Telah mulai diinformasikan sejak akhir tahun lalu dengan trailer pertamanya, Balada Bala Sinema, sebuah film dokumenter yang mengangkat mengenai Cinema Lovers Community (CLC) dan kepegiatan mereka dalam membangun budaya sinema di Purbalingga, telah mengeluarkan trailer keduanya akhir Mei lalu.
CLC sebagai komunitas yang telah menginspirasi banyak pihak tentu membuat dokumenter ini dinantikan pemutarannya. Dalam sepuluh tahun perjalanan, telah banyak kisah yang mewarnai perjalanan CLC, salah satunya yang masih hangat yaitu ketika tahun lalu terjadi polemik dengan ormas Pemuda Pancasila, ketika film Pulau Buru: Tanah Air Beta direncanakan tayang dalam Festival Film Purbalingga, ditambah lagi dengan beberapa film pendek dalam festival yang mengangkat tentang korban 65.
Film Balada Bala Sinema akan tayang perdana dalam Festival Film Purbalingga 2017. Info selengkapnya mengenai penayangan pada festival dapat dipantau pada situs resmi Festival Film Purbalingga, instagram Rekam.Docs, dan laman Facebook Balada Bala Sinema.
Sinopsis Balada Bala Sinema
Komunitas Film Cinema Lovers Community Purbalingga yang didirikan oleh Bowo Leksono sejak tahun 2006 hingga kini telah mencetak banyak sineas muda dengan karya-karya yang berprestasi hingga di tingkat nasional. Tak hanya itu, CLC Purbalingga selama 10 tahun tetap konsisten secara mandiri menggelar Festival Film Purbalingga, menghadirkan sebuah “Perayaan” Festival Film ke tengah-tengah masyarakat, menggelar layar tanjleb di banyak desa di Banyumas Raya. Purbalingga memang jauh dari Bioskop Mewah dan hingar bingar industri film Ibu Kota, tapi di kota itu lah semangat untuk memberi yang terbaik bagi sinema Indonesia itu ada dan terus berlipat ganda. Dan ini adalah dokumenter tentang cinta, perjuangan dan kesederhanaan mereka – sebuah Balada Bala Sinema.
Pernyataan Sutradara Balada Bala Sinema, Yuda Kurniawan
Bicara Komunitas Film di Indonesia, kurang lengkap rasanya tanpa menyebut CLC Purbalingga. CLC mungkin adalah satu-satunya Komunitas Film di Indonesia yang mampu menjalankan seluruh fungsinya sebagai media literasi film. Tak hanya memproduksi film-film pendek, tapi juga membuka ruang-ruang pemutaran, diskusi, workshop dan menggelar Festival Film selama satu bulan penuh selama 10 tahun secara mandiri tanpa bantuan dana dari pemerintah maupun swasta. Sebuah usaha yang tak mudah tentunya untuk melakukan itu semua. Namun berkat ketelatenan seorang Bowo Leksono dan para Punggawa, semua itu mampu mereka jalankan dengan penuh cinta dan kesabaran.
Dokumenter ini saya buat untuk saya dedikasikan kepada mereka. Orang-orang yang sangat luar biasa. Orang-orang yang dengan kesabarannya terus berupaya membangun tradisi menonton film bagi masyarakat dan tak kenal lelah terus mencetak generasi baru sineas berprestasi. Sejak tahun 2006 hingga saat ini, CLC Purbalingga telah memfasilitasi produksi film pendek pelajar SMP dan SMA sebanyak 245 film, dan 80 diantaranya telah memenangkan banyak penghargaan festival film ditingkat nasional.
Dengan menonton dokumenter ini, kita tidak hanya melihat bagaimana perjuangan Bowo Leksono membangun CLC dan Budaya Sinema di Purbalingga, tapi kita juga dapat melihat bagaimana kondisi Sinema Indonesia hari ini, dari sudut pandang komunitas film. Dan lebih dari itu, Film Dokumenter ini setidaknya suatu saat nanti bisa menjadi penanda jaman tentang kondisi sosial, ekonomi dan politik masyarakat dan bangsa Indonesia. (Dari berbagai sumber).
Informasi mengenai film dapat dilihat di bagian keterangan video Youtube.