Berita
Rooftop Cinema #1: Film dan Isu Gender
Oleh: L, Misbar Jakarta
Jarum jam pada arloji yang saya pakai sudah menunjukkan pukul 18.00, pada Sabtu 2 Februari 2019. Meja-meja sudah tertata rapi di Rooftop JSC Hive by COHive. Banyak jajanan yang sudah siap untuk disantap malam itu. Welcome Drink, yang menjadi salah satu complimentary yang disuguhkan pun juga sudah siap untuk nikmati oleh pengunjung. Di lantai satu, greeter sudah siap untuk meneriakkan jargon andalan “Selamat Datang di Misbar!”. Semua sudah siap dan pintu JSC Hive pun akhirnya terbuka untuk dimasuki pengunjung. Agenda malam itu dimulai dengan pembukaan oleh MC, Short Movie Screening, Quizess, Film Screening, dan ditutup dengan Kareoke Night. Malam ini akan ada dua film yang ditayangkan, film pendek karya Minggar Panji Anak Lanang dan film Indonesia yang sedang naik pamornya saat ini Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (Marlina the Murderer in Four Acts) karya Mouly Surya.
Sekilas Tentang Rooftop Cinema
Rooftop Cinema merupakan salah satu ruang putar alternatif berkonsep outdoor di Jakarta yang diinisiasi oleh Misbar Jakarta sejak 2019. Rangkaian acara ini menyuguhkan pengalaman menonton yang berbeda, berlatarkan pemandangan gedung-gedung tinggi di Jakarta. Rooftop Cinema by Misbar.JKT hadir setiap sabtu dalam bulan Februari 2019. Nama “Misbar” terinspirasi dari “Layar Tancep” jadul yang marak pada tahun 70-an. Karena keberadan “Layar Tancep” sekang ini sudah jarang sekali terdengar. Tercetuslah ide Rooftop Cinema by Misbar.JKT agar generasi milenial bisa menikmati suasana ”Layar Tancep” jadul yang dikemas dengan tampilan baru.
Pemutaran Film Pembuka: Anak Lanang
Antusiasme para pengunjung terus meningkat hingga pukul 20.00. Rangkaian acara dimulai dengan pemutaran film pendek Anak Lanang. Film ini disutradarai oleh Minggar Panji dan Ezra Mahawaditra yang saat ini sedang menempuh pendidikan di International Design School. “Film ini berkisah tentang seorang anak yang tinggal di Jawa Timur, dia punya cita-cita menjadi penari tapi gak pernah disetujui sama bapaknya. Kenapa dilarang, karena logika yang kerap muncul bahwa kalian kerja untuk menghasilkan uang, ngapain kalian kerja seni yang cuma ngolah emosi aja”. Begitulah yang Minggar sampaikan ketika ditanya apa latar belakang dari film ini. Penulis pun melihat hal lainnya yang disuguhkan dari film ini. Pemeran utamanya adalah Singgih, seorang anak laki-laki yang berusia 17 tahun. Sesuai judulnya Anak Lanang. Singgih dalam film ini digambarkan sebagai anak laki-laki yang hobi menari, tidak mampu bekerja kasar seperti memotong rumput karena yang dia gemari adalah menari. Dalam film ini juga terdapat dialog bahwa ayahnya tidak suka Singgih mempunyai sisi feminin. Bahkan hal tersebut juga didukung dengan dialog dari dua orang laki-laki di scene awal film ini “Anaknya juga begitu.. Kayak cewek”. Banyaknya bingkaian-bingkaian akan stigma penolakan sisi feminin yang dimiliki oleh seorang lelaki, mempunyai tujuan lain untuk berbicara tentang kesetaraan. Bahwa lelaki dan menari tidaklah salah. Stigma yang ditempelkan pada seseorang karena genderlah yang salah. Hal ini pun masih kerap terjadi, hingga sekarang ini. Mungkin juga di sekitar kita sendiri.
Pemutaran Film Utama: Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak
Jam pun menunjukkan pukul 21.00, euforia pengunjung makin terasa ketika pemutaran Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak dimulai. Film arahan Mouly Surya ini menjadi film utama pertama yang diputar dalam Rooftop Cinema by Misbar.JKT pada minggu pertama bulan Februari. Film Marlina juga bercerita isu yang sama dengan film sebelumnya. Bagaimana seorang yang perempuan sekaligus menyandang gelar janda hidup seorang diri di Sumba. Film ini menceritakan tentang bagaimana perempuan melawan stigma. Bermula dari scene awal di mana Markus datang dan bersikukuh meminta untuk disuguhi oleh Marlina, hingga akhirnya memerkosanya. Padahal masih ada jasad suami Marlina yang dimumikan di situ. Pesan-pesan yang ingin disampaikan mulai terkuak ketika Marlina akhirnya memenggal kepala Markus dan membawanya kemana-mana hingga ia menyerahkan diri ke polisi karena amarah yang sudah terluapkan. Terdapat pula pada scene lainnya Marlina meracuni para perampok yang ingin menjarah hartanya. Perkara membunuh dan memenggal kepala memang kerap terjadi di Sumba. Terakhir, yang penulis highlight adalah ketika teman Marlina, Novi yang hamil tua 10 bulan dipukuli oleh suaminya lantaran sang suami mengira Novi berhubungan seks ketika sedang hamil sehingga bayinya pun tak kunjung lahir. Kepercayaan-kepercayaan terdahulu seperti itu membuat sang suami rela dan merasa sah untuk memukuli istri yang sedang hamil tua. Penulis melihat bahwa film ini sangat gamblang dalam menampilkan semangat feminisme, semangat kaum perempuan untuk melawan patriarki.
Baca Juga: Rooftop Cinema: Menghidupkan Kembali Semangat “Misbar”
Setelah menonton dua film yang membicarakan perihal gender itu, Rooftop Cinema menyuguhkan acara penutup yang menggenapi rangkaian acara “Misbar” ini. Karaoke Night antara pengunjung dan penyelenggara pun terasa sangat seru, juga daftar lagu yang dihadirkan di layar menampilkan deretan lagu yang sempat hits di pengujung tahun 90 hingga 2000-an. Semua orang bernyanyi, berdansa, hingga membuat lingkaran ular karena lagu-lagu yang catchy macam Oops I Did It Again dari Britney Spears menggema di rooftop JSCHive.