Berita

Film Pendek “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” Masuk Kompetisi Busan International Film Festival 2019

Siaran pers

Jakarta, 4 September 2019 – Film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini (No One is Crazy in This Town) yang disutradarai Wregas Bhanuteja dan dibintangi Oka Antara terpilih untuk berkompetisi dalam program Wide Angle: Asian Short Film Competition di Busan International Film Festival (BIFF) ke-24 pada 3-12 Oktober 2019 di Busan, Korea Selatan. Film pendek yang diproduseri Adi Ekatama dari Rekata Studio ini juga akan melakukan World Premiere di salah satu festival film terbesar di Asia tersebut.

Selama penyelenggaraan BIFF 2019 nanti, Tak Ada yang Gila di Kota Ini merupakan salah satu dari 300 film asal 70 negara yang terpilih untuk diputar di 30 layar bioskop di Kota Busan. Festival film ini juga akan mengundang 10.000 pemangku kepentingan (stakeholder) perfilman dari pelbagai negara dan diprediksi akan dihadiri oleh sekitar 200.000 penonton.

Tentang “Tak Ada yang Gila di Kota Ini”

Dalam menggarap film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini, Wregas juga menulis skenarionya yang diaptasi dari cerpen berjudul sama karya sastrawan Eka Kurniawan (Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau, O, dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas). Cerpen Tak Ada yang Gila di Kota Ini sendiri telah diterbitkan dalam buku Cinta Tak Ada Mati oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2018.

Film Tak Ada yang Gila di Kota Ini berkisah saat masa liburan telah tiba. Bos salah satu hotel besar dan berpengaruh di kota memerintahkan Marwan (Oka Antara) dan teman-temannya untuk mengangkut semua Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang masih berkeliaran di jalan-jalan raya dan dibuang ke hutan. Sebab, sang Bos tidak ingin kehadiran mereka mengganggu para turis dan merusak wajah kota. Alih-alih membiarkan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ini tewas di hutan, ternyata Marwan punya rencana rahasia.

“Pertimbangan pertama mengapa memilih cerpen ini adalah emosi. Saat membacanya, saya merasakan emosi kemarahan yang sama terhadap suatu hal, yakni kuasa. Di mana orang yang memiliki power yang lebih, akan menindas orang yang lebih lemah untuk memuaskan hasrat (pleasure) pribadinya. Yang di bawahnya, akan menindas yang di bawahnya lagi, dan yang paling tidak berdaya adalah orang yang sama sekali tidak memiliki kuasa, bahkan kuasa akan dirinya,” kata Wregas, yang pernah memenangkan Leica Cine Discovery Prize, Best Short Film – 55th Semaine de la Critique, Cannes Film Festival 2016 lewat film pendek Prenjak.

Sementara itu, Adi Ekatama selaku produser dari Rekata Studio memutuskan untuk memfilmkan cerpen Tak Ada yang Gila di Kota Ini karya Eka Kurniawan dengan tujuan menambah variasi jenis film Indonesia yang mengadaptasi cerpen maupun novel. “Selain itu, saya mempunyai harapan bahwa dengan dibuatnya film pendek ini, maka semakin banyak lagi film Indonesia, bahkan film internasional, yang mengadaptasi cerpen atau novel karya penulis Indonesia dari genre yang beragam,” kata Adi. Rekata Studio sendiri merupakan bagian dari ekosistem intellectual property (IP) management platform, yang memiliki peran utama untuk pengembangan audio-visual atau motion picture.

Mereka yang Terlibat

Film pendek Tak Ada yang Gila di Kota yang berdurasi total 20 menit ini dibintangi oleh sejumlah aktor-aktris ternama di Indonesia. Antara lain, Oka Antara (Sang Penari, Killers, Aruna dan Lidahnya), Sekar Sari (Siti), Pritt Timothy (Sang Kiai, Gundala), Jamaluddin Latif (Mencari Hilal, Nyai), dan Kedung Darma Romansha (Nyai, Perburuan).

“Pertama kali saya melihat performa Oka Antara adalah perannya sebagai Rasus dalam film Sang Penari karya Ifa Isfansyah. Di Jawa, ada istilah mendhem (artinya memendam). Itulah yang saya lihat dari wajah dan sorot mata Oka dalam film tersebut. Nuansa mendhem ini saya butuhkan untuk memenuhi karakter Marwan yang memendam dan menyembunyikan kompleksitasnya di belakang kepalanya saja. Ia tidak menunjukkannya di depan orang lain karena berbagai kepentingan yang ada. Untuk itulah saya memilih Oka, dan nuansa memendam tersebut saya jadikan dorongan utama untuk kami berdua mengeksplorasi laku,” kata Wregas.

Oka Antara mengungkap dirinya tertarik berakting dalam film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini karena faktor skenario dan sutradaranya. “Skenarionya sangat unik dan jarang saya temui, terutama dalam film feature. Jadi cerita ini hanya bisa dicapai melalui film pendek. Dan ketika tahu director-nya Wregas, karena saya pernah menonton film Prenjak, jadi saya merasa delivery-nya pasti akan sesuai. Sebab, karya yang dipilih oleh sutradara juga harus sesuai dan melengkapi film-film dia lainnya. Saya tahu Wregas pasti punya metafora-metafora yang bisa disampaikan ke penonton,” jelas Oka.

Baca juga: Proyek Film Makbul Mubarak “Autobiography” Meraih Pendanaan Open Doors Locarno Film Festival 2019

Sesuai tuntutan cerita, pengambilan gambar film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini dilakukan di sejumlah lokasi (kota, hutan, dan pantai) di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Agustus 2018. Lokasi-lokasi tersebut dipilih karena tekstur alam Gunungkidul yang didominasi perbukitan kapur, sehingga menjadikannya komposisi yang tepat untuk meletakkan karakter-karakter dari film pendek ini.

Selain lokasi, seluruh kru dalam produksi film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini juga berasal dari Yogyakarta. Hal ini disebabkan ekosistem produksi film di Yogyakarta sedang bertumbuh dengan sangat baik. Kualitas sumber daya manusia, peralatan, dan rumah produksi di kota tersebut pun dapat diandalkan untuk ikut menjalankan produksi film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini.

Dalam memproduksi film pendek pertamanya, Rekata Studio bekerja sama dengan Studio Batu, Labide Films, serta Aftertake Post Production yang berdomisili di Yogyakarta. Film pendek ini juga didukung oleh Focused Equipment, FixIt Works Indonesia, dan Synchronize Sound-Post Audio.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top