Berita
ARKIPEL 2018 Awarding Night: Rayakan Eksplorasi Sinema
Malam penghargaan ARKIPEL dengan tema “Homoludens” resmi ditutup pada tanggal 16 Agustus 2018 di Goethe-Institute. Festival yang diselenggarakan selama sembilan hari ini terdiri dari lima panel diskusi, delapan pemutaran International Competition, empat pemutaran Special Screening, enam pemutaran Curatorial Program, Candrawala, dan pameran Kultursinema.
Dari 21 film yang diputar selama festival, Forum Lenteng selaku penyelenggara ARKIPEL memberikan empat penghargaan yaitu ARKIPEL Award, Jury Award, Peransi Award, dan Forum Lenteng Award. Pemenang penghargaan tersebut antara lain:
- Peransi Award: De Madrugada (2017, Ines de Lima Torres) dari Portugal.
- Jury Award: Open Skylight (2018, Srdan Vukajlovic) dari Serbia, dan A Room with a Coconut View (2018, dir. Tulapop Soenjaroen) dari Thailand.
- Forum Lenteng Award: Rimba Kini (2017, Wisnu Dewa Broto) dari Indonesia.
- ARKIPEL Award: The Fly Misery of Quame Nyantakyi (2018, Jan Willem van Dam) dari Belanda.
Baca juga: Tempat Belajar Eksperimentasi Visual itu Disebut “Milisifilem”
KETERKAITAN HOMOLUDENS
Mengusung tema “Homoludens” (manusia yang bermain-main), Hafiz Rancajale selaku Direktur Artistik ARKIPEL mengakui jika film-film yang terkumpul dalam ARKIPEL tahun ini merupakan gambaran masyarakat kontemporer merefleksikan dirinya sebagai manusia sekarang. Para juri mengira akan banyak film tersubmisi di ARKIPEL yang “bermain-main”, bernuansa lucu, playful, ceria. Namun dari kedua puluh satu film tersebut tidak sedikit pula yang bertema sarkas dan gelap.
Hal ini juga menunjukkan potensi yang besar dari film-film yang diputar di ARKIPEL untuk meneruskan filmnya ke dalam kompetisi internasional. Hal ini sejalan dengan apa yang menjadi gagasan utama Forum Lenteng dalam menyelenggarakan ARKIPEL yaitu menggunakan sinema untuk membaca fenomena global dalam aspek-aspek ekonomi, budaya, sosial dan politik melalui bahasa dokumenter dan eksperimental.
Baca juga: Membuka ARKIPEL 2018 dan Memahami Gagasan Tentang Homoludens
FORUM LENTENG AWARD DAN KEMENANGAN RIMBA KINI
Wisnu Dewa Broto, sutradara Rimba Kini (2017) (Dok: arkipel.org)
Ditemui usai malam penghargaan, Wisnu Dewa Broto selaku sutradara Rimba Kini (2017) mengaku tidak tahu jika filmnya dimasukkan ke dalam program Candrawala. “Awalnya saya enggak tahu, Candrawala itu sekadar dikurasi, diputar, dan didiskusikan. Ternyata Forum Lenteng Award juga memasukkan program Candrawala sebagai nominasinya, enggak cuma dari program International Competition,” ujar Wisnu.
Ia juga menambahkan, “Sebelumnya Rimba Kini (2017) pernah dikompetisikan di Forest World Indonesia tapi durasinya hanya lima menit, dosen-dosen juga merekomendasikan ARKIPEL.”
Tonton juga: [Trailer] Rimba Kini – Short Documentary Film
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Dhanurendra Pandji, selaku Koordinator Volunteer ARKIPEL. Menurutnya, Rimba Kini (2017) sangat menarik, terlepas dari konten dan konteksnya, pernyataan sutradara menjadi hal yang amat penting dalam film ini.
Sutradara memiliki kuasa penuh di dalam tahap editing film, bagian-bagian di mana terdapat camera shaking dan cara ia (Wisnu) memberikan kamera kepada masyarakat dilakukan dengan kesadaran penuh. Itulah yang semakin memperkuat pernyataan sutradara dalam film Rimba Kini (2017).
Performing Out of Limbo (Dok: Gita Swasti)
Usai pemutaran A Room with a Coconut View (2018) dan Open Skylight (2018), malam penghargaan ARKIPEL juga turut dimeriahkan oleh Performing Out of Limbo, kolaborasi antara pengungsi dari Ethiophia dengan mahasiswa dan para pengajar di Departemen Antropologi Universitas Indonesia.
Sampai bertemu kembali di ARKIPEL 2019!