JAKARTA – Madani Film Festival 2021 telah resmi berakhir setelah sepekan lamanya menyelenggarakan pemutaran 13 film, dan tujuh diskusi dengan 20 narasumber dari dalam maupun luar negeri. Seluruh kegiatan pemutaran film dan diskusi dilaksanakan secara hybrid atau secara luring dan daring selama tujuh hari penyelenggaraan festival dari 27 November 2021 – 4 Desember 2021.
Baca juga: Pesantren Buka Madani Film Festival 2021
Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid menilai saat ini penyelenggaraan festival dan pameran telah menandakan bangkitnya kegiatan kesenian setelah mengalami naik-turun akibat pandemi Covid-19. Madani, sebagai salah satu festival film internasional yang meramaikan akhir tahun ini, juga menandakan tren baru yang kemungkinan besar akan diadopsi ke depannya; penyelenggaraan festival secara hibrida.
Apalagi, Hilmar menilai metode daring kini sudah menjadi lebih dari alternatif terhadap metode luring. Menurutnya, penyelanggaraan acara secara daring sudah menjadi bagian dari kebudayaan baru. Sejumlah poin tambahan yang menjadikan metode daring menarik untuk diterapkan kembali—pada saat seluruh kegiatan sudah memungkinkan untuk kembali luring sepenuhnya—adalah efisiensi dalam hal ongkos.

Tidak hanya itu, tren festival secara hibrida juga mempermudah penyelenggaraan di masa pembatasan, serta dalam menghadirkan narasumber atau pembicara diskusi dari belahan dunia lain. “Jadinya, tukar pikiran dan segala macam secara lintas negara dan kebudayaan itu bisa terjadi. Maksud dari festival itu kan keinginan untuk mendengar perspektif dan pengalaman kultural yang berbeda,” ujar Hilmar selepas acara penutupan festival, Sabtu (5/12/2021).
Satu hal lagi yang menjadi daya tarik festival secara hibrida adalah aksesibilitas. Hilmar menilai aksesibilitas yang ditawarkan oleh adanya metode daring telah membuka kesempatan untuk pelibatan publik yang “lebih diverse dan tidak hanya festival goers.”

“Kalau sekarang sih, platform digital [daring] here to stay. Kita harus membangun penyesuaian entah itu infrastruktur atau mental set-nya juga. Beda loh. Kemarin kita mencoba dari seni pertunjukan, kehadiran kamera dan berkomunikasi dengan penonton melalui kanal YouTube itu punya situasi tersendiri,” timpal Hikmat Darmawan, Wakil Ketua I Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sekaligus Madani Film Festival Board.
Kendati menjadi keniscayaan, Hikmat menilai pengalaman kolektif yang dirasakan secara fisik atau langsung pada saat kegiatan seperti festival film tidak dapat tergantikan. Oleh sebab itu, tren festival secara hibrida kemungkinan akan mempertahankan tempatnya pada penyelenggaraan festival film di Indonesia, khususnya Madani.
“Ada hal-hal yang bisa kita jangkau dengan platform digital,” tambah Hikmat. Walaupun banyak lebihnya, penyelenggaraan secara daring masih memiliki kekurangan tertentu. Berdasarkan evaluasi, Festival Director Sugar Nadia menyebut kendala teknis seperti sinyal streaming bagi film-film yang diputar secara online, menjadi salah satu kekurangan yang harus diperbaiki apabila metode hibrida akan berlanjut ke depannya.
“Mudah-mudahan tahun depan pengennya lebih banyak offline-nya juga. Tapi, konsep hybrid ini akan tetap dilakukan karena ada benefit-nya juga. Misalnya, pembicara yang gak bisa kita datangin, bisa kita [hadirkan] secara online,” tuturnya.
Sugar menungkapkan bahwa ingin membawa semangat Madani, yaitu merayakan keberagaman dalam Islam, kepada jangkauan publik yang lebih luas lagi. Oleh sebab itu, ekspansi festival tersebut bukan hanya pada sisi platform saja, melainkan juga kota penyelenggaraan festival. Apalagi, Madani Film Festival bukan merupakan gelaran yang identik dengan kota/kabupaten dan provinsi tertentu. Sugar mengungkap bahwa rencana untuk membawa Madani ke beberapa kota lainnya sebelumnya sudah terbesit di pikiran.’
“Mungkin prosesnya masih butuh waktu lagi ya. Karena, sebenarnya buat orang yang belum tahu atau datang ke Madani akan agak sulit untuk mendefinisikan Madani itu sendiri. Kita itu tujuannya itu adalah [mempromosikan] toleransi dan Islam yang damai. Tapi, gak banyak orang yang bisa menangkap [konsep tersebut]. Pelan-pelan, ini kita akan pindahkan ke kota-kota [lain] juga agar visi Madani juga tersebar lebih luas lagi,” tutupnya.
Madani Film Festival tahun ini ditutup oleh pemutaran Casablanca Beats (2021) karya Nabil Ayouch. Film ini menceritakan tentang mantan rapper yang mengajarkan anak-anak dari keluarga kelas pekerja pada suatu pusat kesenian yang berlokasi di Sidi Moumen, Casablanca, Maroko. Film tersebut berkompetisi untuk Palme d’or di Cannes Film Festival, Prancis, Juli 2021.
Baca juga artikel-artikel menarik lain dari Dany Dwi Saputra.
