide cerita terpilih yang akan mendapatkan bantuan dana produksi sebesar Rp20.000.000,-. Proposal tersebut sudah bisa didaftarkan beserta data para pembuat film sejak 28 Mei hingga 15 Agustus 2019 di acch.kpk.go.id. Selain mendapatkan bantuan dana, para peserta terpilih juga berhak turut serta dalam Movie Camp, fasilitas online editing di Jakarta, serta mentor pendamping. Proposal ide cerita terpilih diberikan waktu masing-masing selama 2 bulan untuk menyelesaikan filmnya (September–Oktober). Semua film nantinya akan diputar di malam penganugerahan ACFFest 2019 di Jakarta pada bulan November 2019.
Kata mereka tentang ACFFest
Jujur Prananto kembali menjadi juri tahun ini. Beliau menyatakan, tema ACFFest tahun ini memiliki fokus pada korban korupsi. Jadi para peserta bisa mengeksplorasi akibat maupun dampak dari korupsi tersebut. Pak Saut menambahkan, dampak dari korupsi bisa puluhan kali lipat dari jumlah korupsi itu sendiri. Contohnya, jika ada korupsi dalam pembangunan jembatan, maka jika jembatan itu roboh, banyak pihak akan mendapatkan kerugian secara ekonomi, bahkan bisa merenggut nyawa. Juri lainnya adalah Yandy Laurens (ini kali pertama Yandy menjadi juri di ACFFest). Dengan semangat yang sama seperti KPK, Yandy menyatakan, ada perkembangan dalam tren anak muda saat ini, mereka yang memiliki integritas dan kepedulian akan terlihat makin keren.
Ketika ditanya tentang adakah kemungkinan kasus-kasus nyata yang ditangani oleh KPK bisa dibuatkan serial atau film, Pak Saut menjawab, semua kasus itu sudah menjadi milik umum, jadi siapa pun bisa mengadaptasi. Tapi KPK tidak bisa ikut campur dalam semua proses film. KPK bisa memberikan dukungan berupa menyediakan atribut atau pun ruang simulasi KPK, misalnya. Yandy sendiri tidak menampik jika suatu saat ia diberikan kesempatan untuk membuat film yang berkaitan dengan tema korupsi.
Baca juga: Penayangan Perdana Finalis Anti Corruption Film Festival 2018, Wujud Komitmen KPK Berantas Korupsi
Hadir pula dalam peluncuran ACFFest hari itu beberapa BUMN dan pihak swasta yang mempunyai medium tayang seperti TV di gedung atau pun di moda transportasi. Merekalah para stakeholder dalam mengampanyekan antikorupsi melalui penayangan film produksi KPK di segala lini yang mereka punya.
Pada sambutan hari itu pula Pak Saut berharap, perhelatan ACFFest selanjutnya musti bisa menjadi sebuah festival internasional.
