Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) melalui konferensi pers daring pada Sabtu lalu (21/11/2020) mengumumkan, tahun ini JAFF akan kembali diadakan dan berlangsung pada 25–29 November 2020 secara daring dan luring (offline).
Konferensi pers siang itu dihadiri oleh Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru (Kemdikbud) Ahmad Mahendra, Direktur Pemasaran Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Yuana Rochma Astuti, Direktur Klik Film Frederica, Presiden Festival Budi Irawanto, Direktur Festival Ifa Isfansyah, Direktur Eksekutif Ajish Dibyo, dan juga para teman panitia JAFF serta media yang dipandu oleh Gundhissos. Konferensi pers ini juga ditayangkan secara live di kanal YouTube 15th JAFF KINETIC.
Hadir di Tengah Krisis
Sudah 15 tahun JAFF melewati naik-turun masa sulitnya. Melihat ke belakang, lahirnya festival ini di tahun 2006 juga dibarengi dengan terjadinya gempa bumi Yogyakarta. JAFF kemudian hadir sebagai medium pertemuan antara sineas dan masyarakat untuk memberikan energi melalui sajian sinema. Sehingga sejak awal, festival ini tetap ada bukan hanya sebagai perayaan, tetapi menjadi sumber energi bangkitnya masyarakat di tengah krisis.
“Lahir 15 tahun lalu saat krisis gempa di Jogja, membuat (festival) hampir dibatalkan. Akan tetapi kami merasa festival tetap harus ada untuk membangkitkan energi semangat. Dan di situasi yang tidak pasti ini, kami memutuskan dengan cepat, JAFF tahun ini harus tetap ada,” ujar Direktur Festival Ifa Isfansyah.
Pandemi yang sedang melanda dunia ini, membuat festival harus dilakukan secara terbatas. Menyikapi hal itu, JAFF memberikan alternatif melalui sistem daring. Sehingga masyarakat yang belum pernah mengikuti festival ini karena mungkin kendala jarak domisili, tahun ini dapat turut menikmatinya.
Bekerja sama dengan platform Klik Film, sebanyak 128 film dari 29 negara yang terdiri dari 57 film panjang dan 71 film pendek akan dihadirkan. Frederica selaku Direktur Klik Film turut menjelaskan, platform ini dapat diakses di seluruh Indonesia secara mudah dengan harga terjangkau. Selain itu, untuk beberapa program non-pemutaran seperti masterclass dan public lecture juga dapat ditonton melalui platform ini. Terdapat 3 public lecture dengan masing-masing topik dan para pembicara yang telah memiliki kiprah di dunia perfilman. Di antaranya topik “Kinetic” akan dibawakan oleh Tonny Trismarsanto (sutradara) dan Chand Parwez Servia (produser), topik “When We Listen to your Story!” diisi Shanty Harmayn (produser) dan Yulia Evina Bhara (produser), dan topik “Production Check List” diisi oleh Robin Moran (produser) dan Andhy Pulung (Editor Super 8mm Studio). Lalu untuk Masterclass dengan materi producing, akan diisi oleh Mira Lesmana, seorang produser perempuan asal Indonesia.
Partisipasi 15 Kota
Keterbatasan berkumpul di Yogyakarta membuat JAFF berinisiatif untuk membawa energi dan suasana festival ini ke 15 kota di Indonesia, yaitu Jogja, Aceh, Padang, Lampung, Bandung, Tegal, Jember, Klungkung, Balikpapan, Makassar, Palu, Sumbawa, Lombok Timur, Kupang, dan Papua. Ifa Isfansyah pun menambahkan bahwa hakikatnya, festival ini berakar dari teman-teman komunitas di berbagai kota. Adanya kerja sama dengan komunitas di 15 kota ini diharapkan membuat teman-teman komunitas dapat tetap bersinergi satu sama lain. Selain itu, masing-masing komunitas dari 15 kota tersebut juga berhak membuat program lokalnya sendiri, seperti diskusi, workshop, ataupun pemutaran film. Semua tergantung kebutuhan dari komunitas di masing-masing kota.
Budi Irawanto sebagai Presiden Festival menuturkan ada hal yang berbeda dalam perhelatan JAFF tahun ini, yaitu tidak adanya penghargaan untuk beberapa film terpilih. Bagi Budi ini adalah momentum untuk kita semua menunjukkan solidaritas bagi para sineas dan sebagai bentuk rasa prihatin atas pandemi yang melanda. Sehingga dalam hal ini, apresiasi lebih ditekankan ketimbang kompetisi.
JAFF ke-15 “Kinetic” pada 25 November nanti akan dibuka dengan film Mekong 2030 (2020). Sebuah film antologi berisi lima cerita pendek yang mengisahkan bagaimana masa depan Sungai Mekong dari lima perspektif yang berbeda. Disutradarai oleh lima sineas Asia Tenggara, film ini mengajak kita untuk aktif melindungi sumber air yang memiliki fungsi vital dalam kehidupan. Film ini dipilih karena dianggap merefleksikan tema JAFF 2020.
Seperti yang sudah-sudah, Direktur Program Reza Fahri mengatakan JAFF memang selalu memilih dan menyajikan film-film yang memiliki isu sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda dari berbagai negara di Asia Pasifik. Ini merupakan respons JAFF atas sinema Asia yang dinamis bergerak, beradaptasi, dan berkembang seiring waktu.
Baca juga: Belajar dari Sesama Bangsa Asia di JAFF 14 “Revival”
Festival film ini juga didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, diwujudkan dengan adanya kolaborasi JAFF x Kemenparekraf yang melahirkan 20 film pendek yang telah lolos kurasi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang diwakili Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru (Kemdikbud) Ahmad Mahendra mengutarakan, JAFF merupakan aset bersama yang konsisten memberikan tempat untuk komunitas bertumbuh dari kecil hingga terus membesar.
Berpusat di Daerah Istimewa Yogyakarta, JAFF versi luring (offline) akan diadakan di Kedai Kebun Forum dengan regulasi yang ketat. Masyarakat diminta tetap mengikuti protokol kesehatan dan menghubungi nomor registrasi yang akan dibagikan secara publik, untuk memesan kursi satu hari sebelumnya. JAFF juga membatasi kapasitas hanya 40 penonton di setiap satu kali pemutaran film. Kegiatan luring dan daring pun akan diikuti oleh 14 kota lainnya. Informasi lebih detail mengenai jadwal dan program dapat dilihat di web dan media sosial JAFF.