Siaran Pers
Jakarta, 11 Desember 2019 – Setelah baru saja memenangkan Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2019 sebagai Film Cerita Pendek Terbaik, film Tak Ada yang Gila di Kota Ini (No One is Crazy in This Town) berhasil mengukir prestasi lagi. Kali ini, film pendek garapan Wregas Bhanuteja tersebut sukses masuk program kompetisi Short Film di Sundance Film Festival 2020 yang akan dihelat pada 23 Januari hingga 2 Februari 2020 di Park City, Utah, Amerika Serikat.
Di festival film independen terbesar di Amerika Serikat dan bergengsi di dunia ini, Tak Ada yang Gila di Kota Ini akan berkompetisi dengan puluhan film pendek lain dari 27 negara di dunia untuk memperebutkan penghargaan tertinggi, yakni Short Film Grand Jury Prize. Film yang diproduseri Adi Ekatama dari Rekata Studio ini berhasil masuk Sundance setelah tersaring dari 10.397 film (4.992 film dari Amerika Serikat dan 5.405 film internasional) yang mendaftar ke festival film yang berdiri sejak 1978 tersebut.
“Dengan jumlah film yang mendaftar mencapai 10.397 judul dan belum pernah sebanyak ini pada Sundance tahun-tahun sebelumnya, kami jadi memiliki sangat banyak film pendek yang bagus untuk dipilih. Hal ini sangat menggembirakan bagi kami untuk bisa berbagi begitu banyak visi unik dan talenta-talenta baru dari dunia film pendek yang sedang berkembang subur,” kata Senior Programmer, Shorts di Sundance Film Festival 2020, Mike Plante, dalam keterangan tertulisnya.
Peran Penting Sundance Film Festival
Program Short Film di Sundance Film Festival sendiri sejauh ini berperan krusial dalam mengorbitkan talenta-talenta sutradara ternama. Sebut saja, Wes Anderson (The Grand Budapest Hotel, Isle of Dogs), Damien Chazelle (Whiplash, La La Land), Todd Haynes (Carol, Dark Waters), hingga Taika Waititi (Thor: Ragnarok, Jojo Rabit).
Tembusnya film pendek ini ke Sundance Film Festival pun menjadi tonggak penting. Lantaran ini menjadi kali pertama bagi film Tak Ada yang Gila di Kota Ini untuk diputar perdana di wilayah Amerika Utara (North American Premiere). Sepanjang 2019, film yang dibintangi Oka Antara ini berhasil masuk kompetisi dan melakukan pemutaran perdana (premiere) di sejumlah festival film besar di dunia. Antara lain, World Premiere di Busan International Film Festival ke-24, International Premiere di Internationale Kurzfilmtage Winterthur ke-24, Indonesian Premiere di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-14, dan Singapore International Film Festival ke-30.
Wregas Bhanuteja pun mengakui arti penting Sundance Film Festival ini bagi dirinya sebagai pembuat film. Apalagi, dalam proses berkaryanya, sutradara berusia 27 tahun ini belum pernah menembus festival film di benua Amerika. Dalam rekam jejaknya, Wregas tercatat pernah memenangkan penghargaan Leica Cine Discovery Prize sebagai Film Pendek Terbaik di 55th Semaine de la Critique pada Festival Film Cannes 2016 lewat film pendeknya, Prenjak.
“Sundance ini bisa menjadi pengalaman baru, karena penonton di Amerika memiliki perspektif yang berbeda dibandingkan penonton film dari negara lain. Hal ini dapat membuka ruang diskusi baru tentang bagaimana saya menawarkan suatu cerita yang datang dari kultur dan latar belakang saya di Indonesia, khususnya di Jawa. Diskusi ini tentu akan memengaruhi saya dalam menyikapi karya-karya saya berikutnya. Karena dengan mengenal lebih banyak ruang dan dimensi baru dari perspektif penonton, akan memperkaya saya ketika membuat ide-ide dalam karya-karya selanjutnya,” jelas Wregas.
Tentang Tak Ada yang Gila di Kota Ini
Film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini berkisah saat masa liburan telah tiba. Bos salah satu hotel besar dan berpengaruh di kota memerintahkan Marwan (diperankan Oka Antara) dan teman-temannya untuk mengangkuti semua Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang masih berkeliaran di jalan-jalan raya dan dibuang ke hutan. Sebab, sang Bos tidak ingin kehadiran mereka mengganggu para turis dan merusak wajah kota. Alih-alih membiarkan Orang Dengan Gangguan Jiwa ini tewas di hutan, ternyata Marwan punya rencana rahasia.
Skenario film pendek Tak Ada yang Gila di Kota Ini diadaptasi dari cerpen berjudul sama karya sastrawan Eka Kurniawan (Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau, O, dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas). Cerpen Tak Ada yang Gila di Kota Ini telah diterbitkan dalam buku Cinta Tak Ada Mati oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2018.
Bukan hanya Oka Antara (Sang Penari, Killers, Aruna dan Lidahnya) dan Sekar Sari (Siti), film berdurasi 20 menit ini juga dibintangi sejumlah aktor yang sudah malang melintang di perfilman Indonesia. Antara lain, Pritt Timothy (Sang Kiai, Gundala), Jamaluddin Latif (Mencari Hilal, Nyai), dan Kedung Darma Romansha (Nyai, Perburuan).
“Dalam menulis adaptasi cerita dan skenario film pendek ini, saya berpatokan bahwa manusia di muka bumi pasti memiliki emosi, dan emosi adalah sesuatu yang universal. Kita bisa memiliki perasaan atau emosi yang sama dalam menyikapi suatu hal. Rasa dan emosi kemarahan terhadap kekuasaan itulah yang saya pakai dalam film ini. Jika penonton di Amerika nanti bisa memahaminya maka berarti transfer emosi yang saya rasakan juga berhasil,” ungkap Wregas, yang menulis skenario film Tak Ada yang Gila di Kota Ini bersama Henricus Pria.
Sejak tiga puluh tahun terakhir, program Short Film di Sundance Film Festival memang telah memperkenalkan gelombang baru para pembuat film berbakat. Berkat dorongan ekspresi artistik pembuatnya dan batasan durasi, film-film pendek telah melampaui cara tutur cerita yang tradisional. Alhasil, bagi Sundance Film Festival, film-film pendek telah dan akan senantiasa menjadi bagian penting dari sinema, cara tutur, dan juga budaya.
Maka dari itulah, produser Adi Ekatama meyakini bahwa Sundance Film Festival akan membuat film Tak Ada yang Gila di Kota Ini jadi makin terekspos bukan hanya kepada publik dan penonton di Amerika, tapi juga para pemangku kepentingan (stakeholder) perfilman dunia. Dengan begitu, kesempatan jejaring kerja sama pun bisa terbentang makin lebar untuk Rekata Studio. Selain itu, Adi juga berharap para penonton di Sundance nanti bisa menikmati Tak Ada yang Gila di Kota Ini, sehingga pesan di balik cerita film tersebut dapat tersampaikan dengan baik.
Baca juga: Film Pendek “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” Masuk Kompetisi Busan International Film Festival 2019
“Di sisi lain, kami juga bisa memproyeksikan seperti apa tren film independen pada tahun 2020 dengan menonton film-film di Sundance, karena statusnya sebagai festival film indie terbesar. Apalagi, film-film pendek nomine lainnya yang juga akan berkompetisi di Sundance pasti punya cerita dan treatment berbeda dengan film-film pendek di berbagai festival film yang sudah diikuti Tak Ada yang Gila di Kota Ini sebelumnya. Film-film jebolan Sundance pun kerap bersinar di ajang penghargaan lain,” lanjut Adi.
Film-film yang sukses di Sundance Film Festival memang sering kali juga menorehkan prestasi bagus di ajang penghargaan bergengsi lainnya di dunia, seperti Oscar atau Academy Award. Contohnya adalah Little Miss Sunshine (empat nominasi Oscar), Whiplash (lima nominasi Oscar), Manchester by the Sea (enam nominasi Oscar), Boyhood (enam nominasi Oscar), hingga Get Out (empat nominasi Oscar).
Setiap tahunnya, Sundance Film Festival diadakan pada akhir Januari hingga awal Februari di tengah musim dingin. Berbagai program yang dimiliki Sundance, antara lain US Dramatic Competition, US Documentary Competition, World Cinema Dramatic Competition, World Cinema Documentary Competition, Short Film Competition; hingga program nonkompetisi, seperti Next, Premieres, Documentary Premieres, Midnight, Spotlight, dan Kids.
Sundance juga menggelar diskusi panel, diskusi harian, hingga acara musik. Pada penyelenggaraan tahun lalu, festival film independen yang digawangi lembaga nonprofit Sundance Institute ini telah dihadiri lebih dari 120.000 orang, 1.300 jurnalis film, dan didukung oleh sekitar 2.000 volunter. Sementara pada Sundance Film Festival 2020 nanti, selain Tak Ada yang Gila di Kota Ini, film panjang Perempuan Tanah Jahanam (Impetigore) karya Joko Anwar juga masuk ke program Midnight. Adapun total jumlah film panjang yang lolos masuk Sundance tahun ini mencapai 118 judul.
