Berita

Festival Film Daring, Gaya Baru Merayakan Sinema di Tengah Pandemi

Tulisan merupakan bagian dari program apprenticeship Infoscreening

Pandemi virus corona berdampak pada pelaksanaan festival film di seluruh dunia. Seperti yang dilaporkan Variety, Cannes Film Festival yang dikabarkan akan diundur hingga Juni atau Juli 2020, ternyata kembali mengalami ketidakpastian jadwal. Sehingga berbagai kemungkinan tengah dipertimbangkan saat ini. Di Indonesia, Festival Film Eropa ke-20 juga bernasib sama. Acara ini semestinya diadakan tanggal 9 hingga 19 April. Tapi, melalui akun Twitter-nya, panitia menyampaikan penundaan festival tersebut.

Diundur, batal, atau tetap lanjut pada akhirnya menjadi pilihan penyelenggara festival film di situasi sekarang. Dalam obrolan #NgobrolDariRumah yang diadakan Radix Podcast dan Organisasi Boemboe yang berlangsung via instagram live Kamis (23/7) lalu, konsultan festival film dan short film outreach programmer Lulu Ratna menjelaskan pandemi COVID-19 sangat berpengaruh pada festival film.

Festival, menurutnya, menjadi wadah pertemuan antara orang awam yang hanya ingin menonton, filmmaker, orang yang cari film, dan semua pihak yang berkepentingan terhadap film. Mereka biasanya saling bertatap muka dan hal ini tak terjadi sekarang sebab acaranya ditunda atau dibatalkan.

Baca juga: Berdaya di Tengah Pandemi: Upaya Pekerja Film Menjaga Kewarasan

“Festival film kenapa cuma beberapa hari, diadakan di satu tempat, karena tujuannya bagaimana dalam waktu singkat terjadi banyak hal terkait industri film maupun apresiasi film. Ketika itu ditiadakan bagaimana pertemuan antara pihak-pihak ini? Banyak festival yang batal atau ditunda juga harus melepas stafnya untuk mengurangi biaya operasional,” ujarnya.

Lulu lantas mengatakan ia dan mahasiswanya juga dihadapkan pada tiga pilihan di atas ketika ingin melaksanakan UMN Animation & Film Festival (UCIFEST) 11. Festival tahunan tersebut sebelumnya dilaksanakan seperti biasa dengan mengajak penonton datang ke Universitas Multimedia Nusantara (UMN).

Tapi, mereka akhirnya memutuskan untuk mengadakan UCIFEST secara daring (online). Lulu yang kini mengajar kelas soal festival film di UMN mengatakan oleh karena UCIFEST bukan festival besar maka perubahan pelaksanaan acara dari konvensional menjadi daring dapat dilakukan dalam waktu singkat.

“Awalnya UCIFEST tidak dirancang untuk jadi festival film online. Kita sudah mulai persiapan dari awal tahun kemudian tiba-tiba ada pandemi ini. Persiapan untuk online itu sekitar lima hingga enam minggu. Diputuskan buat online juga karena untuk jadi penilaian mahasiswa saya,” katanya.

Keamanan dan teknologi jadi kunci

Lulu mengklaim UCIFEST tahun ini merupakan festival film yang dilaksanakan secara daring pertama di Indonesia. Tapi, konsep itu bukan barang baru di luar negeri. Menurutnya, ada festival film yang memang sejak awal berencana diselenggarakan secara daring.

“Kemudian ada yang terpaksa mengubah ke daring karena enggak bisa mundur, harus diadakan tahun 2020 dan supaya bisa support kerja stafnya. Tapi ada juga yang bikin festival film karena kondisi pandemi ini. Dari awal panitianya sudah bilang festival ini dibuat untuk menolong komunitas kita yang enggak bisa ke mana-mana,” ujarnya.

Menurut Lulu, festival film daring memiliki kelebihan di antaranya lebih irit biaya dan bisa menjangkau penonton dari mana saja. Ia mengatakan dana terpangkas karena panitia tak perlu mencetak buku program, spanduk, atau flyer. Pelaksanaan secara daring juga memungkinkan filmmaker berkumpul dalam satu waktu membicarakan film.

Lulu pun menekankan pentingnya melaksanakan agenda yang memungkinkan beberapa pihak bertemu jika ada pihak yang ingin mengadakan festival film daring. Berkaca ke acara UCIFEST 11, misalnya, panitia mengadakan seminar, Meet the Judges, dan diskusi dengan filmmaker setelah pemutaran film yang disiarkan langsung via Youtube.

Baca juga: Images Festival: Pribumi, Teknologi, dan Pandemi

Selain itu, aspek keamanan dan teknis juga mesti menjadi perhatian. Karya yang diputar di program kompetisi festival film, kata Lulu, rata-rata adalah film baru. Karenanya panitia harus bisa melindungi kepentingan si pembuat film dengan menjamin kreasinya tak diunduh atau digunakan tanpa izin.

“Terus kalau memang kamu berniat bikin festival film online, kamu kuasai dulu teknisnya. Kamu bisa mulai dari jadi penonton festival film online dulu. Itu penting banget. Karena online sangat bergantung pada teknologi. Sebenarnya offline pun iya tapi ini jadi luar biasa karena kalau terputus selesai sudah festivalnya,” jelasnya.

Lulu menilai merebaknya virus corona membuat kondisi sekarang tidak akan kembali normal dalam waktu singkat. Pandemi ini akan mengubah hal-hal dalam kehidupan yang sebelumnya mudah atau biasa dilakukan.

Ia lalu mencontohkan ada staf yang diberhentikan karena festival film yang mereka kerjakan ditunda atau dibatalkan. Atau film festival yang belum tentu ada lagi tahun depan karena tak ada dana. Oleh karena itu, menurutnya, cara daring bisa jadi jalan yang harus ditempuh jika ingin mengadakan festival film saat ini. Gaya daring bahkan kata Lulu mungkin terus dipakai hingga pandemi usai sebab lanskap festival film sudah berubah.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top