Setelah sukses dengan perhelatan tahun lalu, Festival Sinema Australia Indonesia kembali dilaksanakan tahun ini. Berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya, kali ini seluruh pemutaran dilakukan di Senayan City, Jakarta Selatan. FSAI 2017 dibuka dengan pemutaran film-film pendek kompetisi pada 26 Januari pukul 16:00 WIB. Film-film pendek tersebut antara lain Outgrowth (Jason Kiantoro), Nunggu Teka (Mahesa Sadega), Deadline (Firdian Mahyuzar), Ibu dan Anak Perempuannya (Happy Salma), It’s A Match! (Nadya Ratu Santoso), dan Ojo Sok-Sokan (Mustafa). Dilengkapi juga dengan pemutaran film pendek “Sendiri Diana Sendiri” karya Kamila Andini. Sementara film Australia yang membuka festival ini adalah “Lion” karya sutradara Garth Davis, salah satu film unggulan Academy Awards 2017.

Sambutan Paul Grigson, Kedubes Australia untuk Indonesia
Di antara kedua pemutaran tesebut, FSAI 2017 juga ‘diresmikan’ oleh pidato singkat Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, wawancara singkat di red carpet dengan Jennifer Perrot (Sutradara The Ravens), para finalis kompetisi film pendek, Kamila Andini (Sahabat FSAI), dan beberapa tamu lainnya, sementara para undangan menikmati sajian makanan dan minuman yang tersedia.
Film “Lion” diputar pukul 20:00 dengan antusias para hadirin. Lion merupakan film yang berdasar pada kisah nyata dan diadaptasi dari buku “A Long Way Home” karya Saroo Brierley (yang juga turut menghadiri acara pembukaan malam itu). Bercerita tentang Saroo, seorang bocah 5 tahun yang tidak mau lepas dari Kakaknya, Guddu dan harus tersesat di Kalkuta, India. Berbagai bahaya, tantangan, dan rasa lapar ia hadapi untuk bertahan hidup. Hingga ia akhirnya diadopsi oleh pasangan Australia. Setelah 25 tahun, kenangan masa kecilnya hadir kembali dengan bertubi-tubi. Ia pun bertekad mencari jalan pulang dan keluarganya yang hilang. Sebuah film yang membawa penonton pada kesunyian dan keharuan.
Setelah pemutaran, sang penulis “A Long Way Home” sekaligus sang “anak” seberani singa, Saroo Brierly maju ke depan untuk melayani sesi tanya jawab. Salah satu penonton bertanya, kenapa Saroo tidak membawa ibu kandungnya ke Australia. Ia menjawab, tidak semudah itu membawa orang tuanya yang semenjak lahir telah tinggal di India dan melekat pada budayanya. Memperkenalkannya pada budaya baru adalah hal yang sulit. Saroo telah lumayan sering pulang pergi Australia – India (setidaknya 2 kali dalam setahun) untuk mengunjungi Ibu kandungnya. Ketika itu ia masih harus menggunakan penerjemah karena hilang selama 25 tahun sepertinya cukup membuatnya lupa pada bahasa asalnya, Hindi. Ibu angkat dan Ibu kandungnya pun telah saling bertemu. Lalu ketika ditanya, kenapa Dev Patel yang memerankan dirinya, bukan dirinya sendiri. Saroo cuma menjawab, dia tidak tahu bagaimana caranya berakting. Dev Patel sudah melakukannya dengan sangat baik. Dia bahkan fasih dengan logat Australia. Supaya bisa menemukan jalan pulangnya, Saroo melakukan pencarian jejak tersebut dengan berbekal ingatan dan google earth selama 6 tahun. Lion dinominasikan ke dalam 6 kategori Academy Awards, termasuk Best Picture, Adapted Screenplay, Supporting Actor
Selain Lion, terdapat beberapa film Australia lainnya yang bisa disaksikan secara gratis di FSAI tahun ini, yaitu Girl Asleep (Rosemary Myers), Spear (Stephen Page), Looking for Grace (Sue Brooks), Satellite Boy (Catriona Mckenzie) dan The Ravens (Jennifer Perrott), serta 2 film panjang Indonesia: Sokola Rimba (Riri Riza) dan What They Don’t Talk About When They Talk About Love (Mouly Surya). FSAI 2017 hadir di Jakarta (26 – 29 Januari), Makassar (28 – 29 Januari) dan Surabaya (4 – 5 Februari).
