Permasalahan sampah plastik telah mengakibatkan berbagai kerusakan lingkungan dan mengancam kehidupan di bumi. Berbagai upaya dan kampanye terus dilakukan untuk mendorong kepedulian masyarakat terhadap masalah ini. Pulau Plastik, merupakan film dokumenter hasil kolaborasi antara Visinema Pictures, Kopernik, Akarumput, dan Watchdoc. Film ini menampilkan kisah tiga aktivis lingkungan yang menolak diam melihat masifnya penggunaan plastik sekali pakai. Film ini direncanakan tayang di bioskop bertepatan dengan Hari Bumi Sedunia pada 22 April 2021 mendatang.
Kisah Pulau Plastik
Film yang diadaptasi dari serial dengan judul yang sama ini mengikuti cerita Gede Robi, vokalis band asal Bali Navicula; Tiza Mafira, pengacara muda asal Jakarta; dan Prigi Arisandi, ahli biologi dan penjaga sungai asal Jawa Timur, menelusuri jejak sampah plastik, dampaknya terhadap kehidupan manusia, dan apa yang bisa dilakukan untuk menghentikannya.
Dalam siaran pers virtual pada Kamis (8/4) lalu, Ewa Wojkowska, Chief Operating Officer Kopernik sekaligus produser eksekutif Pulau Plastik menyampaikan bahwa film ini berawal dari kampanye mengenai sampah plastik yang diinisiasi Kopernik dan Robi Navicula di Bali. “Kami ingin meningkatkan kesadaran komunitas tentang masalah sampah plastik dan mengajak semua orang aktif terlibat dalam mengupayakan perubahan dan solusi,” tutur Ewa. Proyek ini kemudian berkembang dan melahirkan kampanye dengan medium yang lebih luas, yakni film dokumenter Pulau Plastik ini.
Absennya Pendidikan Lingkungan
Dandhy Laksono dan Rahung Nasution yang menjadi sutradara Pulau Plastik juga turut hadir dan menceritakan keresahannya terhadap isu yang diangkat film ini. Dandhy menyebutkan bahwa awal dari permasalahan sampah plastik ini adalah, tidak adanya pendidikan publik yang mengenalkan sampah plastik sebagai sampah baru dan berbeda dari sampah organik. Masalah ini kemudian menggunung dan berdampak ke banyak hal. Salah satunya permasalahan sampah di laut.
Sementara bagi Rahung, isu sampah plastik merupakan isu yang sangat dekat dengan masyarakat. Rahung menuturkan bahwa isu sampah plastik melibatkan semua pihak, mulai dari masyarakat biasa hingga korporat. “Jadi bisa dibilang bahwa kita semua adalah pelaku (dari permasalahan plastik ini),” ujar Rahung.
Alasan ke Layar Lebar
Genre dokumenter hingga saat ini memang belum menjadi genre yang populer dan ramai dibicarakan. Jumlah film dokumenter yang pernah tayang di bioskop Indonesia juga terbilang masih sangat sedikit. Namun, keadaan ini tidak menyurutkan tim Pulau Plastik untuk menayangkan film ini di layar lebar. Sutradara Dandhy Laksono beranggapan bahwa penayangan Pulau Plastik di bioskop merupakan sejarah yang bisa menginspirasi sineas lainnya. “Setiap kehadiran dokumenter di bioskop merupakan sejarah bagi saya karena jumlahnya yang terbatas. Ini merupakan hal baru, dan inilah mainstreaming-nya,” imbuh Dandhy.
Angga Dwimas Sasongko, CEO Visinema Group sekaligus produser eksekutif Pulau Plastik, menambahkan bahwa penayangan film ini dilakukan di medium layar bioskop, agar bisa diakses lebih banyak orang dan semakin sering menjadi bahan perbincangan. “Mudah-mudahan melalui rilis di bioskop, bisa mendapat atensi dan (isu sampah plastik ini) dibicarakan lebih keras dan lebih sering lagi,” ujar Angga.
Baca juga: Jawab Masalah Akses, Bioskop Online Luncurkan Aplikasi Gawai
Selain penayangan film pada 22 April mendatang, akan diadakan juga serangkaian kegiatan bertajuk Road to Pulau Plastik. Rangkaian kegiatan tersebut diadakan dalam rangka menyambut penayangan film Pulau Plastik dan peringatan Hari Bumi Sedunia. Beberapa kegiatan mulai dari konferensi pers, talkshow, hingga konser musik akan dilakukan di beberapa lokasi di Bali pada tanggal 18-21 April 2021.
